Happy Reading
Di sana. Di tempat dimana Novan tadi kepergok sedang bersama Dhira alih-alih bersama Tirta seperti yang dia katakan kepada Ara. Dan masih di tempatnya duduk, Novan secara spontan berdiri, menatap luar jendela. Seperti mencari-cari keberadaan gadis itu. Namun nihil. Novan sama sekali tidak menemukan keberadaan sang pacar di sana.
Novan tidak berbohong bahwa dia sedang ngopi bareng Tirta. Keberadaan Dhira disini itu karena gadis itu bekerja dan ketepatan Tirta sedang ke toilet. Jadi kelihatannya Novan sedang berdua dengan Dhira. Padahal, Dhira hanya duduk sebentar dan menyapa dirinya yang hanya seorang diri.
“Gue cabut duluan,” pamitnya tepat ketika Tirta keluar dari toilet dan sedang menuju ke arah mereka berdua. Novan takut. Takut, jika kejadian dimana Ara mengajaknya putus harus terulang kembali.
Dhira mengerutkan keningnya ketika mendapati betapa paniknya raut wajah Novan. Gadis itu sedikit menahan langkah Novan yang begitu tergesa-gesa hendak pergi meninggalkan café.
“Kenapa, Van? Ada apa?” tanyanya mencekal lengan pria yang wajahnya sudah panik bukan main.
Novan menggeleng sejenak sebelum menjawab. “Nggam ada apa-apa,” katanya yang kembali berusaha melepaskan cekalan tangan Dhira.
Namun Dhira bukanlah orang yang mampu melepaskan sesuatu tanpa jawaban yang pasti. Apalagi ini adalah sosok Novan. Sosok yang memiliki tempat spesial di hatinya. Meskipun pemilik hati tidak menyadarinya.
“Kenapa?” Tanya Dhira lagi, mempertegas kembali pertanyaannya yang barusan tidak mendapat jawaban.
“Ara tadi ada disini. Dan dia salah paham. Dia ngiranya gue lagi jalan sama lo..” Jawabnya jelas. Hal itu sontak membuat tangan Dhira terasa lemas sampai akhirnya cekalan tangannya pada lengan pria itu terlepas dengan sendirinya.
Ketika cekalan tangan Dhira sudah mulai melonggar. Novan segera beranjak dari sana. Menyusul keberadaan Ara yang entah dimana, Novan tidak tahu.
Tirta yang masih berada di dalam café menatap nyalang gadis yang menatap kepergian Novan dengan begitu lekat. Tirta menghembuskan napas tenangnya. Dari raut wajah yang Novan tampilkan, Tirta jelas tahu bahwa Novan sangat takut dan khawatir Ara akan berpikir yang tidak-tidak. Tirta tahu itu. Maka dengan cepat, Tirta membantu Novan dengan cara menghubungi nomor Ara. Namun nihil. Bukan suara Ara yang Tirta dengar melainkan suara mbak-mbak operator yang senantiasa selalu berbunyi ketika si pemilik ponsel tidak menjawab panggilan tersebut.
Disana, Tirta kembali menhembuskan napasnya. Bedanya, hembusan yang kali ini terdengar seperti helaan napas lelah. Lelah melihat tingkah laku gadis yang sedang berdiri tidak jauh darinya. Dan mendengar bagaimana Tirta membuang napasnya membuat Dhira membalikkan tubuhnya menatap pria itu. Dhira lupa bahwa masih ada Tirta di sana.
Tepat ketika Dhira membalikkan badannya, Tirta menatap dingin wajah gadis itu. seolah Tirta mempertegas bahwa hubungan antara dia dan Dhira tidak lain adalah sebagai sosok yang saling membenci. Tirta memang sangat membenci manusia yang selalu merusak apa yang menjadi milik orang lain. Dan itu terjadi antara dirinya dan Dhira.
“Masalah apa lagi yang kali ini lo buat?” pertanyaan dengan nada datar dan terkesan dingin itu akhirnya muncul dari mulut sadis Tirta. Memang. Jika berhadapan dengan Dhira, Tirta bak iblis jahat yang tidak memiliki hati nurani sedikit pun.
“Emang gue pernah buat masalah?” Pernyataan bak pertanyaan itu membuat Tirta mendengkus, tanda tidak suka. Gadis dihadapannya ini benar-benar sudah gila. Pikirnya.
“Postingan lo yang selalu bikin masalah. Tujuan lo apa bikin Novan sama Keeara berantem terus?”
Kali ini, Dhira yang memasang senyum miringnya. “Putus.”
KAMU SEDANG MEMBACA
LARA
General FictionKeeara selalu bingung dengan segala hal yang ada di dalam hubungan percintaannya dengan sosok Novan Trihadinata. Dimana sosok pria yang menjabat sebagai pacarnya itu malah lebih memperhatikan Dhira--sosok gadis yang dia gadang-gadang sebagai sahabat...