Dua puluh

295 41 18
                                    

Brakk...

Si tua Yoon menggebrak meja di hadapannya. Wajahnya nampak sangat kesal hingga memerah. Kedua tangannya mengepal hingga uratnya menonjol menyeramkan.

"Sialan..." Ia menggeram lirih, "anak tak tahu diuntung itu.." emosinya semakin memuncak.

Pintu ruang kerja itu terbuka meski sebelumnya tak terdengar suara ketukan. Pak tua Yoon jadi bisa menebak siapa yang masuk ke ruangannya.

"Aku sedang tidak ingin berdebat.." ucapnya terdengar lelah. Ia mendudukkan dirinya dan mengurut pangkal hidungnya, berusaha meredakan pening yang kini menghantamnya.

Seolah tak mendengar apa yang dikatakan suaminya, sang nyonya malah ikut mendudukkan dirinya di hadapan suaminya.

"Aku akan membuat laporan polisi atas penculikan anak,"

Pak tua Yoon kini tak dapat menahan emosinya lagi. Wajahnya yang tampak lelah, kini memerah penuh emosi. Ia sungguh tak tahan dengan kebodohan yang ada di hadapannya kini.

"Kau ini tolol atau apa?!" Pak tua Yoon tak tahan untuk tak memaki, "Jika kau ingin melompat ke jurang, jangan seret aku dalam kebodohanmu itu!" hardiknya kesal. Bagaimana ia bisa memiliki istri setolol ini?! Nampaknya ia harus memikirkan ulang kelangsungan kehidupan pernikahannya.

Merasa tak terima atas ucapan suaminya, Nyonya Yoon pun semakin berang, "Memangnya kau punya usul yang lebih baik?" Tangannya kini terangkat, menuding suaminya. Ia sudah tak peduli dengan etikanya sebagai istri, "Aku ibunya, aku berhak membawanya pulang! Bahkan hukum tak bisa menghalangi hakku atas anak kandungku sendiri!" Teriaknya memenuhi ruang kerja Si tua Yoon.

Pak tua Yoon yang merasa tak bisa menghadapi kebodohan sang istri pun beranjak meninggalkan ruangan itu. Ia membanting pintunya sebagai pelampiasan rasa kesal di hatinya. Sedangkan sang istri hanya bisa mengerang kesetanan. Rasa marah dan putus asa membuatnya tak bisa berpikir akan apapun. Bukankah hidup sangat tak adil terhadapnya?

***


"Han, ini gapapa kalo semisal lo ga lulus SMA?"

"Hah?!" Jeonghan bingung dengan pertanyaan random dari Lisa.

Kini mereka sedang duduk santai di kediaman keluarga Hong. Jam sudah mendekati waktu makan siang, Mama Hong jadi memaksa mereka berdua untuk tinggal lebih lama dan pulang setelah makan siang.

"Yaa abisnya lo bolos mulu perasaan," ucap Lisa menaikan kedua bahunya.

"Emangnya gue yang mau?" jawab Jeonghan sambil mengerling sinis.

"Hehe.." Lisa malah tertawa tanpa merasa bersalah, "tinggal kelas aja gak apa-apa. Gue masih pengen lama-lama bareng sama lu.." ucap Lisa serius.

Jika biasanya Jeonghan akan langsung meledek Lisa habis-habisan, namun kali ini ia terdiam. Jeonghan terkejut dengan keterbukaan Lisa. Hatinya berdebar cukup kencang. Ia menjadi salah tingkah.

"Heh.. Merah banget muka luu.. Hahaha.." Lisa tertawa dengan wajah tanpa dosa. Sepertinya Lisa tak sadar atas ucapannya sebelum ini. Jeonghan jadi mendengus kesal.

"Tapi, beneran deh, nanti kalo lo udah mau kuliah, tetep ambil kampus yang deket gue ya.." Lisa sungguh-sungguh merasa tak ingin jauh.

"Iya cil.. Gue gak pergi jauh-jauh kok.." Jeonghan tertawa melihat puppy eyes yang Lisa suguhkan, "jelek ih.." tangannya mengusap wajah Lisa sambil terus tertawa.

"Jeonghan ihh..!" protes Lisa sambil memukul lengan Jeonghan karena tak terima wajahnya diusap kasar begitu.

"Lisa...." suara Yuri mendistraksi obrolan Jeonghan dan Lisa. Nampak sang tante yang tergopoh-gopoh mendekat ke keponakan cantiknya.

Senja (Lisa & Jeonghan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang