Bab 49 S2

815 36 0
                                    

Selamat Membaca...

.

.

Dan keesokkan paginya...

Para anggota Seraphine, Alexander dan Agler serta teman teman dari si kembar A pun terbangun. Menyisakan Bulan dan ayah Sam yang belum juga bangun.

Tidak biasanya ayah Sam tertidur hingga siang hari. Mereka menduga jika ayah dan anak itu pasti tertidur larut semalam. Sehingga membuat mereka membutuhkan cukup banyak waktu untuk istirahat.

Bahkan mereka tidak terganggu dengan cahaya matahari dan kebisingan yang mereka timbulkan. Hingga hari menjelang siang. Ayah dan anak itu pun akhirnya terbangun.

Di mulai dari ayah Sam yang bangun terlebih daulu. Dan Bulan terbangun setelahnya. Karna merasakan gerakan di samping tempat tidurnya.

"Ayah ganggu tidur adek ya? Tidur lagi sayang. Adek masih keliatan ngantuk."

"Em~ em~." ucapnya dengan senyum manis sambil menggelengkan kepalanya, dengan kedua mata yang masih tertutup

"Ayah, gendong." dengan manjanya Bulan mengulurkan kedua tangannya ingin digendong

"Baiklah tuan putri. Kita cuci muka dulu ya, terus makan. Kita kesiangan bangunnya." ucap ayah

"Iya, hehehe."

"Iya, hehehe" ucap Febian mengejek sang adik, berjalan mendekati sang adik. Saat sudah berada di depan Bulan dan ayah Sam.

"Kamu itu masih sakit dan harus makan sama minum obat tepat waktu. Terus ini kenapa malah telat gini. Kemarin bangun jam berapa? Kenapa gak bangunin abang?"

Mulai deh, mode emak emak Febian keluar.

"Ini kalo abang masih marahin adek, yang ada adek makin lama makan dan minum obatnya." jawabnya

"Kamu ini jawab aja kalo di bilangin. Kan abang udah sering bilang untuk jangan lewatin waktu makan. Kamu itu punya maagh. Kalo kambuh gimana. Nanti bisa sakit lagi."

"Iya iya maaf."

"Hufff." Febian menghela nafas hingga akhirnya ia memeluk tubuh sang adik yang saat ini digendong oleh ayah Sam

"Adek harus jaga dan sayangi tubuh adek sendiri. Abang cerewet gini karna sayang sama kamu. Buat kebaikan kamu juga. Jadi maaf ya kalo mulai detik ini abang akan lebih ketat lagi sama kamu."

"Em~ em~ gak apa apa. Adek ngerti kok. Lagian ayah udah cerita, gimana cengengnya abang Ebi kemarin. Jadi adek gak marah, karna adek tau abang sayang sama adek."

Mendengar kata cengeng yang disebutkan oleh sang adik membuat Febian malu. Hingga membuat wajah sampai telinganya memerah.

Bulan yang melihat itu tentu saja terkekeh lucu. Bahkan terbesit ide untuk menjahili sang abang.

"Cieee, ada yang salting ni. Kiw kiw, mukanya merah tu. Telinganya apa lagi. Lucu deh, mukanya merah semua."

"Piwit, kiw kiw. Liat sini dong ganteng. Kan adek mau liat mukanya yang lagi bgeblush."

Semakin Bulan mengejek sang abang. Semakin abangnya Febian, membenamkan wajahnya di perut miliknya.

"Ma, liat ni. Anak bujangnya. Malu malu monyet. Mukanya merah semua."

Membuat mereka semua tertawa. Bahkan mama Vera juga ikut tertawa. Tapi tak lama ia berkata,

"Udah ah dek, kasihan itu abangnya diledekin terus. Nanti nangis lagi kayak kemarin. Kan mama yang bingung, gimana tenanginnya."

Kenapa Harus aku... (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang