VI
><
Splash!
Boom!
Priiittt... Priiittt...
Bu Rini meniup peluit, latihan penerimaan bola selesai, setelah dua jam lebih ekskul voli putri berlangsung. Ketujuh gadis yang melakukan kegiatan itu, mengatur napas mereka, lewat berbagai macam ekpresi kelelahan.Satu tangan Lulu berkacak pinggang, menyeka keringat di pelipisnya, Oniel mengeringkan tangannya menggunakan handuk kecil di pinggir lapangan, Fiony meniup-niup tangannya karena panas akibat sering menerima bola pukulan bu Rini, Dey duduk di bangku sebelah Oniel berdiri, Olla terduduk lemas di tengah lapangan sisi kanan, Jessi menumpu tangannya menggunakan lutut, dan Adel yang tergeletak sangat kelelahan.
Dari banyaknya pukulan yang diluncurkan oleh bu Rini, Lulu menjadi anggota yang paling sering menerima bola dengan baik—sedangkan Adel sebaliknya, gadis itu hanya bisa menerima 1 bola pukulan bu Rini, itupun melambung jauh keluar.
Bu Rini turun dari kursi tatakan, menghampiri mereka dengan kibasan kipas kainnya.
"Sudah dua minggu ekskul berjalan, kalian sama sekali nggak ada perkembangan. Dey, kamu itu calon kapten, tapi nerima bola aja sering eror! Kamu Lulu, penerimaan kamu emang bagus, tapi semua bolanya out! Kamu Fiony, jangan terlalu malas nerima bola! Oniel juga, punya kaki itu buat gerak bukan diem aja kayak batu! Ini juga anak-anak kelas sepuluh! Katanya duo terbaik waktu SMP, tapi nerima bola aja nggak bisa! Apalagi kamu, penerimaan bola kamu nggak ada yang benar! Di formulir, posisi kamu sebagai pemukul bola, tapi nerima bola aja nggak pernah bisa, seorang spiker jadi nggak berguna kalau nggak bisa nerima bola! Paham kalian semua!" Bu Rini mencecar ketujuh gadis itu dengan nada tinggi. Mereka hanya bisa diam, enggan menanggapi, terlebih Dey dan anak-anak kelas 11.
"Mau jadi apa tim kalian ini, ha?!" Bu Rini mulai berujar, lagi.
"Bulan depan itu udah kualifikasi kejuaraan voli tingkat daerah, harusnya itu bisa buat motivasi kalian supaya latihan sungguh-sungguh, bukannya malas-malasan kayak gini. Ah! Pusing kepala saya, kalau bukan karena terpaksa, saya nggak mau jadi pelatih tim lemah kayak kalian ini. Cukup buat hari ini, selamat sore." Langkah kaki yang terbalut oleh sepatu pantofel itu, keluar dari gedung aula, angkuh.
"Rese banget sih, tuh orang. Kalau bukan guru udah gue timpuk mukanya pake bola," Olla mendengus kesal, beranjak, duduk di sebelah Dey, kembali menggerutu.
"Tangan gue sakit lama-lama," Jessi mengeluh, duduk di depan Olla, mengibaskan kedua tangannya beberapa kali.
"Lo masih mending Jess," Jessi mendongak, ketika Lulu ada di sampingnya, berdiri. "Tangan gue malah udah mati rasa, gara-gara dioper terus," lanjutnya.
"Semenjak dilatih sama bu Rini, kalian ngerasa ada perkembangan, nggak? Kalau gue sih enggak," Fiony berujar, duduk di depan Oniel, mengelap keringat, meminta pendapat teman-temannya.
"Sama, gue juga." Lulu sependapat.
"Habis coach Shevan keluar, vibe-nya juga udah beda banget di tangan ratu bedak itu," Lulu menambah lagi, menghela napas panjang.
Oniel memejamkan matanya, kuat. Lalu terbuka perlahan, menatap langit-langit aula. "Apa yang dibilang tadi banyak benarnya, kita nggak berkembang karena latihan basic yang bu Rini terapin, ini juga kesalahan direktur nunjuk bu Rini jadi pelatih kita. Udah tahu guru seni disuruh ngelatih anak voli, bukannya mukul bola malah mukul gendang, kan nggak masuk akal." gadis itu berucap, membuat kekehan teman-temannya keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
I N F I N I T Y
RandomSekelompok remaja yang menggemari olahraga bola voli, dan punya impian untuk menjuarai turnamen nasional tingkat SMA. Inspired by Haikyuu.