KLASTER 2

3 0 0
                                        

The Alphabet Girls. Sebut saja tiga kali dan ia akan datang dalam wujud sepuluh bidadari jelita yang siap sedia menolong semua kesulitan hidup Sang Pemanggil. Begitulah alur dalam dongeng karya anonim yang sering Sukma baca. Namun, dalam kenyataannya The Alphabet Girls adalah sepuluh siswi biang onar yang sangat terkenal seantero jagad raya sekolah. Jangankan disebut tiga kali, untuk dieja saja sudah membuat takut seluruh siswi di sekolah. Mengapa hanya siswi? Karena siswa putra rata-rata penggemar berat The Alphabet Girls.

Jangan bayangkan mereka bertampang judes dengan mata yang selalu melotot seperti pemeran antagonis dalam sinetron. Atau ke mana-mana bergerombol lalu ramai-ramai merundung siswi baik hati nan lembut juga anggun yang merebut cinta gebetan. Tidak. The Alphabet Girls tidak senorak itu. Gaya mereka elegan. Seperti motto kelompok mereka: cute and classy. Nah loh kalah deh Miss Universe.

Kelompok ini terbentuk ketika mereka berada di kelas VII dan masih eksis hingga kini kelas IX walaupun seluruh personilnya tidak lagi berada dalam satu kelas yang sama. Bagaikan pemangsa yang berada di puncak rantai makanan. Begitulah eksistensi kelompok mereka. Tak ada yang berani menegur. Pun tak ada yang berani menjilat untuk bisa masuk menjadi salah satu bagian The Alphabet Girls.

***

Lalu bagaimana bisa The Alphabet Girls paket lengkap masuk Klaster Merdeka? Jadi begini ceritanya.

Pada suatu hari berkumpullah seluruh guru TIM UN level IX untuk membahas perkembangan siswa.

"Untuk bahasa Indonesia, secara garis besar aman. Dari try out 1 sampai 5, siswa dengan capaian nilai di bawah 70 semakin berkurang. Terakhir, tinggal 30%. Permasalahan hanya satu, rata-rata sudah malas dulu melihat teks. Malas baca." Fera sebagai wakil dari tim bahasa Indonesia melaporkan hasil analisis tim.

"Matematika masih jauh dari target. 70% siswa masih sangat kesulitan. Dari 70% itu, 50% karena mereka belum menguasai konsep hitungan dasar jadi sangat sulit untuk memahami logika dalam soal. Sisanya kurang motivasi, kalau guru duduk manis di sebelah, baru mau mengerjakan soal latihan kalau tidak ya dibiarkan saja, lebih suka ngobrol." Weni, guru Matematika menjelaskan.

"Bahasa Inggris sama dengan bahasa Indonesia. Capaian siswa di bawah 60 semakin berkurang. Otomatis karena siswa sangat minim kosakata. Sudah kami atasi dengan adanya setoran kosakata setiap jam bahasa Inggris. Hasilnya lumayan, untuk try out 5 rata-rata sudah mencapai nilai 70," dengan bangga Tania memaparkan keberhasilan tim bahasa Inggrisnya.

"Oke terakhir laporan IPA," Nisa, guru Fisika menegakkan tubuh untuk mulai presentasi.

"IPA masih jauh dari target. Hasil analisis kami, untuk Biologi siswa masih kesulitan dalam materi tertentu. Terutama materi pewarisan sifat sedangkan Fisika sama dengan Matematika, siswa masih kesulitan dalam konsep hitungan dasar. Kami rasa jika Matematika sudah mereka kuasi akan lebih mudah masuk dalam Fisika. Setelah itu baru mereka menghafalkan rumus," canda Nisa yang disenyumi semua guru.

"Ini sangat memprihatinkan," tegas Rukmini, waka kurikulum. Senyum seluruh guru seketika memudar.

"Biasanya sampai try out 5, siswa sudah mengalami perkembangan positif untuk Matematika dan IPA. Bagaimana sikap belajar mereka di kelas?"

"Tahun ini, justru kelas putra lebih mudah untuk dikondisikan. Mereka memang ramai sekali saat pelajaran. Namun, rata-rata mau mengerjakan soal latihan. Masalah justru datang dari kelas putri."

Semua guru mengangguk menyepakati opini Weni.

"Apa The Alphabet Girls?"

Kali ini semua guru mengangguk kompak menjawab pertanyaan Rukmini. Rukmini menghela nafas.

"Klaster Merdeka."

Semua guru pun kompak saling memandang dengan ekspresi bingung.

"Kita masukan The Alphabet Girls ke Klaster Merdeka."

Ekspresi bingung guru semakin bertambah.

"Klaster Merdeka. Program sekolah untuk meng-upgrade nilai UN siswa. Intinya ini semacam bimbingan khusus untuk siswa yang membutuhkan," jelas Rukmini menghapus ekspresi bingung para guru.

"Tapi, Bu. Sebenarnya The Alphabet Girls itu mampu mengerjakan. Mereka hanya tidak mau. Ada siswa yang menurut saya lebih membutuhkan bimbingan intensif."

"Menurut Bu Nisa, apa mereka dapat fokus belajar di Klaster Merdeka jika di sana ada satu saja personil The Alphabet Girls?"

Dengan pelan Nisa menggelengkan kepala dimakmumi seluruh guru.

"Saya akan buatkan jadwal untuk bimbingan belajar di pagi dan sore hari. Semua tim UN memasukan siswa yang butuh bimbingan intensif. Tapi untuk The Alphabet Girls, semua harus masuk Klaster Merdeka."

"Saya sepakat dengan Anda semua. The Alphabet Girls bukan tak mampu hanya tak mau saja. Dan Klaster Merdeka ini akan membimbing mereka 24 jam. Ini tugas mulia bagi walas Klaster Merdeka untuk memberi mereka pencerahan. Dan saya yakin, mereka akan termotivasi dalam bimbingan Bu Sukma."

Lagi-lagi seluruh guru melakukan kegiatan serentak. Kali ini memandang Sukma dengan ekspresi lega bercampur iba. Sementara Sukma hanya dapat membuka tutup mulut tanpa suara bersaing dengan ikan koi penghuni akuarium yang ada tepat di sampingnya.

***

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 06, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KLASTER MERDEKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang