Dua puluh tiga

381 47 11
                                    

Bandung dengan hujan adalah kombinasi yang apik. Meski di beberapa wilayah harus menderita kebanjiran, namun di sisi yang lain justru akan sangat syahdu. Yuri sedang duduk di sebuah kafe, sendiri saja, berkutat dengan pekerjaan yang rasanya tak kunjung habis. Segelas kopi hitam yang seharusnya panas, nampak tak mengepulkan asapnya lagi. Udara dingin akibat hujan yang sejak pagi mengguyur membuat kopi itu menjadi lebih cepat dingin.

Yuri bersandar sebentar pada sandaran kursi tempat ia duduk sekarang. Lehernya terasa sakit. Matanya pun nampak lelah. Tangannya kini mengurut pelan pangkal hidungnya, berusaha mengurangi rasa pening yang mendera akibat terlalu lelah. Namun, hal itu harus ia hentikan saat dering teleponnya berbunyi.

"Halo.."

Yuri nampak menegang. Apapun yang dikatakan orang di seberang sana, itu pasti hal yang cukup mengejutkan bagi Yuri.

"Saya ke Jakarta malam ini,"

...

"Baik, sampai jumpa di Jakarta Pak Jeon,"

Yuri segera mematikan sambungan teleponnya dan langsung mengemasi barang-barangnya. Biarlah pekerjaannya akan terbengkalai sementara ini, rasanya urusannya di Jakarta jauh lebih penting.

***


Rose dan Jimin berjalan memasuki kantin dengan kepala yang terus menoleh ke kanan dan ke kiri, seperti sedang mencari sesuatu.

"Itu... Kak Jeonghan kan?" Rose berdiri mematung di dekat pintu kantin. Untuk pertama kalinya, selama ia menjadi siswi SMA, akhirnya ia bisa melihat senyum bahkan tawa kakak kelasnya yang terdengar sangat dingin itu.

Jimin yang mendengar pertanyaan Rose, ikut mengarahkan pandangannya pada apa yang Rose tunjuk. Kini, Jimin pun takjub.

Setelah hampir tiga tahun ia mengenal Jeonghan, ini adalah pertama kalinya ia melihat Jeonghan tertawa selepas itu. Tatapan Jeonghan pada siapa pun yang ada di depannya kini terlihat sangat teduh, penuh kasih sayang. Mata itu penuh cinta. Jeonghan jatuh cinta.

"Yang di depan Jeonghan itu Lisa?" akhirnya Jimin membuka suaranya.

"Kita samperin deh" putus Rose sambil menarik lengan kekasihnya untuk mendekat ke arah Jeonghan dan Lisa.

"Hai..?" sapa Rose sedikit ragu.

Lisa yang melihat Rose dan Jimin pun tersenyum menyambut kedatangan sahabatnya itu. Bagitu pula dengan Jeonghan yang mendadak tersenyum tipis. Wajahnya tak secerah sebelumnya. Bukan karena Jeonghan tak suka, namun ia hanya gugup. Selama ini, ia sudah terbiasa untuk tak menjalin komunikasi terhadap siapa pun. Ini adalah pertama kalinya ia beramah tamah selain dengan Lisa dan keluarganya.

"Kita boleh gabung?" Rose melanjutkan pertanyaannya. Ia ragu karena Jeonghan mendadak dingin kembali.

Lisa menatap Jeonghan, berusaha meminta persetujuan. Dan Jeonghan mengangguk tanda setuju.

"Duduk, Se.." ucap Lisa setelah mendapat anggukan dari Jeonghan.

"Kak, kenalin ini Rose temen sebangku aku.." ucap Lisa setelah Rose duduk di sampingnya, "dia ini sahabat pertama aku di Jakarta.." tambahnya.

"Dan ini, Kak Jimin, pacar Rose.." ucap Lisa setelah Jeonghan dan Rose saling tersenyum sambil mengangguk tanda kesopanan.

"Yahh.. Sebenarnya kita sekelas sih.." ucap Jimin sambil tersenyum kaku.

Jeonghan pun tertawa, "Iya, gue tahu kok.." ia menepuk pundak Jimin perlahan, "Sorry kalo selama ini gue terlalu ansos," Jeonghan kembali tersenyum ramah.

Jimin terpukau. Jadi Jeonghan bisa seramah ini? Ia menatap Lisa takjub, bagaimana bisa Lisa merubah Jeonghan sedemikian besarnya? Jimin bertanya-tanya di dalam hati.

Senja (Lisa & Jeonghan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang