1

132 13 5
                                    



Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



•••

Selama tiga tahun berpacaran dengan Julian, Nindy tahu bahwa Julian adalah laki-laki yang hidupnya sangat amat lurus. Julian selalu mengingatkan apapun jika Nindy berbuat salah.

Julian juga laki-laki pertama yang dengan berani meminta izin kepada Bunda untuk mengajak pergi anak perempuan satu-satunya itu.

Julian yang selalu khawatir tentang Nindy. Julian yang selalu menatap Nindy dengan mata binar dan Julian juga yang selalu ada untuk Nindy.

"Aku udah mikirin ini matang-matang, aku mau masuk Hubungan Internasional aja," ujar Nindy. Nindy mengambil bakso dalam mangkuk Julian. "Kata kamu kan walaupun kita baru masuk kelas 12 harus udah mikirin ini dengan matang-matang dan harus sesuai passion. Nah, aku pikir passion ku di sana sih,"

Julian mengangguk kecil, memindahkan beberapa bakso kecilnya ke mangkuk Nindy. "Masih ada waktu untuk mikirin semuanya, Anin. Tapi kalau kamu udah punya rencana jurusan ya syukur."

Nindy pun ikut mengangguk. "Tapi aku gak tau pilihan kedua ku apa, masih belum kepikiran sih. Karena bingung aja, kalau pilihan pertama kita HI, pilihan keduanya boleh akuntansi gak sih?" Nindy memakan satu tusukan bakso bakarnya.

"Aku gak tau, mungkin nanti kamu bisa tanya BK biar lebih jelas. Nanti aku temenin."

Nindy mengangguk lalu melanjutkan makannya kembali. Julian pun kembali memakan satu gigitan besar kue susnya.

"Besok aku ikut lomba tari, tinggal ada dua lagi lomba yang bisa kelas 12 ikutin. Semoga dua-duanya aku bisa ikut," Julian dan Nindy berjalan berdampingan.

"Kata Miss Wendy, kamu mau ikut lomba debat bahasa Inggris gitu?"

Nindy mengangguk antusias, "iya! Beberapa hari yang lalu aku diajak gitu, kata Miss Wendy bahasa inggris aku bagus!" Senyum lebar dengan gigi rapihnya terlihat.

"Kenapa pula ya, aku baru diajar Miss Wendy. Tau gitu kan aku bakal diajak lomba terus," bibir Nindy mengerucut

Julian tertawa, "ya berarti bukan rejeki kamu yang kemarin-kemarin. Sekarang waktunya. Jangan disia-siakan, kamu keren banget tau kalau lagi ngomong bahasa Inggris."

•••


S

enyuman yang sedari tadi Nindy tahan akhirnya terlihat juga. Senyum lebar dengan mata berbinar. Tidak ada yang bisa mengalahkan senyum manis seorang Anindya Alika.

Our Love Was Orange Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang