Sebuah Analogi Perjalanan: Aku dan Rute yang Kupilih

66 9 20
                                    

Hidup ini ibaratkan perjalanan, setiap orang menggunakan transportasi sesuai kemampuannya dan memilih rute sesuai tujuannya. Akan tetapi, kadang kala perjalanan jauh menghadapkan kita pada suatu pilihan, jalur kanan atau kiri? Maju atau menepi? Bila saja kita ragu menentukan keputusan, pertanda perjalan itu sedang terjeda. Perlu kita sadari, bahwa pilihan mengharuskan kita menerima dan merelakan. Tetapi ingatlah, pilihan yang penuh pertimbangan akan mengantarkan kita ke pintu gerbang kesuksesan.

Hai, aku Lili Sartika. Akrab disapa Lili. Saat ini aku bekerja sebagai Guru Bahasa Indonesia. Teringat kata Guru SMP-ku dulu, "Kadang profesi kita nantinya adalah gambaran dari profesi yang kita gemari dalam permainan profesi sewaktu kecil." Ya, siapa sangka? Ternyata perkataan ini terjadi padaku. Lili kecil, sangat suka mengajar dan membuat situasi permainan selayaknya guru profesional. Sejak SMA aku sudah menentukan pilihan hidup, belajar bersungguh-sungguh, agar kelak aku dapat berkuliah jalur undangan. Alhamdulillah, pengumuman SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) menyatakan aku Lulus seleksi dan dapat berkuliah di program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Medan (Unimed) dengan beasiswa Bidikmisi. Kenapa beasiswa? Ya, Ayahku seorang penjaga sekolah dan Ibuku seorang Ibu Rumah Tangga, saat itu tanpa beasiswa akan sulit bagiku untuk duduk di bangku Perguruan Tinggi Negeri. Namun, orang tuaku mendukung mimpi anak-anaknya dengan cara mereka. Aku dan Kakakku berhasil Lulus dan sekarang menjadi Guru program studi yang sama namun Lulusan Perguruan Tinggi Negeri yang berbeda.

Dahulu, aku sering kali ragu karena perkataan ataupun pencapaian orang lain. Apakah aku bisa seperti dia? Bagaimana kalau gagal? Itu sulitloh, kayanya kamu gak bisa lolos! Ekspektasi buruk tak jarang membuatku takut mencoba hal baru. Nah, untuk menumbuhkan rasa kepercayaan diri dan menemukan lingkungan positif, aku memutuskan aktif mengikuti berbagai macam organisasi meski saat itu hari-hariku dipenuhi dengan tugas kuliah. Aku mengikuti organsasi keagamaan dan kejurnalistikkan di kampus. Benar saja, proses berorganisasi mengajarkanku pengembangan diri, menjaring relasi, personal branding, manajemen waktu, kepemimpinan, kerja sama, dan masih banyak lagi, yang cukup membentuk kepribadianku. Dalam mencapai tujuan, harus ada strategi bukan? Dan inilah cara yang aku pilih. Akhirnya, aku berani keluar dari zona nyaman dan mengubah mindsetku tentang "mencoba". Setiap kali menentukan pilihan, ada satu kalimat yang menguatkan ku: "Coba aja dulu, biar tahu hasilnyaJ" Satu persatu mimpiku terwujud. Aku berhasil meraih juara 3 debat se-Unimed, juara 2 mahasiswa berprestasi fakultas, didanai penelitian tugas akhir, menerbitkan artikel ilmiah di jurnal nasional dan internasional, mengikuti program pertukaran mahasiswa, bahkan pada semester akhir aku meraih gelar 2RU Duta Pendidikan Sumatera Utara dan berhasil mewakili provinsi ku ke tingkat nasional di Bandung kala itu. Keberhasilan ini tak terlepas dari badai perjalanan. Aku juga pernah gagal, tapi gagal bagiku adalah kesuksesan yang tertunda.

Bagaimana bisa aku mendirikan sebuah Sanggar Sastra Edukasi Sejuta Manfaat (Sanggar Srasi Semat) yang telah diliput oleh berbagai media massa, sudah disambangi puluhan relawan mahasiswa dan bahkan menjadi ruang pengabdian oleh dosen. Sanggar Srasi Semat awalnya adalah sebuah advokasi yang aku tawarkan sebagai Duta Pendidikan untuk mengatasi permasalahan literasi dan pendidikan karakter anak. Aku kembali meragukan pilihanku, hingga aku mendengar satu kalimat dari Kak Sherly Annavita. "Anak muda itu harus berani ciptakan arus!" Ya, aku mengartikan Sanggar sebagai wadahnya, anak-anak, dan pemuda (relawan) sebagai air yang mengalir di dalamnya. Kata-kata itu kembali menyadarkanku, hingga aku berani mencoba membuka Sanggar di rumah dan lapangan madrasah untuk anak-anak. Alhamdulillah, hingga kini sudah berjalan hampir dua tahun.

Pengalaman inilah yang membuatku selalu mencari wadah untuk mengembangkan diri dan mencari lingkungan positif. Maka dari itu, meski sebelumnya aku pernah mendapatkan gelar Duta Pendidikan, aku kembali memutuskan mengikuti Duta Inspirasi walaupun sudah bekerja. Banyak orang bertanya, "Dapat hadiah apa Li?" Bagiku, pertanyaan ini keliru. Pengalaman dan pembelajaran adalah tujuan utamaku mengikuti ajang seperti ini. Aku belajar bukan hanya untuk diri sendiri sebab ilmu harus dibagi. Benar, agar bermanfaat bagi orang lain, aku harus siap lebih lelah dari biasanya. Berkaitan dengan profesiku, seorang guru tidak hanya sebagai pengajar, tapi juga role model yang menginspirasi siswanya.

Penutup, fokuslah dalam perjalan. Ibaratkan bersepeda di rute penuh batu dan lubang. Apabila kita terlalu sibuk melihat kanan dan diri karena teriakan orang lain, maka kitalah yang akan terjatuh dan merasakan sakit. Balik lagi, pilihan ada di tangan kita, menjadi si pesepeda yang fokus atau malah sebaliknya. Tertunda karena orang lain? Atau bahkan karena diri sendiri? Yang benar aja, rugi dong!

Ya, seperti itulah dinamika kehidupan. Setiap orang menghadapi tantangan yang berbeda dalam proses perjalanannya. Siapa pun bisa mencapai tujuannya dengan selamat, asalkan 'berkendara' sesuai versi terbaiknya!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 14 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sebuah Analogi Perjalanan: Aku dan Rute yang KupilihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang