BAB 5.5

616 83 1
                                    

Malam semakin larut Aera membolak-balik badannya berusaha mencari posisi pas untuk mulai memejamkan mata dan merajut mimpi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Malam semakin larut Aera membolak-balik badannya berusaha mencari posisi pas untuk mulai memejamkan mata dan merajut mimpi. Namun naas hal tersebut tak membuahkan hasil.

Sekembalinya dari kencan dadak dengan Ilha, pikiran gadis pemilik netra bening itu kembali bercabang kemana-mana. Memikirkan hari esok sama halnya dengan mereka yang tidak tahu apapun tentang masa depan yang akan dilalui. Memikirkan tentang kematian naas yang entah bisa dicegah atau tidak. Memikirkan  nyawanya yang entah akan terus bertahan atau tidak sampai akhir. Memikirkan ending yang ia inginkan entah terjadi atau tidak.

"Sial aku tidak bisa tidur!"

"Aku juga."

"Bagaimana bisa tidur saat memikirkan hari esok."

Satu persatu semuanya terduduk di brankar tidur. Aera pun turut bangkit, duduk memeluk kedua lututnya.

"Mau ke tenda sebrang? Bukankah ada pembicaraan yang harus kita selesaikan," tawar Bora yang kemudian mulai mendapat tanggapan anggukan satu persatu dari semuanya.

Usai menyerahkan surat wasiat pada Youngshin, Aera duduk di sebelah Bora

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Usai menyerahkan surat wasiat pada Youngshin, Aera duduk di sebelah Bora. Diam menunggu seseorang membuka pembicaraan dahulu.

"Aku tidak bisa tidur. Pelaksanaannya besok. Apa yang harus kita lakukan?" Ucap Soyoon.

"Aku sangat takut," sahut Haerak.

"Tidak akan terlalu berbahaya di pinggiran kota," ujar Jangsoo berusaha berpikir positif di tengah kisruh perkara.

"Lalu mengapa mereka menyuruh kita menulis wasiat?" Tanya Junhee yang langsung saja mencemari ujaran positif Jangsoo.

"Mereka akan mengizinkan kita pulang jika kita melewati ini," sahut Yeonju berupaya menenangkan.

"Hanya itu alasanku pergi. Jika kita bisa melewati ini," ucap Ilha menggantung begitu merasakan usapan lembut pada punggung tangannya. Lantas Jejaka tampan itu merunduk guna menatap wajah ayu sang gadis. Senyuman tipis terpatri seraya membalas usapan tersebut.

"Aku merindukan orang tuaku," suara Sonyi selepas keheningan yang menyapa sejenak.

"Aku juga," sahut yang lainnya.

DAS : VIVA LA VIDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang