Bab 2. Harapan Yang Pupus

436 47 2
                                    

Jam telah menunjukkan pukul 2 dini hari, tapi entah mengapa kedua netra Jaehyuk tak juga kunjung memejam. Jaehyuk hanya terus menggulingkan badan ke kanan dan ke kiri untuk menghabiskan detik demi detik yang terlewat. Sesekali, ia juga akan menghabiskan waktu dengan menatap lamat-lamat pada sosok Jeongwoo yang kini tengah terbaring pulas di sampingnya.

Mereka tidur satu ranjang ? YA !

Sudah di katakan, meski keduanya menikah karena sebuah perjodohan, Jeongwoo bukanlah tipe suami kejam seperti di drama-drama yang mengharuskan sang istri untuk tidur di kamar yang berbeda. Tidak, Jeongwoo tidak setega itu. Bahkan sejak malam pertama hingga malam hari ini, Jaehyuk selalu merebahkan diri di ranjang yang sama dengan seorang Park Jeongwoo.

Meski lagi-lagi, Jeongwoo tidak akan memeluknya meskipun keduanya baru saja selesai bercinta. Ah bercinta, itupun mungkin baru mereka lakukan sebanyak 5 kali dalam 3 bulan terakhir. Jeongwoo terlalu fokus dengan pekerjaan, dan seringkali lelah karena itu, dan Jaehyuk sama sekali tidak ingin menginterupsinya. Bisa melihat wajah tampan dan damai Jeongwoo setiap tidur saja sudah membuat jantung Jaehyuk berdebar kencang.

"Kau tahu, kau sangat tampan Jeongwoo-ya. Rasanya tidak rela untuk membagimu dengan yang lain." Lirih Jaehyuk dengan senyum tipis yang terulas di bibir cantiknya. Matanya berbinar senang, pipinya merona merah dan bibirnya ia gigit gemas setiap kali memuja ketampanan seorang Park Jeongwoo. Ah, di saat-saat seperti ini Jaehyuk ingin sekali membanggakan dirinya pada dunia. Karena di antara banyaknya wanita dan submissive yang ada, justru dirinyalah yang berkesempatan untuk bersanding dengan seorang Park Jeongwoo.

Sraakk /

Jaehyuk mendudukkan dirinya. Ia merasa bahwa menikmati udara segar di balkon selama beberapa saat mungkin saja dapat memancing rasa kantuknya. Tapi, baru juga Jaehyuk berniat untuk beranjak dari atas kasur, lengannya sudah lebih dulu di tahan oleh Jeongwoo yang sepertinya terbangun oleh deritan ranjang.

"Mau kemana ?"tanya Jeongwoo dengan ekspresi datarnya. Ekspresi yang sudah sangat biasa di lihat oleh Jaehyuk. Dulu, di awal pernikahan, ekspresi semacam itu akan membuat Jaehyuk mengira bahwa ia telah membuat kesalahan atau membuat Jeongwoo tak senang. Tapi setelah satu tahun bersama, Jaehyuk paham bahwa itulah Jeongwoo. Yang dingin dan minim ekspresi, tapi sebenarnya ia peduli.

"Ouh, aku membangunkanmu ? Maaf. Hanya ingin ke balkon sebentar. Mencari udara segar karena aku tidak bisa tidur." Jawab Jaehyuk yang lantas membuat Jeongwoo melirik ke arah jam besar di dinding kamar.

"Pukul dua pagi. Jangan ke balkon, udaranya akan membuatmu sakit. Di sini saja." Larang Jeongwoo sembari meminta Jaehyuk untuk bersandar di headboard ranjang.

Jaehyuk kira, Jeongwoo hanya akan melarang dan kembali tidur. Tapi pria itu justru beranjak dari kasur. Pergi keluar dari kamar dan kembali beberapa menit kemudian dengan segelas susu coklat hangat. Menyerahkan susu itu pada Jaehyuk yang kini tak bisa menahan diri untuk tidak berteriak kesenangan di dalam hati.

Lihat, bagaimana Jaehyuk tidak berakhir jatuh cinta pada Jeongwoo. Pria itu hanya dingin di luar. Tapi ia selalu memberikan apa yang Jaehyuk butuhkan tanpa Jaehyuk memintanya. Pernah suatu kali, Jaehyuk merasa begitu kesepian karena selalu berada sendirian di rumah besar yang keduanya tempati saat ini, di tambah kesibukan Jeongwoo yang seringkali pulang larut malam membuat Jaehyuk yang tidak melakukan apapun karena semuanya telah di kerjakan oleh Maid pun hampir mati kebosanan karena tak ada hal yang bisa ia kerjakan. Jeongwoo yang menyadari hal itupun lantas menawari Jaehyuk untuk membuat sesuatu yang mungkin bisa mengisi hari-hari Jaehyuk.

Dan walaa....sebuah toko bunga pun berdiri. Toko bunga yang kini di kelola dengan sangat baik oleh Jaehyuk hingga berkembang dengan begitu pesat dan memiliki pelanggan dari kelas corporate. Dengan 5 orang karyawan yang selalu berjaga, Jaehyuk tak pernah lagi merasa kesepian. Ia akan menghabiskan hari di toko bunga sampai malam tiba dan Jeongwoo akan menjemputnya untuk kembali ke rumah bersama. Dan mungkin karena kebersamaan itulah, lambat laun keduanya menjadi sedikit demi sedikit mulai terbuka. Ya, meskipun di mata pasangan lainnya  mungkin keduanya masih terlihat canggung dan dingin.

"Kenapa tidak bisa tidur ? Apa karena permintaan Appa tadi sewaktu makan malam ?"tanya Jeongwoo sesaat setelah dirinya mendudukkan diri di samping Jaehyuk. Menolehkan wajahnya untuk melihat senyum kecil Jaehyuk yang hampir tidak pernah luntur setiap kali berinteraksi dengan dirinya.

Kadang, senyum sederhana berbalut ketulusan itu bahkan sampai membuat Jeongwoo heran. Heran karena Jaehyuk selalu tak pernah memperlihatkan kesedihannya. Padahal, para kolega bisnisnya seringkali mengadu akan istri-istri mereka yang seringkali marah, mengeluh atau pun mengalami mood swing. Tapi Jaehyuk, Jeongwoo hampir belum pernah melihat hal-hal semacam itu dari sang istri. Jaehyuk sangat pengertian dan terlalu sangat pengertian.

"Ah, tidak. Hari ini toko sengaja tidak menerima reservasi karena salah satu karyawan berulang tahun. Jadi seharian ini aku hanya bersenang-senang saja di toko untuk merayakan ulang tahun. Mungkin karena tidak terlalu lelah, jadi tidak terlalu mengantuk."terang Jaehyuk yang lantas diangguki oleh Jeongwoo. Sebenarnya ia tahu bahwa bukan itu penyebab utama dari Jaehyuk yang kesulitan tidur. Tapi karena sang empunya telah mengakui begitu, Jeongwoo memilih untuk mengiyakan saja jawaban yang Jaehyuk utarakan.

"Baguslah, permintaan konyol semacam itu memang tidak sepatutnya terlalu di pikirkan." Jawab Jeongwoo sembari kembali membaringkan diri di ranjang.  mencari posisi yang nyaman untuk kembali memejamkan mata.

"Habiskan susumu dan tidurlah. Jangan tidur terlalu larut karena aku akan membawamu ke dokter Song setelah makan siang."pesan Jeongwoo pada Jaehyuk.

"Em, tentu. Aku akan tidur setelah ini."jawab Jaehyuk yang tak lagi disahuti oleh Jeongwoo karena sang namja Park telah lebih dulu terlelap. Ah, esok hari. Jaehyuk berharap Jeongwoo tidak akan berubah setelah mendengar fakta yang terjadi. Karena di dunia ini, hanya Jeongwoo yang ia miliki. Tanpa suaminya itu, Jaehyuk tidak akan lagi memiliki tempat untuk kembali.

******

Tik Tok Tik Tok

Hening di dalam mobil. Sangking heningnya, Jaehyuk bahkan bisa mendengar bunyi detak dari jam tangan yang tengah ia kenakan. Jaehyuk terdiam, tak berani untuk memulai pembicaraan. Ia merasa bahwa di posisi dan kondisinya saat ini, ia sangat amat tak layak untuk memulai pembicaraan. Sekalipun ia sangat ingin, Jaehyuk sangat ingin melontarkan kata-kata penenang untuk Jeongwoo yang kini tengah memijit kepalanya penuh rasa frustasi. Jaehyuk, sangat ingin meraih tubuh kokoh itu dan menariknya ke dalam dekapan.

"Tidak ada harapan. Kita tidak bisa melakukan program kehamilan."ucap Jeongwoo setelah sekian lama. Memecah keheningan dan memancing wajah ayu Jaehyuk untuk menoleh ke arah sang suami. Menatap dengan rasa sesak di dada.

Jika ini adalah hubungan suami-istri yang normal, Jaehyuk mungkin akan berteriak pada Jeongwoo bahwa ia juga kecewa setelah mendengar fakta dari dokter Song bahwa rahimnya tak cukup kuat untuk melakukan program kehamilan selama dua hari berturut-turut. Rasanya Jaehyuk juga ingin marah kepada dirinya sendiri. Tapi, apa gunanya itu. Apa gunanya merasa pesimis dan berakhir merutuki kehendak sang pencipta yang memang belum mengijinkan Keduanya memiliki putra.

"Tapi Dokter bilang kita masih bisa melakukannya secara alami, Jeongwo-ya."sahut Jaehyuk dengan suara yang terdengar begitu pelan. Ada rasa takut sekaligus malu saat ia mengatakan hal itu. Takut jika Jeongwoo mengira yang tidak-tidak kepadanya, takut Jeongwoo mengira bahwa ia tengah mencoba memanfaatkan keadaan untuk merayu sang namja Park. Tapi, bukankah hubungan intim antar suami-istri adalah wajar ? Sudah seharusnya mereka melakukan hal itu se-intense yang mereka bisa.

"Kita sudah melakukannya beberapa kali dan gagal. Mungkin karena peluangnya memang sedikit." Ucap Jeongwoo lagi. Pria itu mungkin tidak bermaksud menyakiti dan hanya berbicara realita. Tanpa sadar bahwa kalimat itu bukanlah kalimat yang Jaehyuk butuhkan untuk saat ini.

"Maaf. Maafkan aku."balas Jaehyuk yang seketika membuat Jeongwoo terdiam. Tersadar bahwa ucapannya membuat Jaehyuk merasa bersalah.

"Ini salahku. Jika kamu sangat takut gagal untuk mendapatkan jabatan di SHINHWA, kamu bisa menerima persyaratannya."lirih Jaehyuk dengan wajah yang menunduk dalam. Jeongwoo bahkan tahu Jaehyuk menggigit bibir dalamnya untuk menahan tangisan yang kini membuat kedua matanya memerah dan berkaca-kaca.

"Ck, Jangan menyarankan sesuatu yang tidak masuk akal, Yoon. Jangan menjadi seperti Appa."Balas Jeongwoo yang setelahnya langsung menginjak pedal gas mobil. Membawa Jaehyuk kembali ke rumah sebelum ia  kembali ke kantor untuk meeting malam.

RENEGADES || JEONGJAE (PDF)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang