Ketukan jari-jari di meja, menandakan sang empu sedang gelisah. Elena beranjak bangkit dari duduknya, ia sangat gelisah. Setelah bermesraan dengan Steven tadi, tiba-tiba sekali Steven menghentikan dia melakukan kerjaannya untuk menyenangkan Steven dan tanpa sepatah kata pun Steven pergi entah kemana.
“Ugh, sial, sial, sial” Teriaknya kesal sambil menghentakkan kakinya.
“Kenapa selalu, selalu saja nama wanita itu.” geramnya, sambil memukul meja riasnya.
Napas Elena menjadi sesak, hidupnya hanya menjadi bayangan, wanita yang bahkan Elena tidak tahu siapa dia, tapi dia sangat membencinya. Jangankan pernah bertemu rasanya tidak pernah.
Tapi justru karena keberadaannya tidak ada, itu membuat Elena benar-benar sakit hati. Padahal dia sangat mencintai Steven, Elena juga sebenernya dulu tidak pernah sebenci ini dengan Seele. Tapi karena Steven, karena pria itu tidak pernah melihatnya sebagai dirinya sendiri.
“Salah apa aku, sampai harus menanggung hal seperti ini.” Gumamnya lelah.
Dia menghela nafas, dan melepas bajunya sembarangan. Lalu ia melenggang ke kamar mandi, untuk menyegarkan kepalanya. Dalam heningnya malam, dia teringat akan pertemuannya dengan Steven.
Tiga tahun yang lalu, pertemuan pertama Elena dengan Steven. Saat itu Elena tengah dalam kesulitan, ia sedang dilecehkan di luar job kerjanya. Ia mati-matian mempertaruhkan harga dirinya, ia gemeter ketakutan.
“Kau ini jalang, cepat lebarkan kaki mu untuk ku!” Bentak seorang lelaki tua, dengan wajah mesumnya.
“Tapi, tapi ini di luar kesepakatan kita di awal.” Katanya dengan penuh pendirian.
“Kesepakatan apa, presetan. Jalang seperti hanya butuh uangkan, kalau aku mau ku beli juga harga diri mu.” Pria itu tertawa, sambil menarik rambut Elena. Pria itu hendak melucuti pakaian Elena di tempat.
Elena sangat ketakutan, sekali dia hanya bisa pasrah. Apalagi yang bisa ia lakukan, toh yang dia bilang juga benar. Namun belum sempet dia bersaksi sebuah tangan kekar berhasil merebutnya dari genggaman pria tua itu.
“Dia milik ku.” Kata pria itu, yang membuatnya tercengang dan melihat pria itu.
“Apa? Kau jangan bercanda bung.”
“Ku bilang, dia punya ku.” Katanya lagi dengan wajah dingin, dan mencengkram pinggang Elena dengan posesif. Membuat Elena tersipu malu mendengar kata-kata itu, hatinya bergemuruh. Ia rasa dia jatuh cinta pada pandangan pertama dengan penyelamatnya itu.
Pria tua tadi berdecak kesal melihat pria itu, ia pun akhirnya meninggalkan Elena dengan pria itu. Setelah pria tua itu pergi, pria itu melepaskan cengkraman tangannya dari pinggang Elena. Pria itu hanya meliriknya, lalu meninggalkan Elena tanpa bicara apapun.
“Tuan.” Panggil Elena sambil memegang lengannya yang kekar itu.
Pria itu menatapnya dingin, menganalisis Elena dari atas kebawah. Lalu dia berdecak kesal, dengan pakaian yang di pakai Elena. Gaun yang kurang bahan dan sangat ketat pantas saja dia memang pantas di lecehkan.
“Bajumu, lain kali lebih tertutup.” Kata pria itu dingin, dan ia melepas jasnya untuk menutupi tubuh Elena.
“Kalau tidak mau, di sebut pelacur.” Lanjutnya, Elena merasa sangat malu dengan kata-katanya itu. Pipinya Merona merah.
“Tapi aku memang bekerja seperti itu.” Katanya menahan malu.
“Aku juga tidak peduli.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Seele Vollerei
Teen Fiction[Original world] Seele vollerei gadis muda yang bercita-cita menjadi seorang arsitektur hebat seperti ayahnya, akankah dia dapat menggapai cita-citanya bersama teman-temannya dan berdamai dengan masa lalu yang suram serta ibu tirinya?