02

771 55 17
                                    

3 hari telah berlalu dan mark masih saja mengurung diri di kamarnya. Ia benar-benar sudah tak peduli lagi dengan teriakan sang ayah. Matanya sembab karna menangis sepanjang waktu, juga penampilannya yang sangat acak-acakan sekarang.

Mark beranjak dari tempat tidurnya lalu bercermin. Tak lama air mata mulai menetes lagi di kedua pipinya. Harapan satu-satunya yang sangat menyakitkan. Apakah ia sebodoh itu sampai tidak mengetahui hal yang dilakukan oleh dokter jo adalah Inseminasi Buatan. Mark langsung menangis sejadi-jadinya ketika mengingat dengan jelas. Cairan yang disuntikkan ke rahimnya itu adalah sperma milik jeno, pria dengan tatapan pembunuh. Bukan obat penghilang rahim atau apapun itu. Mark sangat membenci dokter jo apalagi jeno.

TOK.. TOK.. TOK..

"APA KAU TAK BISA SEHARI SAJA TENANG ANAK SIALAN!" Bukanya berhenti tangisan mark malah semakin kencang. Dia kecewa dengan dirinya dan keadaan.
"BRENGSEK" Teriak ayahnya yang mulai mendobrak pintu kamar mark. Ibunya hanya terdiam dan sedikit iba saat mendengar tangisan pilu mark akhir-akhir ini. Kaka perempuannya pun langsung memeluk sang ibu juga kedua adiknya. Hingga pintu kamar pun terbuka. Mereka kaget bukan main saat melihat banyak testpack kehamilan yang berserakan di lantai. Mark menghabiskan 2 box testpack untuk memastikan kalo dokter jo itu cuman bercanda, tapi sialnya itu nyata.

Ibunya mengambil salah satu testpack milik mark.
"Positif? A-aapa kau h-hhamil mark?" Air mata tak bisa dibendung lagi oleh sang ibu hingga air mata itu pun pecah saat mark menganggukkan kepalanya.
"JALANG SIALAN SIAPA YANG MENGHAMILI MU BRENGSEK??" Mark memejamkan matanya bersiap untuk menerima pukulan lagi, toh ia sudah sering juga. Jadi tak ada yang perlu ditakutkan bukan, pikirnya.

Ayahnya terus saja memukuli mark dan yang lain hanya menangis menonton aksi dari kepala keluarga tersebut. Memang sudah sepatutnya mark mendapatkan perlakuan seperti ini, tapi apa takdir sudah tertulis bahwa ia akan mati sekarang?. Bahkan ayahnya mengambil tongkat golf dan memukul bagian pantat mark.
"APA DISINI? KAU MENGGODA PARA LELAKI HIDUNG BELANG DASAR JALANG MURAHAN" Mark sudah tak tahan lagi, pusing kini menderanya dan tubuhnya oleng. Penglihatannya mulai samar-samar tak jelas. Ia pun tersenyum karna pada akhirnya semua penderitaannya telah usai. Hingga semuanya benar-benar gelap dan teriakan dari sang ayah juga jeritan ibunya tak lagi terdengar.

.

"Adikmu sekarang menolaknya dan dia lebih menerima tawaran dari ayah" Situasi yang sangat ingin jeno hilangkan dari kehidupannya. Kenapa sialan eric malah berkhianat dan melupakan janjinya.
Eric Lee, kembaran jeno yang berstatus sebagai adik. Jeno mengepalkan kedua tangannya, dia sungguh sangat marah. Tapi ekspresinya tetap datar dan hanya melirik Lee Donghae, ayahnya.

"Apa anda tidak malu, memungut lagi sampah yang sudah dibuang?" Donghae tersenyum dengan jawaban putra sulungnya ini.
"Atsea yang memungut sampah itu, bukan ayah" Situasi semakin memanas karna keduanya sama-sama keras.

Tiba-tiba ponselnya berbunyi dan itu telepon dari dokter jo. Ia mengangkatnya dengan ekspresinya datar. Tanpa basa basi jeno meninggalkan ruang kerja sang ayah dan pergi menuju Habors Hospital Adelaide.

"Ikuti dia!" Perintah donghae kepada salah satu pria berjas hitam yang bersembunyi dibalik tembok rahasia. Mungkin jeno berpikir dialah paling cerdik, tapi kecerdikan itu tidak akan menurun bila tidak ada dirinya. Lee donghae tersenyum lalu menatap foto mark lee "Semakin menarik".

Jeno memacu mobilnya sangat cepat. Dengan keahliannya yang selalu mengejar target dan menghindari target. Dia mampu menembus jalanan Kota Adelaide yang sangat padat dengan sangat mudah.

.

Disisi lain mark sedang dirawat secara intensif oleh dokter jo dan belum siuman. Eric menunggunya diluar dengan cemas. Sudah 3 hari mark tak ada di restoran dan ia benar-benar sangat khawatir. Bahkan eric sampai menanyakan alamat rumah mark kepada yeosang temannya. Bertapa terkejutnya eric saat menemukan mark sudah tak sadarkan diri di teras rumahnya. Banyak sekali pertanyaan yang memenuhi pikiran eric saat ini. Bahkan keadaan mark sangat memperihatinkan dengan banyaknya luka di bagian kakinya.
"Mark aku harap kau baik-baik saja" Lirih eric yang selalu menatap pintu ruangan dokter jo.

Accept Me [NoMark]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang