ERLANGGA [16]

3.1K 160 11
                                    

Tandai kalo typo (*´▽')ノ

Setibanya di depan mansion, motor berhenti perlahan. Langga turun, menyerahkan helm tanpa sepatah kata, dan melangkah masuk ke halaman luas yang dikelilingi taman rapi. Biasanya, pulang ke rumah memberikan rasa nyaman, tetapi kali ini semuanya terasa berbeda. Dengan langkah berat, ia memasuki lorong panjang dengan lantai marmer dingin, melewati lukisan-lukisan besar yang terpajang di dinding seperti saksi bisu dari kegelisahannya.

Tas sekolahnya masih tergantung di pundak, sengaja dibiarkan di sana seperti beban yang tidak ingin ia lepaskan. Ketika sampai di ruang tamu, ia melihat Lucas duduk di sofa, mengenakan kemeja rapi seperti biasa. Di meja di depannya, beberapa dokumen tertata rapi, menciptakan suasana formal yang dingin.

Dia baru saja hendak menaiki tangga menuju kamarnya ketika suara Lucas terdengar dari ruang tamu. "Langga, ke sini sebentar."

Langga berhenti di tangga, menghela napas panjang, lalu berbalik menuju ruang tamu. Di sana, Lucas duduk di sofa dengan postur tegap. Meja di depannya penuh dengan dokumen yang tertata rapi.

"Ada apa lagi?" tanya Langga dengan nada lelah.

Lucas menunjuk kursi di depannya. "Duduk dulu."

Langga mendekat dengan enggan, lalu duduk di kursi yang ditunjukkan. Ia menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi, menatap Lucas dengan ekspresi datar. "Cepat, gue capek."

Lucas mengabaikan nada sinis Langga dan mengambil sebuah dokumen dari tumpukan di meja. "Ini formulir penerimaan sekolah baru kamu. Semuanya sudah diurus. Minggu depan kamu sudah mulai sekolah."

Langga menatap dokumen itu dengan tatapan tajam. Rahangnya mengeras. "Gue nggak pernah setuju buat pindah sekolah, Om," katanya tegas, meski nadanya penuh dengan emosi yang tertahan.

Lucas tetap tenang. "Kamu tidak perlu setuju, Langga. Ini keputusan yang sudah saya buat, dan saya yakin ini yang terbaik buat masa depan kamu."

Langga mencibir. "Terbaik? Sejak kapan Om peduli apa yang terbaik buat gue? Yang Om peduliin cuma rencana Om sendiri."

Lucas menghela napas, suaranya tetap dingin. "Kamu tidak bakal paham sekarang. Tapi lingkungan sekolah kamu yang sekarang tidak mendukung perkembangan kamu. Di sekolah baru ini kamu punya kesempatan lebih besar buat berkembang."

Langga mengepalkan tangan. "Kesempatan lebih besar? Atau Om cuma mau gue jauh biar nggak malu? Semua ini cuma tentang Om, bukan gue."

"Jaga bicaramu, Langga," tegur Lucas tajam. "Saya adalah orang tua kamu. Sudah tanggung jawab saya untuk memastikan kamu punya masa depan yang baik."

Langga berdiri tiba-tiba dari kursinya. Matanya menatap Lucas dengan amarah. "Om memang orang tua gue, tapi bukan berarti Om bisa memperlakukan gue kayak boneka. Gue juga punya hak atas hidup gue!"

Lucas memandangnya dengan sorot mata dingin. "Kamu pikir hidup ini cuma soal hak? Minggu depan kamu pindah ke sekolah baru. Titik."

Langga menatap Lucas dengan napas yang memburu, lalu berbalik tanpa berkata apa-apa lagi. Ia berjalan menuju tangga, langkahnya berat, namun penuh dengan amarah yang mendidih.

"Langga," panggil Lucas, nadanya lebih tegas. "Kita belum selesai bicara."

Namun Langga tak menjawab. Ia terus menaiki tangga, dan saat sampai di depan kamarnya, dia menutup pintu dengan suara keras yang bergema di seluruh rumah.

ERLANGGA[on Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang