TPOL | 02.

20.9K 444 55
                                    

Sebelum kalian baca kisah seru mereka, budayakan Vote terlebih dahulu, yaa!

Xixixixi, thankyou🧡

🕊 ˚✧ ₊˚ʚ♡ɞ ˚₊ ✧ ゚ 🕊

Chup!

Mematung layaknya manekin, Luciana tidak sempat mengelak sodoran bibir dari Hanzel.

"Manis, seperti apa yang aku bayangkan." Hanzel mengusap bibir bawah Luciana dengan lembut.

Saat ada orang lain datang ke arah lorong toilet, Luciana segera sadar. Ia mundur menjauh dari Hanzel.

Matanya berkedip panik, serta napas yang seakan memburu.

Tidak tahu harus berbuat apa, Luciana memilih pergi meninggalkan Hanzel.

Hanzel berjalan menyusul Luciana. Pandangan matanya tak lepas menatap bokong sinral Luciana yang terus bergerak seiring jalannya.

Dia tak henti-henti memuji tubuh Luciana di dalam hati.

Sejak awal datang ke perusahaan ayahnya, Hanzel sudah tertarik dengan Luciana. Hanya saja ia harus menjaga sikap di depan ayahnya, dan memberikan kesan yang bagus terhadap karyawan.

Namun tanpa di duga-duga, keberuntungan itu datang sendirinya. Wanita yang semalam ia temui di aplikasi kencan, ternyata bagian dari salah satu sekertaris ayahnya.

Bibirnya terus tersenyum penuh makna. Karena sebentar lagi, Hanzel memiliki mainan baru.

Sampai di ruangan, Aston dan yang lain sudah memulai acara makan siang.

"Lu, makanlah. Hanzel, duduk di sini," ujar Aston pada Luciana dan juga Hanzel.

Menurut, Luciana berusaha mengabaikan Hanzel.

Mereka duduk berhadapan. Hanzel bersebelah dengan Aston, dan Luciana bersebelahan dengan Feby.

"Lu, nanti sore datang kerumah saya. Ada berkas yang harus kamu bawa dan pelajari untuk besok. Itu tentang berkas proyek di kota Satra."

Mengangguk, Luciana tersenyum kaku kepada Aston.

'Oh, jadi dia salah satu mainan, Daddy?' Kira Hanzel jika Luciana adalah simpanan berkedok sekertaris sang ayah.

Pandangan mata Hanzel dan Luciana beradu. Namun tidak sampai lima detik, sang wanita menunduk takut.

Entah kenapa, Luciana menganggap jika Hanzel bukan pria yang ia pikirkan mengenai sikapnya.

Terlihat jika pria itu semena-mena, asal meremas bokongnya dan menciumnya di tempat umum.

Meremas sendok di genggamannya, Luciana meringis mengingat video apa yang tadi ia kirim kepada pria itu.

Entah apa yang akan terjadi setelah ini.

***

"Kenapa dunia sekecil ini?!"

"Oh, Tuhan .... Kenapa Hanz adalah Hanzel?"

Luciana mengusap bibirnya, mengingat kejadian tadi siang di lorong toilet.

Pria itu dengan lancang mencium bibirnya.

Sibuk dengan pemikirannya sendiri, Luciana tersentak dengan bunyi ponsel. Itu sebuah nada dering panggilan masuk.

Ketika ia melihat layar ponsel miliknya, ternyata Aston yang menghubungi Luciana.

Seketika ia mengingat jika sore ini ia harus datang kerumah sang atasan untuk mengambil berkas penting.

THE PRESSURE OF LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang