45

84 7 0
                                    





Disinilah Hanenda, diruang tamu rumah Ajeng. Permintaan Mami Hanenda itu mutlak. Tidak ada seorang pun yang bisa menolak, meski Hanenda juga berwatak keras namun Mami Hanenda lebih keras lagi.

Rumah yang sangat besar, dan sangat berkesan rumah adat Jawa. Dengan potongan-potangan balok kayu yang besar dan berwarna hitam, interior rumah Ajeng bertema vintage tradisional Javanese. Patung-patung, lukisan-lukisan, angklung bahkan congklak pun ada disitu. Sudah tiga kali Hanenda berkunjung, namun Hanenda masih terkagum-kagum dengan tampilan rumah Ajeng. Adem dan asri meskipun sangat tradisional.


"A'. Kenapa ndak nelpon Ajeng dulu. Kan Ajeng bisa siapin Aa' makanan."


Ajeng pun duduk disamping Hanenda. Perawakannya lembut dan ayu, meskipun wanita muda itu lulusan luar negeri, namun masih melekat unsur-unsur tradisional didirinya. Jangan diragukan pilihan Mami Hanenda.



Seorang Ajeng, sangat menawan, tinggi semampai, kulitnya kuning langsat bersih bersinar. Wajah bulat dan rambutnya yang panjang hitam dan legam, pribadinya yang sopan dan tutur katanya santun. Sangat idaman menjadi menantu ibu-ibu dimana saja.


Belum lagi pencapaian pendidikan seorang Ajeng yang tidak main-main. Dia sudah meraih gelar Doktor di universitas di negara Turki. Belum lagi pintar memasak, public speaking yang mumpuni, semua kriteria wanita idaman ada didirinya. Namun Hanenda sedari awal tidak pernah tertarik sedikitpun kepada Ajeng. Jauh sebelum dia bertemu dengan Joel.


"Aa' sudah makan Ajeng. Terima kasih. Aa' kesini karena Mami Aa'. Katanya ada yang mau dititipkan ke Aa'."

"Ah iya ada kok A'. Aa' mau minum apa? Kopi hitam atau teh hijau seperti biasa?"

"Tidak usah repot-repot. Aa' harus cepat pulang untuk istirahat, sudah dua malam Aa' tidak tidur, Aa' capek."

"Ahhh, maaf A', Ajeng ndak tau. Tunggu sebentar yah A', Ajeng ambilin dulu dikamar."

Terdengar bunyi denting notifikasi dari hape Hanenda. Buru-buru dia keluarkan hapenya itu dari kantong jasnya. Ternyata yang mengirim pesan Mami Hanenda. Masih dengan agenda ingin segera menyatukan anak bungsunya itu dengan Ajeng.



Mammi

"Dirumahnya meki Ajeng nak? Jangan lupa salamku nah nak, kasih tau Ajeng minggu depan kalian berdua ada rencana ketemuan di acara KKSS. Jangan lupa. Opu mu undangki sama Ajeng. Mau ki dia lihat calon menantu nya."
[Kamu sudah dirumah Ajeng nak? Jangan lupa titip salam buat dia. Kasih tau Ajeng minggu depan ada rencana ketemuan diacara KKSS. Opu (gelar bangsawan untuk orang yang lebih tua) kamu ingin melihat calon menantu nya].

Hanenda membaca chat dari Mami nya hanya bisa menghela nafas panjang. Susah untuknya menghindar dari keinginan Mami nya tersebut.

Chat nya ke Joel tidak pernah sampai, selalu centang satu. Pacar kecilnya itu kemana, Hanenda sangat kuatir.

"A', ini oleh-oleh untuk Aa' dari Ibu. Maaf Ibu tidak sempat kasih secara langsung. Ibu harus temani Ayah ke Kalimantan, tambangnya lagi ada sedikit masalah."

"Oh tidak masalah. Kalau begitu saya pamit, sudah sangat malam. Tolong sampaikan terima kasih ku ke Ibu Sri. Saya permisi. Assalamu alaikum"

"Aku antar Aa' yah ke mobil."

"Tidak usah Ajeng. Sudah malam. Saya permisi"


Hanenda betulan menjaga jarak ke Ajeng. Dia ingin Ajeng peka akan ketidak setujuannya untuk dijodohkan dengan dirinya. Dia ingin Ajeng lah yang memutuskan pertunangan mereka. Mudah-mudahan dengan cara ini, Hanenda bisa terbebas dari perjodohan.


Sekarang Hanenda dengan kecepatan diatas rata-rata mengendarai mobil sedan hitamnya menuju apartemennya. Dia mulai curiga, Joel nya tidak berada disana. Dia takut, Bapak dari Joel mengamuk dirumahnya dan memanggil Joel untuk diberi pelajaran. Kalau sampai hal itu terjadi, Hanenda tidak akan segan-segan menghancurkan Bapak Joel meskipun taruhannya hubungan mereka akan terkuak.


Didalam lift, Hanenda sangat gelisah. Baru kali ini dia rasakan lift ini sangatlah pelan jalannya. Dia seperti ingin terbang menuju ke apartemennya. Begitu lift terbuka di lantai 12, dirinya segera berlari untuk sampai menuju unit apartemennya. Dengan tergesa-gesa dibukanya pintu apartemennya.


Gelap, itu yang pertama kali yang Hanenda temui ketika masuk kedalam apart nya. Dinyalakannya lampu dan melihat apart nya kosong, tidak ada sesiapapun disitu. Dirinya berteriak memanggil nama Joel, namun tidak ada sahutan yang terdengar.


Dirinya pun segera masuk kedalam kamar, namun tetap terlihat kosong dan sangat rapih. Ditelusurinya kamar itu, begitu rapih dan tertata baik. Seakan tidak pernah ada yang tempati. Begitupun Hanenda beranjak kedalam kamar mandi, kosong, bathtube yang menjadi tempat favorit Joel terlihat kering. Namun sikat gigi Joel masih ada berdampingan dengan sikat giginya. Namun handuk dan bathrobe pacar nya tidak ada tergantung ditempatnya.


Begitu Hanenda berjalan kearah dapur tempat mesin cuci berada, dia tidak sengaja melihat ada selembar kertas diatas office tablenya. Diatas meja itu terdapat pula kartu atm dan cc nya yang diberikan kepada Joel beberapa hari yang lalu. Dilihatnya pula terdapat hape Joel yang sepertinya sengaja ditinggalkan oleh pemiliknya.


Dibacanya kertas surat itu. Perasaan Hanenda saat ini bercampur aduk. Emosi, sedih, kecewa, kuatir, menjadi satu. Meskipun dalam surat itu Joel sudah jelaskan namun Hanenda masih belum paham kenapa harus seakan Joel tidak akan kembali lagi bersamanya. Dia kecewa, dikiranya Joel telah mempercayai dirinya untuk memperjuangkan cinta mereka, namun ternyata Joel seakan ingin menyerah akan cinta mereka.


Hanenda pun terduduk diam menahan emosi yang bergejolak dalam pikirannya. Hanenda bertanya-tanya, setelah apa yang terjadi dengan mereka berdua, kenapa Joel harus menulis seperti itu. Ataukah dirinya hanya salah paham.


Sungguh Hanenda sekarang ini sangat ingin berlari menuju kerumah Joel. Ingin meminta penjelasan tentang apa yang ditulisnya. Namun sayang waktu sudah menunjukkan jam 12.35 tengah malam.


Ada sekitar satu jam Hanenda duduk berpikir skenario-skenario buruk yang terjadi dikisah cintanya bersama Joel. Hanenda yang sangat merindukan Joel. Tidak ingin percintaan mereka layu sebelum berkembang.

Syama Artjuni [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang