-3-

1.5K 221 23
                                    

Hari sudah memasuki waktu siang, Kara melenguh di atas kasur empuk dan hangat, ia mengerjapkan kelopak matanya mencoba menyesuaikan cahaya yang masuk kedalam retinanya, tangan yang terkepal miliknya menggosok matanya yang sedikit memburam karena terlalu lama tidur.

Bocah itu menguap sembari meneliti tempat apa ini, dan di mana dia sekarang? Yang terakhir kali ia ingat adalah melihat Papanya.

Dia mau panik sebenarnya, sebab ia tak tahu tempat apa ini tapi ia terlalu malas dan lebih memilih merebahkan kembali tubuh kecilnya di kasur empuk itu.

Berguling, tengkurap, ia lakukan berkali-kali karena merasa bosan.

Ceklek...

Tap

Tap

Tap..

Suara pintu terbuka dan langkah kaki membuatnya berhenti dari kegiatannya, lalu melihat sang oknum yang baru saja masuk menuju sisi kasurnya.

" Sudah bangun? " Tanya pria itu.

" Eum.. " balas Kara sekenanya, ia menatap lurus wajah pria yang mirip mendiang Papanya itu.

" Papa.. " lirih Kara tak menyadari matanya sudah berkaca-kaca.

Pria paruh baya tersebut menyendu, ia merentangkan tangannya bermaksud ingin anak itu masuk ke dalam pelukannya.

" Kemari " panggilnya, dan tak lama pelukannya terasa terisi oleh anak yang bernama Kara itu.

Kara menenggelamkan wajahnya di dada bidang yang terasa hangat itu, sudah lama dia tidak merasakannya.

Pria yang lebih tua menepuk pelan punggung sempit milik anak yang di peluknya, mencoba menenangkan dan menguatkan karena merasa baju bagian depannya terasa basah, ia yakin anak ini menangis tanpa suara.

" Sst tidak apa-apa, jangan menangis hm? " Bujuknya sembari menimang-nimang Kara yang masih belum ingin menunjukkan wajahnya.

Setelah beberapa waktu Kara berhenti menangis dan mulai mengangkat wajahnya yang terlihat sembab. Mata, hidung, bahkan pipinya sudah memerah.

" Maaf Uncle.." Kara meminta maaf karena merasa dirinya merepotkan.

" Tak apa, sudah lebih baik? " Tanya pria setengah matang itu memastikan, dan anggukan pelan ia terima sebagai jawaban.

" Tulun uncle, Kala belat." Pinta Kara dengan mengayun-ayunkan dan menggeliatkan tubuh kecilnya.

Pria itu menurunkan Kara di atas kasur empuk dan mendudukkannya, ia berniat mengintrogasi sekarang.

" Ini dimana uncle? Kala mau pulang, loti Kala mana? " Tanya Kara tanpa jeda seraya menatap pria yang duduk di kursi menghadap dirinya.

Pria itu mendatar, roti lagi roti lagi. Apa pikiran anak ini hanya tentang roti?

" Lupakan itu, mulai sekarang kau berhenti bekerja. Dan ini adalah rumahku." Jelas pria itu tegas.

Bibir Kara maju sesenti dengan alis menukik kebawah, pertanda ia kesal dan bingung dengan jawaban pria didepannya.

" Kenapa begitu?! Kala dapat uang dali jual loti uncle! Kalau belenti kelja uang Kala bisa habiss tidak bisa beli makan lagii " Pekik Kara menggebu-gebu.

Pria tersebut menghela nafas panjang, ia mencoba menjelaskan tujuan dan keinginannya pada anak ini.

" Dengar, sejak pertama kali melihatmu aku sudah tertarik padamu, aku berniat mengadopsi mu sebagai anakku. Kau bisa meminta apapun padaku, tak perlu bekerja lagi, kau masih kecil." Jelasnya singkat tapi jelas.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 14 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ASKARA BERYLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang