PROLOGUE

4.5K 501 53
                                    

Di tengah malam yang gulita, suara-suara kuda memekik--memecah kesunyian. Setiap langkah kaki besarnya yang terayun seolah berkejaran dengan waktu. Sherburne mulai mendekati dini hari kala itu. Jadi kawasan hutan Othello yang biasanya terkenal menyeramkan bagi penduduk Sherburne, menjadi jauh lebih mencekam. Pohon-pohon yang tumbuh di sana besar dan menjulang--jauh lebih tinggi dibanding bayangan penduduk tentang bagian dalam hutan Othello. Konon katanya, di sana adalah tempat tinggal penyihir-penyihir jahat. Raja Dallas membuat mereka terasingkan dari penduduk lain dan mengurung mereka untuk tinggal selamanya di dalam hutan. Tetapi malam ini, ketika gagak menari-menari di antara pekatnya kabut, Emma menuju ke arah sana.

Angin yang berembus saat itu dinginnya bukan main. Rasanya seperti sebilah belati yang mengiris-iris kulit. Emma menggigil, tetapi dia tidak punya pilihan untuk berhenti. Jika para pengawal kerajaan menemukan keberadaannya, maka kecil kemungkinan untuk bertahan hidup. Dia mungkin tidak akan mati di tempat, tetapi begitu dia kembali ke kerajaan dan diseret ke hadapan Raja, dia pasti akan mati.

"TEMUKAN GADIS ITU SECEPATNYA! DAN JANGAN HARAP KALIAN BISA KEMBALI SEBELUM MENEMUKANNYA!!"

"BAIK! SEMUANYA, BERPENCAR!!"

Dari kejauhan, Emma mendengar pengawal kerajaan berseru. Kemudian tak lama setelah itu, suara langkah kaki kuda mulai menyebar. Tak salah lagi, mereka pasti akan mengepung hutan ini. Jadi dengan napas terengah-engah, Emma berhenti berlari. Ia mengamati kegelapan yang berada di sekelilingnya. Tidak ada jalan setapak. Setiap penjuru tempat ini dipenuhi oleh pepohonan. Tetapi apa pun yang terjadi, dia tidak boleh menyerah. Dia harus melewati hutan Othello untuk tiba di bagian selatan Sherburne.

Dulu, Emma pernah dengar bahwa di kawasan selatan Sherburne tak begitu dipedulikan oleh kerajaan. Ketika daerah Sherburne lainnya berkembang pesat dan hidup dalam kemakmuran, daerah selatan menjadi satu-satunya daerah yang tertinggal. Kriminalitas dan kemiskinan di daerah sana tak bisa dikendalikan. Mungkin karena tak ingin repot, pemerintah Sherburne membiarkannya begitu saja. Dengar-dengar, Viscount yang memimpin daerah itu juga sama sekali tak dapat diandalkan. Jadi begitulah, bagian selatan Sherburne sama sekali tak dapat diharapkan.

Rencananya, Emma akan melarikan diri ke sana. Jika dia tak salah mendapatkan informasi, bagian selatan Sherburne juga menjadi pusat pengungsian. Biasanya, budak-budak yang melarikan diri akan menjadikan bagian selatan Sherburne sebagai tujuan utama. Meski rasanya, situasi yang berlangsung saat ini membuat Emma tiba-tiba meragu.

Keadaannya benar-benar gelap. Dia tidak tahu apakah saat ini dia benar-benar berjalan ke arah selatan atau justru ke arah lain. Namun, keraguan itu tak berlangsung lama. Suara langkah kaki kuda terdengar semakin dekat. Kedengarannya pun jauh lebih banyak dari yang tadi ia dengar. Jadi setelah menarik napas panjang, Emma kembali mengayunkan kakinya. Tubuhnya yang ringkih menerobos semak-semak besar. Entah tumbuhan apa saja yang dia terjang barusan. Karena setiap kali dia berhasil melewati semak-semak itu, sekujur tubuhnya terasa perih.

"Ayo, Emma! Sedikit lagi. Kau tidak boleh menyerah! Kau tidak boleh mati!" Sosoknya yang sedang kelelahan itu berteriak begitu keras. Menggaung berulang-ulang kali dalam lorong pikirannya yang dipenuhi kekalutan.

Secara tata letak, Sherburne adalah suatu wilayah agraris di ujung semenanjung Rexton. Sebuah daerah yang terkenal dengan wilahnya yang asri dan makmur. Mayoritas penduduknya adalah petani dan pengembala ternak. Untuk itu, Sherburne menjadi penghasil sayur-mayur dan susu terbesar di Rexton. Namun, itu adalah keadaan Sherburne satu dekade yang lalu. Dalam kurun waktu 10 tahun, Sherburne dilanda kekeringan hebat. Tidak ada sumber air yang dapat masyarakat manfaatkan untuk kepentingan pertanian dan peternakan. Banyak lahan-lahan yang akhirnya kering dan gagal panen. Hal yang sama juga terjadi pada sektor peternakan. Dalam sebulan-dua bulan pertama, keadaan masih dapat dikendalikan dengan membuat sumur resapan dan bendungan-bendungan kecil. Tetapi, tak lama setelah itu, hewan-hewan ternak mulai kekurangan air dan makanan. Mereka berakhir mati, dan pendapatan Sherburne akhirnya dikatakan mati total.

10 tahun hidup dalam masa panceklik, Raja Dallas mendeklarasikan bahwa Sherburne tengah dikutuk. Untuk mencabut kutukan itu, maka raja harus memberikan tumbal. Setiap malam bulan purnama, raja memerintahkan pengawal kerajaan untuk menangkap siapa pun yang hidup sebatang kara. Tidak peduli tua atau muda. Tidak peduli besar atau kecil. Semuanya harus ditumbalkan ketika bulan purnama tiba. Hal tersebut dilakukan bukan tanpa alasan. Ketika mereka mati, tidak akan ada sanak-saudara yang menangisi kematian itu. Raja bilang, itu juga sebagai bentuk belas kasih pada orang-orang yang tak memiliki harapan dan semangat hidup. Padahal bagi Emma, itu tak lebih dari sebuah pembunuhan keji. Bulan lalu, seorang anak berusia 7 tahun berakhir ditumbalkan karena dia adalah sebatang kara. Kedua orangtuanya tewas dalam pembantaian sekelompok kriminal. Jadi begitulah, nasib anak itu harus berakhir mengenaskan.

"ITU DIA!! AKU MELIHAT GADIS ITU! DIA ADA DI SANA!!"

Kontan, Emma terjingkat. Padahal dia sudah berusaha berlari sekuat tenaga, tetapi rasanya itu sia-sia saat pengawal itu berhasil menemukan keberadaannya. Namun, apa pun yang terjadi, Emma tak ingin menyerah. Dia terus berlari, menerobos segala macam bentuk belukar yang menghadang jalannya. Dia bahkan sudah tak peduli dengan badannya yang tercabik-cabik oleh duri. Emma hanya ingin tiba di selatan secepatnya. Dia ingin hidup. Meskipun dia sebatang kara, dia ingin tetap hidup seperti manusia-manusia lainnya.

Sayangnya, Dewi keberuntungan tak berpihak padanya malam itu. Dengan napas terengah-engah dan paru-paru yang terasa seperti terus menyempit, Emma menarik langkah kakinya dengan kuat. Di hadapannya, sebuah jurang menganga lebar. Ketika ia melongok ke bawah, keadaan di sana bahkan jauh lebih gulita. Di tempatnya berdiri, Emma seolah berdiri di jurang kematiannya sendiri. Sementara di langit yang gelap, koloni gagak seperti tertawa terbahak-bahak. Bagus. Ini seperti, ke mana pun Emma pergi, dia pasti akan bertemu dengan kematian.

"Nah, mau lari ke mana kau? Kau tidak bisa ke mana-mana karena di sana adalah jurang."

Sial, pengawal-pengawal kerajaan sudah tiba di belakangnya. Mereka ada 7 orang, dan masing-masing dari mereka datang sambil menunggang kuda. Sekarang, apa yang harus Emma lakukan? Kalau dia memutuskan untuk pasrah dan membiarkan dirinya dibawa pergi oleh para pengawal itu, dia pasti akan mati dijadikan tumbal. Kematiannya di sana takkan memiliki arti apa-apa. Tetapi jika dia terjun ke bawah, dia juga pasti akan mati. Hewan-hewan buas yang ada di bawah sana mungkin sudah menunggunya untuk dijadikan santapan.

"Sudahlah, tidak ada gunanya juga kau hidup. Ayahmu hanyalah seorang baron yang payah. Dia bahkan tidak punya uang untuk merayakan debutantemu. Dia hanya mabuk-mabukan sampai akhir hayatnya. Keberadaanmu juga tak begitu penting bagi orang lain. Jadi percuma saja kalau kau kabur dan membuat perlawanan. Lebih baik kau ikut kami dan--"

"HEI! APA YANG DIA LAKUKAN?!!"

"Dia sungguh menjatuhkan diri?"

"SIAL!! Padahal kita sudah sejauh ini!! Dasar putri baron tak berguna!!"

Tetapi bagi Emma, lebih baik begini. Sekalipun dia harus mati, maka dia akan mati atas kehendaknya sendiri. Bukan mati konyol sebagai tumbal supaya hujan segera datang dan lahan-halan kembali subur. Keadaan ini sudah berlangsung selama hampir 10 tahun. Dan di antara kematian orang-orang yang ditumbalkan itu, tak ada satu pun yang membuahkan hasil. Dewa sepertinya murka dan ingin menghukum rakyat Sherburne.

Dari kejauhan, suara-suara lengkingan kuda itu menjauh. Dengan mata memejam, Emma lega. Setidaknya, dia tidak menjadi korban ritual bodoh itu. Meskipun setibanya di bawah dia akan menjadi segumpal daging yang koyak. Dia tak peduli. Jadi untuk terakhir kalinya, dengan napas yang terembus ringan, Emma membuka mata.

Langit malam yang gelap dan berkabut membentang begitu luas. Gadis itu baru saja akan mengucapkan selamat tinggal pada dunia saat tanpa sengaja, ia melihat sesuatu yang besar terbang melintas di atasnya. Tak lama setelah itu, sosok itu menghilang. Bersamaan dengan tubuhnya yang berdebam di antara bebatuan. Suara debaman memekak keheningan malam. Sehari sebelum malam bulan purnama, darah segar berhamburan.

Emma Odelia Phillip, tewas mengenaskan di dasar jurang yang gelap.

***

The Story from Sherburne (ON HOLD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang