6. pulang bareng

332 31 12
                                    

Bel pulang sudah berbunyi sejak tadi, sekolah pun mulai sepi, tapi Prisma masih setia berada di depan gerbang sekolahnya, menunggu jemputan dari temannya, tapi perempuan yang lebih tua darinya 2 tahun itu tak datang-datang.

Ia berjongkok, menopang dagunya dengan kedua telapak tangannya, sikunya bertumpu pada paha, meletakkan helm nya di sebelah kakinya, dan memperhatikan kendaraan yang berlalu lalang dengan tatapan tak minat.

Beberapa detik kemudian Ia dikejutkan dengan dering ponselnya, dengan cepat Ia mengambil ponsel yang Ia taruh di saku bajunya. Lalu berdiri guna mengangkat telfon yang ternyata dari Kana, teman sekompleknya yang Ia minta untuk menjemput dirinya.

"Pas banget lo nelfon, lo dimana woy? Udah lumutan nih!" adunya setelah berhasil menarik simbol telefon berwarna hijau ke atas, dengan sedikit bentakan, Ia mengeluarkan kata-katanya dengan tergesa. Pasalnya sudah sekitar setengah jam Prisma menunggu.

Motor Prisma bermasalah, sebenarnya tidak membutuhkan waktu yang lama, dikarenakan dirinya ingin mengganti warna body motornya, jadi Ia tinggal di bengkel.

Jawaban dari Kana bukanlah jawaban yang diharapkan. Kana bilang ada urusan di kampusnya, mengingat jabatan temannya itu cukup berpengaruh di kampus. Prisma sedikit kesal, namun menetralkan kembali perasaannya, Prisma memang emosian, tapi tidak mudah terpancing emosi.

Apalagi ke orang-orang terdekatnya, kalau amarahnya hampir meluap, Ia akan menyendiri guna meredupkannya, takut-takut lawan bicara yang membuatnya kesal jadi sasaran tinjunya.

"Prisma!" gadis itu menengok ke sumber suara, ternyata Abima dengan motor varionya, menyapa Prisma dengan senyuman mengembang, Prisma tersenyum simpul sembari mengangguk kecil sebagai balasan.

"Belum pulang?" tanya Abima basa-basi, tapi lain dari pertanyaan itu, Ia memang mau menanyakan keberadaan motor berwana hitam merah milik sang lawan bicara. Abima menaikkan kaca helmnya kemudian, Prisma menghela nafas berat. "Nggak dijemput," balasnya, badannya merosot malas. Abima menautkan alisnya.

"Lho? Motor mbrem nya kemana?" tanya Abima, Prisma sedikit merasa geli dan lucu ketika Abima memanggil motornya dengan nama tersebut, mengingatkan Prisma dengan ponakannya.

"Mbrem-nya di bengkel," balas Prisma setelah terkekeh, Abima membulatkan mulutnya seraya menyuarakan huruf O dengan nada sedikit panjang, yang artinya Ia sudah mendapatkan jawaban.

"Mau bareng?" tanya Abima, manik Prisma yang tadinya menatap teriknya matahari kini menatap Abima, tepat pada matanya. Dengan cepat Abima pura-pura menatap arah lain lantaran terkejut.

Kalau mata lawan bicara menatap tepat pada matanya rasanya beda. Abima kalau berbicara dengan orang pasti melihat jidat, hidung, atau mulut sebagai pengganti. Ia tak bisa menatap mata, siapapun yang diajaknya biacara.

"Emangnya searah?" tanya balik Prisma, takut-takut berbeda arah dan malah membuat jalan Abima lebih jauh.  Abima menggedikan bahu tak tau.

Prisma menyebutkan alamatnya, ternyata rumah Abima melewati rumah Prisma, dengan begitu Prisma langsung naik ke jok belakang.

"Yuk!" serunya semangat lalu memakai helmnya, Abima diam. Dia tak pernah memboncengkan seseorang selama memiliki motor. Ia baru bisa naik motor satu tahun lalu, dan tak pernah memboncengkan siapapun.

"Anu Pris, aku nggak pernah boncengin orang, apalagi cewek, takutnya-"

"Gue yang boncengin," potong Prisma lalu turun, dan membuat gestur maju mundur mengisyaratkan Abima untuk mundur ke belakang, dengan sedikit kikuk Ia mundur. Lalu Prisma naik ke depan. Dan melajukan kendaraan Abima dengan kecepatan tak santai.

Abima terkejut, secara reflek tangannya memeluk pinggang Prisma, Prisma turut terkejut, namun tersenyum simpul setelahnya, lucu. Satu kata yang dapat diutarakan Prisma untuk mendeskripsikan Abima saat ini.

Rude Girl X Softboy | 𝗙𝗲𝗺𝗱𝗼𝗺!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang