Katanya takdir adalah hal yang mengerikan. Terkadang takdir sangat indah dan manis, namun adakalanya takdir begitu jahat. Segalanya telah di atur oleh Tuhan.
Mungkin inikah takdir Ausia Sunny Ellyana?
Ausia Ellyana, gadis kelahiran kota hujan itu memiliki rambut yang panjang berwarna coklat matahari, manik hitamnya yang kelam, kulit kuning Langsat dan tubuh yang langsing tidak terlalu tinggi.
Ausia terlahir sebagai anak tunggal. Ibunya meninggal setelah kelahirannya. Ausia... Tidak pernah melihat wajah ibunya, bahkan di foto sekalipun. Seolah-olah ayahnya menyembunyikan wajah tersebut dari pandangannya.
Ayahnya Farhan Adi Sucipto, pilot pesawat yang sangat-sangat jarang dirumah. Farhan adalah ayah yang tegas, kaku dan emosian. Hidup bersama ayahnya sangatlah menyebalkan bagi Ausia. Tidak ada kehidupan seperti keluarga pada umumnya. Bagi Farhan, hidup dia adalah untuk menerbangkan pesawat seperti impiannya dahulu dan ambisinya.
Untuk apa kita belajar 17 tahun jika hanya menjaga anak? Pikir Farhan singkat.
Menjadi pilot tidak mudah, butuh ilmu dan skill yang bagus. Farhan sudah mencapai titik ini dari hasil kerja kerasnya, untuk apa merelakan kerja kerasnya hanya untuk menjaga anak?
Hidup adalah bekerja.
Bekerja untuk bertahan hidup.
Segalanya harus dipikirkan realistis.
Farhan tidak tau apa yang terjadi tentang anaknya, hanya sekedar basa-basi tentang sekolah. Tidak ada yang lain.
Bukankah Ausia bisa menjaga dirinya sendiri?
Bekerja untuk mencari uang, Farhan melakukan itu demi anaknya agar ia bahagia.
Lagipula uang bisa menyelesaikan segalanya bukan?
•••
Ausia selalu berpikir ayahnya tidak menyayanginya. Gadis itu sudah terbiasa melakukan segalanya sendiri. Ausia berpikir apakah ayahnya tidak bosan terbang selalu? Bagaimana jika mabuk pesawat?
Membayangkannya saja sudah merinding.
Setidaknya ada hal yang ia sukai dari ayahnya. Oleh-oleh tentunya.
Ayahnya selalu pulang malam, namun terkadang dipagi hari Ausia mendapatkan oleh-oleh di meja belajarnya. Oleh-oleh khas kota atau negara yang ayahnya lewati. Setitik perhatian Ausia dapatkan. Mungkin...
Untuk membunuh rasa bosannya Ausia mengikuti latihan Karate di sekolah ataupun di luar sekolah. Ausia juga mengikuti ekskul jurnalistik di sekolahnya. Walau kadang gadis itu tidak bisa menggunakan suku bahasa yang baik dan merangkai kata-kata dengan rapi. Bukan kadang sih tapi selalu.
Bagi Ausia karate adalah hidupnya. Karate yang menemaninya selama 10 tahun ini. Bermula sejak kelas 1 SD, ia merengek-rengek untuk mengikuti karate yang ia tonton dari film "karate kid". Dan terpaksa ayahnya menyetujuinya serta mendaftarkannya.
Karate
Satu kata yang membuat jantung gadis itu berdegup kencang. Seolah-olah keduanya terikat oleh benang merah.
Ausia sudah terbiasa kalah dalam pertandingan kumite. Sudah sangat terbiasa. Kalah tanding kata yang tak asing di kamusnya.
Namun satu kali gadis itu menang, maka ia akan langsung go nasional. Membawa pulang mendali perak di lehernya. Selalu mendali perak atau perunggu. Mungkin mendali emas membencinya.
Atau mungkin usahanya yang kurang besar?
Sekuat apapun Ausia lakukan, gadis itu belum bisa masuk ke dalam timnas karate Indonesia. Mungkin belum rezekinya. Namun semakin sulit didapatkan semakin menyenangkan untuk di jalani. Ambisi yang membara-bara memenuhi tubuhnya.
Jika Ausia mendapatkan mendali emas, ingin rasanya gadis itu menunjukannya pada ayahnya. Mengatakan bahwa Ausia bisa menjaga dirinya. Bahwa Ausia benar-benar berusaha.
Berusaha mendapatkan sepercik atau guyuran perhatian dari ayahnya.
Namun tanpa Ausia sadari, ayahnya sangat membenci karate.
Karate-lah yang telah merenggut mimpi istrinya, ibunya Ausia.
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
Nineteen
Teen FictionTanggal 19 Januari, apa yang Ausia inginkan, harapan, cita-cita, keluarganya dan mimpinya secara tiba-tiba diregut oleh zaman. Semuanya adalah hal yang tak terduga. Takdir telah menentukan segalanya, termasuk kehidupan Ausia. Sejahat itukah takdir...