Tadabbur Surat al-A'la

3.6K 92 0
                                    

Surat Al-A’lâ menurut jumhur mufassirin (ulama tafsir) diturunkan di Makkah setelah Surat At-Takwir ( ﺇﺫﺍ ﺍﻟﺸﻤﺲ ﻛﻮّﺭت ‏). Sebagian ulama ada yang berpendapat surat ini diturunkan di Madinah karena memuat berita tentang Shalat Id dan zakat ftrah. Tapi pendapat ini dilemahkan oleh Imam Jalaluddin as-Suyuthi, Ibnu Sa’d dan

Ibnu Abi Syaibah.

Surat ini sebagaimana surat makkiyah lainnya, masih menekankan aspek akidah dan kei-manan, hanya saja isinya sangat umum. Berisi tentang tanda-tanda kekuasaan dan keesaan Allah swt serta membicarakan wahyu dan kitab serta suhuf yang diturunkan kepada para nabi. Juga disinggung mengenai nasib yang baik bagi orang yang suka menyucikan dirinya dengan amal kebaikan. Karena tema pesar surat ini adalah tasbih (penyucian). Bahkan diawali dengan sebuah perintah “sabbih” (sucikanlah) Maha Suci Allah dari segala tuduhan yang tidak benar.

Surat al-A’la memiliki beberapa keistimewaan, di antaranya; disukai oleh Rasulullah saw:

1. Seperti riwayat Imam Ahmad, al-Bazzar dan Ibnu Marduyah dari riwayat Imam Ali bin Abi Thalib ra. bahwa beliau menyukai surat sabbihisma. Dalam riwayat Abu Ubaid bahkan disebut sebagai afdhalu al-Musabbih at (surat yang diawali dengan tasbih yang paling afdhal).

2. Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah, al-Hakim dan al-Baihaqi meriwayatkan dari Aisyah binti Abi Bakar ra. bahwa dalam shalat witir pada rakaat pertama Rasulullah saw sering membaca surat al-A’la, kemudian pada rakaat kedua membaca al-Kafirun dan pada rakaat ketiga membaca al-Ikhlas.

3. Imam Muslim, Ibnu Abi Syaibah, Imam Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Nu’man bin Basyir ra. bahwa dalam Shalat dua Id dan Shalat Jum’ah pada rakaat pertama Rasulullah saw sering membaca surat al-A’la dan pada rakaat kedua membaca al-Ghasyiah.

4. Imam ath-Thabrani meriwayatkan dari Abdullah bin Harits beliau berkata: Shalat berjamaah terakhir Rasulullah saw adalah Shalat Maghrib dan pada rakaat pertama beliau membaca al-A’la sedang pada rakaat kedua beliau membaca al-Kafirun.

Adapun hadits-hadits yang menyebutkan tentang fadhilah surat al-A’la dengan redaksi seperti ini:

Barang siapa membaca surat ini maka akan mendapat ini atau pahalanya akan dilipatkan menjadi sekian karena hurufnya diistimewakan atau yang sejenisnya, kebanyakan riwayat tersebut lemah bahkan bisa digolongkan sebagai hadits maudhu’ (hadits palsu).

Bertasbihlah

Surat ini termasuk salah satu surat yang diawali dengan tasbih. Surat-surat tersebut ada yang dibuka dengan tasbih dalam bentuk past tense (fi’il madhi) “ ﺳَﺒَّﺢَ ” ada yang berbentuk present tense (fi’il mudhari’) “ ﻳُﺴَﺒِّﺢُ ” dan ada yang berbentuk kata perintah (fi’il amr)“ﺳَﺒِّﺢْ ” seperti

surat yang sedang kita tadabburi kali ini.

“Sucikanlah nama Tuhanmu yang Maha Tinggi” (QS. 87: 1)

Dan siapa yang lebih berhak untuk ditinggikan dan disucikan melainkan hanya Dzat yang serba maha ini. Tuhan yang maha tinggi, kemuliaan-Nya tiada yang melangkahinya, keperkasaan-Nya tiada yang sanggup menandinginya.

Dalam setiap ruku’ dan sujud kita selalu membaca tasbih, mengakui kesucian dan ketinggian-Nya, maka di luar shalat seharusnya kita lebih menyucikan dan meninggikan Allah. Dan ketinggian di sini bukanlah sebuah ketinggian materi dan tempat atau kedudukan.

Namun ketinggian dengan segala maknanya. Berkuasa, serba mampu bertindak dan melakukan apa saja.

“Yang menciptakan, dan menyempurnakan (penciptaan-Nya),” (QS. 87: 2)

Berita Seputar IslamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang