Suasana di dalam kamar para budak terasa sibuk dan sedikit tegang saat Nigar Kalfa memasuki ruangan dengan nada semangat namun tegas, menyuruh para budak untuk segera masuk dan meminta yang di luar untuk pergi dengan cepat.
Nigar Kalfa" (dengan semangat namun sedikit tegas): "Ayo cepat, segera masuk...! Cepat...! Cepat...! Tinggalkan yang di luar, cepat...! Cepat...!"
Para budak wanita mematuhi perintahnya dan berbaris masuk ke dalam kamar, hanya mengenakan handuk di tubuh mereka.
Nigar Kalfa (sedikit tegas): "Gaun baru akan diberikan besok. Ayolah."
Tangan Nigar Kalfa menepuk, memperkuat perintahnya, dan membuat semua para budak segera mengambil pakaian mereka untuk dipakai. Namun, Alexsandra berbeda. Dia dengan keras membanting bajunya ke lantai, menunjukkan sikapnya yang keras kepala.
Daye Hatun (kesal, mendekati Alexsandra dengan tatapan tajam): "Alexsandra, terserah kamu! Aku akan mematahkan tulangmu."
Daye Hatun mendorong bahu Alexsandra dengan tegas, mengancamnya. Namun, Alexsandra hanya menatap balik tanpa menunjukkan penurunan semangatnya.
Daye Hatun (dengan tatapan tajam): "Ambil bajumu yang di lantai...!"
Namun, Alexsandra tetap menolak untuk mengambil bajunya yang dibantingnya tadi, menunjukkan keteguhannya. Nigar Kalfa yang jengkel akhirnya menundukkan tubuh Alexsandra dan memaksa dia untuk mengambil bajunya yang tergeletak di lantai. Alexsandra akhirnya mengambil bajunya karena paksaan Nigar Kalfa. Suasana di kamar itu terasa tegang dan penuh dengan ketegangan antara para budak wanita dan para pengawasnya.
Kemudian Daye Hatun berkata dengan nada tegas: "Dengar semuanya, saya sudah tidak tahan lagi dengan sikap kalian. Ini adalah istana, bukan desa. Istana besar Utsmani."
Nigar Kalfa juga menambahkan dengan suara sedikit tinggi: "Kalian semua adalah milik Sultan Sulaiman."
Nigar Kalfa menatap Alexsandra dengan tajam dan berkata: "Apakah Anda ingat ibu ratu kemarin yang berbicara dengan Anda menggunakan bahasa Rusia? Dia ibu dari Yang Mulia."
Suasana di dalam kamar terasa tegang dengan peringatan keras dari Daye Hatun dan Nigar Kalfa. Mereka berdua menegaskan otoritas dan kepemilikan para budak wanita atas Sultan Sulaiman. Tatapan tajam Nigar Kalfa membuat Alexsandra merasa tegang dan mungkin sedikit kesal atas peringatannya. Ini adalah pengingat keras bahwa mereka berada di lingkungan istana yang berbeda dengan aturan yang ketat dan peraturan yang harus diikuti dengan tegas.
Sementara Maria yang berada di samping Alexsandra, bertanya kepadanya dengan penuh kebingungan: "Mengapa mereka bisa berbicara bahasa kita...?"
Daye Hatun menjawab tegas sambil menatap Alexsandra: "Valide adalah putri Giray Khan, penguasa Krimea. Tidak seperti kamu. Dia memasuki istana bukan sebagai budak, tapi sebagai seorang sultana."
Alexsandra hanya menatap mereka tanpa sepatah kata pun sebagai balasan atas penjelasan Daye Hatun dan Nigar Kalfa.
Daye Hatun pergi meninggalkan para budak, diikuti oleh Nigar Kalfa.
Kemudian, Nigar Kalfa kembali berbicara dengan nada yang tegas: "Ayo para wanita, cepatlah pakai pakaianmu...! Cepat...! Cepat...!"
Sementara itu, Alexsandra hanya berdiri di tempatnya, menahan emosinya yang kian memuncak.
Suasana di dalam kamar itu terasa tegang dan penuh dengan kebingungan, terutama bagi Alexsandra yang mungkin merasa terisolasi dan tidak mengerti sepenuhnya dengan situasi yang sedang dialaminya. Meskipun tegang, tetapi perintah dari Daye Hatun dan Nigar Kalfa harus dipatuhi dengan cepat oleh para budak, termasuk Alexsandra, meskipun hatinya mungkin dipenuhi dengan pertanyaan dan emosi yang rumit.
Nigar Kalfa menarik Alexsandra keluar dari kamar budak dengan kasar, menunjukkan dominasinya atas para budak. Sambil menatap tajam dan menunjuk ke wajah Alexsandra, ia memberikan peringatan keras:
"Kami semua budak di sini. Jika Anda bisa memainkan peran Anda dengan benar, Anda tidak akan tetap menjadi budak. Tutup mulutmu, dapatkan pendidikan, dan bertingkah laku baik. Semua gadis yang ada di sini dipersiapkan untuk menjadi selir Sultan. Jika Anda terpilih oleh Sultan dan melahirkan seorang putra, maka Anda akan menjadi Haseki atau Sultana. Maka Anda bisa menguasai dunia."
Saat berkata demikian, ekspresi Nigar Kalfa adalah campuran antara tegas dan merendahkan, menunjukkan kekuasaannya atas nasib para budak. Gerakannya yang kasar dan menunjukkan dominasi, dengan menarik Alexsandra dan menunjuk ke wajahnya, menegaskan pesannya dengan kuat.
Setelah selesai berbicara, Nigar Kalfa meninggalkan Alexsandra begitu saja, tanpa memberikan kesempatan bagi Alexsandra untuk merespons atau bertanya lebih lanjut. Ini menunjukkan sikap keras dan tidak kompromi Nigar Kalfa terhadap peran dan nasib para budak di istana.
Alexsandra terbaring dalam tidurnya, memegang kalung salib di tangannya, menunjukkan ketenangannya dalam memikirkan nasibnya. Saat dia tertidur, dia bermimpi tentang sentuhan lembut yang mengelus rambutnya, yang membuatnya terbangun dalam mimpinya. Alexsandra mencari orang yang mengelusnya dalam mimpi itu, tetapi hanya mendengar suara ibunya yang bernyanyi.
Kemudian, dalam mimpinya, Alexsandra melihat ayah, ibu, dan adiknya. Dia merasa bahagia dan langsung mendekati mereka dengan senyuman. Dia memeluk mereka dengan erat, merasakan kehangatan keluarga.
Alexsandra (dalam mimpinya): "Ibu, luka Anda sembuh. Saya juga ingin mati. Jangan tinggalkan aku di sini. Ada rasa sakit dan kejahatan di sini."
Ibunya (dalam mimpinya): "Anda tidak bisa ikut dengan kami, Alexsandra. Tinggalah dan balaskan dendam kami. Hiduplah dan menjadi kuat. Ketika Anda kuat, kita akan menemukan kedamaian."
Alexsandra hanya bisa menatap ibunya dengan sedih, kemudian bertanya pada ayahnya tentang keberadaan Leo, kekasihnya.
Alexsandra (dalam mimpinya): "Dimana Leo? Mengapa dia tidak bersama kita?"
Ayahnya (dalam mimpinya): "Leo tidak ada di sini. Dia menghilang. Anda akan membalas darah kami. Yesus Kristus akan melindungi Anda."
Alexsandra menangis di hadapan keluarganya, merasa terluka dan kehilangan.
Gerakannya lambat dan terhenti ketika dia menyadari bahwa keluarganya telah menghilang, meninggalkannya sendirian dalam kegelapan mimpi. Ekspresinya penuh dengan kesedihan, kebingungan, dan ketidakpastian saat dia merasakan kehilangan yang mendalam dan rasa sakit yang tak terlukiskan.
Maria membangunkan Alexsandra dengan lembut, memanggil namanya dengan penuh kekhawatiran: "Aleks, Aleks, Aleks. Bangun, Aleks. Apakah Anda baik-baik saja....?"
Alexsandra bangun dengan napas terengah-engah, dan Maria segera memeluknya untuk menenangkannya. Saat Maria membuka pelukan, dia melihat tangan Alexsandra yang terluka karena kalung salibnya. Keduanya terkejut, dan Alexsandra dengan cepat menyadari luka di tangannya.
Alexsandra (dengan penuh kekaguman): "Yesus Kristus. Ia datang. Dia mendengarku."
Maria mendengarkan ucapan Alexsandra dengan serius, sambil merapihkan rambut Alexsandra dengan lembut, mencoba memberikan dukungan dan kenyamanan pada temannya yang sedang terluka.
Ibrahim meniup lilin dengan perasaan campuran antara keterpukulan dan refleksi yang dalam. Dia berdiri di samping kasur Sultan Suleiman, memandang wajah yang tenang dari sang Sultan yang sedang tertidur. Setelah itu, dia keluar dari kamar dengan langkah yang mantap, tetapi dalam hatinya, dia terus mempertanyakan dirinya sendiri.
Dia berjalan melalui koridor istana dengan langkah yang tenang, tetapi pikirannya berkecamuk dengan pertanyaan yang tak terjawab.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikahi Seorang Sultan
Historical FictionSeorang gadis tak berdosa, terpisah dari keluarganya setelah diculik dan dijadikan budak oleh perampok kejam. Namun, nasibnya berubah ketika ia dijual ke istana yang megah. Di antara intrik dan kekuasaan di istana, apakah ia akan menemukan kebebasan...