Almira menghempaskan tubuhnya secara asal, memposisikan dirinya senyaman mungkin diatas sofa mewah berwarna merah maroon yang saat ini sedang ia duduki. Matanya terpejam, sesekali keningnya berkerut ketika lagi-lagi masalah itu menari-nari dipikirannya. Hari ini, salah seorang client tiba-tiba datang dan memintanya untuk mengganti konsep gaun pernikahan yang harus selesai dua minggu lagi. Almira berkali-kali meminta negoisasi, namun tidak ada satupun yang client itu tanggapi.
Drrt. Drrt.
Almira sontak membuka matanya, tangannya dengan lincah bergerak mencari ponsel lalu segera membaca pesan yang masuk.
Selamat malam, Mbak Almira.
Ini saya Sheyna. Saya butuh kepastian. Jika mbak nggak bisa memenuhi keinginan saya, saya bisa mencari designer yang lain. Terimakasih.Gila, decak Almira dalam hati. Ia segera mengetik balasan untuk Sheyna. Dengan berat hati, ia menyetujui permintaan gadis itu. Oh, jika saja saat ini butiknya tidak sedang dilanda keterpurukan, mungkin ia akan melepas Sheyna dengan senyum sumringah.
Oke, mbak. Terimakasih. U'r the best!
Almira menghela nafasnya panjang. Dapat dipastikan, ia tidak akan bisa tidur lebih dari dua jam hingga dua minggu ke depan agar gaun itu bisa selesai tepat waktu. Diletakkannya ponsel pintar itu dengan hati-hati. Ekor matanya seketika menyipit melihat ada sebuah undangan tergeletak manis diujung meja.
"Ini, Mbak, diminum dulu," kata Bi Inah memecah perhatian Almira. Ia menoleh, lalu menerima secangkir cokelat hangat itu dengan sopan.
"Itu undangan siapa, Bi?" tanyanya.
"Tadi ada yang antar, Mbak. Bibi ya belum buka undangannya," jawab Bi Inah. Almira mengangguk mengerti, setelah Bi Inah pamit, ia bangkit dari duduknya lalu mengambil undangan itu.
"Cantik banget undangannya," gumamnya sambil membuka kotak putih dan melepas pita emas yang menjadi pengikat gulungan undangan itu. Nafasnya tiba-tiba tercekat melihat dua nama yang tercetak di undangan itu.
"Ini nggak mungkin," desis Almira. Kepalanya menggeleng kuat-kuat. Tanpa sadar, air matanya sudah mengalir menganak sungai di pipinya.
Nama itu, tercetak jelas disana, dua kata yang selama bertahun-tahun selalu ia jaga dalam hatinya, nama yang mampu menutup kesempatan bagi lelaki manapun yang berusaha mendekati Almira, dan nama yang berhasil menjungkir balikkan segala aspek kehidupannya. Raditya Bagaskara.
Manik matanya bergerak kebawah, membaca kata demi kata yang tercetak dengan tinta emas yang indah. Seketika Almira memekik tertahan, ketika melihat nama siapa yang bersanding dengan Radit disana.
Oh, Tuhan, jangan katakan bahwa client cerewet yang baru saja mengiriminya pesan adalah mempelai dari seorang pria yang selama ini ia nantikan kepulangannya.
YOU ARE READING
Stuck On You
RomanceCinta yang sejati adalah cinta yang sederhana. Sesederhana bagaimana cinta tahu kemana ia harus pulang tanpa paksaan, meskipun harus tersesat berkali-kali sebelum kembali ke tempat yang seharusnya.