Setelah mengetuk dua kali, Nara langsung menarik gagang pintu dan mendorongnya tanpa menunggu jawaban. Dia tidak mau berdiam diri di luar koridor yang gelap tersebut lebih lama lagi. Lengan kecilnya memeluk erat guling yang dia bawa dari kamarnya. Dia takut. Jantungnya berdegup dua kali lipat lebih cepat dari biasa.
"Kak...?" Siapa pun pasti dapat dengan mudah mendeteksi rasa takut pada suaranya.
Walaupun kamar tersebut juga gelap, Nara melihat adanya pergerakan dari kasur dan sosok yang tadi tengah tertidur pun menyalakan lampu meja. Dengan adanya sedikit cahaya, Nara akhirnya menghela napas lega. Dapat melihat wajah saudaranya pun dengan mudah berhasil mengurangi rasa takutnya.
Setidaknya, Mahesa ada bersamanya.
"Kok belum tidur, Nar?" tanya Hesa sembari mengusap matanya.
Nara perlahan berjalan mendekati kasur kakaknya sembari terus memeluk gulingnya dengan erat. Dia menatap saudaranya dengan mata memelas dan bibir manyun. "Kebangun. Adek takut balik tidur."
"Kamu besok sekolah loh. Kakak juga."
Nara hanya terdiam, tidak tahu harus membalas apa. Sekolah tidak seseru yang orang lain ceritakan, maka sejujurnya, dia selalu malas pergi. Guru-gurunya banyak yang membosankan. Mendengar sebagian dari cerita Mahesa dan pengalaman-pengalaman menyenangkan dia dengan teman-temannya, Nara ingin segera SMP saja. Barangkali SMP akan lebih asyik dari SD.
"Bolos aja boleh nggak?" cetus Nara, yang membuat Hesa langsung mendelik. "Lagian Mama dan Papa kan lagi di luar kota. Kakak jangan bilang-bilang kalo Adek bolos."
"Kamu sekolah dari pagi sampai siang aja mau bolos?"
"Males, Kak! Sekolah tuh nggak seru. Dan Adek nggak bisa tidur sekarang, jadi udah pasti kesiangan."
Hesa memperhatikan adiknya yang masih berusia 9 tahun itu lama, kemudian menghela napas dalam dan menggeser tubuhnya untuk menyisakan cukup ruang di kasur. Dia menepuk bagian tersebut.
"Sini. Coba tidur," ujarnya.
Nara menautkan alisnya. "Adek cuma bisa balik tidur kalo sama Mama dan Papa."
"Well, mereka lagi nggak ada di sini, kan? Kalo mereka nggak ada, kamu mau lari ke siapa lagi kalo bukan Kakak?"
Benar juga. Nara memang merindukan orang tuanya, namun pekerjaan mereka mengharuskan keduanya untuk sering bepergian ke luar kota. Alhasil sebagian besar waktu, Nara tinggal hanya bersama Mahesa, dan secara tidak langsung, kakaknya itu seolah berperan sebagai sosok orang tua kedua baginya.
Menyadari kegelisahan sang adik, Hesa kemudian berkata, "Yaudah, nggak usah tidur. Kakak temenin kamu aja semaleman. Gimana?"
Setelah menimbang-nimbang sejenak, Nara pun mengangguk. Hesa beranjak dari kasurnya dan menyalakan lampu kamar. Cahaya terang itu sedikit menyilaukan mata. Nara mengangkat tubuhnya untuk duduk di tepi kasur. Di sisi lain, saudaranya tampak sibuk mengobrak-abrik lemari. Tak lama kemudian, lelaki itu menarik keluar kotak berisikan berbagai macam board games.
Senyum lebar terlukis di wajahnya. "Kamu mau main apa?"
Malam itu, Nara dan Hesa menghabiskan waktu mereka bermain beraneka ragam board games. Ketakutan yang sempat Nara rasakan secara perlahan menghilang, digantikan dengan tawa dan hiburan. Hesa pun tampak benar-benar berusaha mengalihkan Nara dari kerinduan dan kesedihan yang dia rasakan karena orang tua mereka yang sedang di luar kota.
Seiring berjalannya waktu, kelopak mata Nara mulai berkedip lebih lambat. Dia berusaha tidak menghiraukannya, namun rasa kantuk menyebar dengan cepat dan tak lama kemudian, dia sudah rebahan di kasur Hesa sembari memeluk gulingnya--tertidur.
![](https://img.wattpad.com/cover/306860588-288-k601839.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
To the Moon and Back [END]
FanfictionSatya adalah putra sulung dan murid yang sempurna. Tidak mengherankan bahwa banyak yang ingin menjadi seberuntung dirinya. Akan tetapi, Narami menyadari ada sesuatu yang Satya sembunyikan saat dia menyaksikan lelaki itu hendak melakukan tindakan men...