Kobaran Oranye

432 59 6
                                    

Dunia bukanlah tempat yang indah. Blaze sudah mengetahui hal ini sejak dia masih kanak-kanak. Dunia adalah tempat yang mengerikan. Penuh dengan manusia-manusia serakah yang menciptakan perang demi kepentingan mereka. Mereka semua berkata perang ini demi kedamaian, tetapi tak sadarkan mereka? Perang yang mereka ciptakan justru hanya membawa tangisan, teriakan putus asa dan duka? Perang tidak menciptakan kedamaian. Kedamaian itu hadir karena dipaksakan dari perang itu sendiri.

Dia, sebagai putra tunggal dari seorang Panglima Perang, tau akan hal tersebut dengan jelas. Sejak kecil, Blaze sudah melihat apa yang dibawa oleh perang. Dia melihat istri berduka atas kematian suaminya, anak-anak menangis atas kehilangan orang tua dan orang tua menangis atas kehilangan anak mereka, saudara yang berubah menjadi musuh, kawan saling membunuh dan berkhianat.

Tak ada hal baik datang dari perang.

Blaze tak ingin hidup di dunia yang rusak ini. Dia tak ingin terlibat dalam pembunuhan tak kenal ampun yang mereka sebut perjuangan. Namun apa yang dapat Blaze lakukan? Jalan hidupnya telah ditentukan sejak dia lahir sebagai putra seorang Panglima Perang.

Blaze sudah ditakdirkan untuk meneruskan jejak sang Ayah.

Dia harus berjalan di jalan berdarah ini suka ataupun tidak.

Blaze tidak pernah mengeluh walau banyak tulangnya yang patah karena semua latihan keras yang harus dia lewati. Blaze tidak pernah meneteskan air mata bahkan jika tubuhnya dipenuhi luka dan dia lelah berjuang. Tak akan ada yang mau mendengar rintihannya dalam lautan tangis yang diciptakan oleh perang ini. Tidak akan ada yang mau mengasihaninya. Lagipula mengapa mereka ingin mengasihani dirinya?

Blaze yang putra tunggal Panglima Perang.

Dia lebih pantas dibenci daripada dikasihani.

Ayahnya adalah orang yang membawa air mata dan teror. Dan dia harus meneruskan jalan sang Ayah.

Padahal yang Blaze inginkan adalah dunia damai. Tanpa harus membantai sesama, tanpa perebutan kekuasaan, tanpa harus membuat menumpahkan darah dan membuat orang lain meneteskan air mata. Dia hanya menginginkan hal sederhana namun mustahil untuk tercapai.

Apakah memang tak ada harapan di dunia yang rusak ini?

...

Lagi dan lagi. Blaze harus kembali melihat api merah membumi hanguskan tempat yang dahulu adalah sebuah desa yang aman dan tentram. Keganasan perang ternyata tidak memandang bulu dalam menghancurkan sesuatu. Sekali lagi Blaze merasa tak seharusnya ada yang menjadi korban selain para penguasa serakah yang menuntut perang ini.

Desa ini terkena imbas dari serangan yang dipimpin Ayahnya karena mereka berada dekat dengan wilayah musuh. Padahal Blaze sudah mencoba memberitau sang Ayah untuk tidak menyerang dengan membabi buta. Apa kesalahan yang dilakukan warga desa ini? Mereka tak ikut dalam peperarangan, tidak memihak manapun, tetapi mereka malah dibantai tanpa rasa kasihan.

Jika saja Blaze bukan seorang pengecut dan berani menentang sang Ayah, jika saja dia memiliki kekuatan besar untuk menghentikan perang ini, jika saja dia tak terlahir dalam dunia yang rusak ini.

Berjalan menyusuri jalan yang kini dipenuhi tubuh tak bernyawa, Blaze harus menahan dirinya agar tidak meringis.

Ayahnya memerintahkan dirinya untuk memeriksa apakah masih ada yang hidup dari pembantaian yang mereka lakukan. Tentu jika Blaze menemukannya, dia diperintahkan untuk segera membunuhnya. Meski Blaze ragu dia bisa melakukannya. Perintah lainnya adalah membersihkan jasad para warga desa dari jalanan. Dengan kata lain, dia diminta untuk membuang mayat-mayat ini ke hutan dan membiarkan alam melakukan tugasnya. Namun, Blaze tak dapat melakukannya. Dia malah memerintahkan prajurit yang mengikutinya untuk mengumpulkan mereka semua lalu membakar jasad mereka dengan kekuatannya. Tak lupa dia mengirimkan doa pada Roh Api yang memberkatinya untuk membantu menuntun arwah para penduduk desa menuju akhirat.

FireopalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang