03

8 3 2
                                    

Merindu pada masa kala senyumku begitu mama jaga, rengekanku yang ia usahakan tak pernah ada, sakit yang selalu ia minta jauh-jauh dari aku tuan putri mama.

Kini, aku tumbuh dewasa mengikuti jalan berliku tak kenali arahnya, berbekal doa mama yang bertambah satu-satu tiap malamnya. Di hadapan cermin pukul lima, aku menemukan seorang aku dengan banyak bekas luka. Walau jahitan paling sempurna dirancang oleh doa mama. Namun yang menganga tak selalu bisa kuberi tahu ia, sebab dewasa adalah aku—malu kalau harus merepotkannya dengan sakit-sakit biasa anak muda.

Aku merindu pada aku yang damai kapan saja, yang dipeluk mama setiap kali petir menggaung-gaung tak kenali waktunya. Yang dibelai mama tiap kali susah tidur tiap malamnya. Yang disuapi tiap pagi sebelum berkelana, yang disisir dengan suka cita tiap kali rambutku terurai tak kenali rapinya.

Aku merindu kala menjadi aku begitu dicita, ketika pintaku selalu menjadi nyata, ketika senyum tak hirap dari rupaku yang mama anggap paling jelita.

Aku merindu tiap-tiap detik yang kujalani bersama mama, sebab kini langkah dewasa menjauhkanku darinya. Tetapi sabar dulu ya ma—di sini aku memperjuangkan segala yang kubisa—untuk bahagiamu yang paling layak di masa tua.

-malang, maret 2024.

Tentang MamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang