가슴을 쓸어내리다

191 16 6
                                    

Di koridor asrama yang remang-remang, Do Hyun memastikan kertas di tangannya tidak kusut saat mendekati ruang staf produksi dimana produser menunggunya. Kertas di tangannya menanggung beban aliansinya yang genting, masing-masing nama dan posisi merupakan benang halus dalam jaringan kekuasaan yang telah disusun oleh Hyun Bin lewat tes mendadak sore menjelang makan malam tadi  dengan cermat.

Saat dia mendekati pintu, gelombang kepahitan melanda dirinya, dipicu oleh kenangan interaksi masa lalunya dengan Lee Dong Kyu. Mereka pernah menjadi sekutu, ambisi mereka selaras dalam mengejar pengaruh yang lebih besar di dalam universitas. Tapi sekarang, kenangan itu seperti pecahan kaca, memotong jalinan rencananya. Ia tidak tahu menahu bahwa mahasiswa KU itu juga ikut berpartisipasi dalam reality show ini. Sejak awal peserta yang bergabung dirahasiakan bahkan ia tidak tahu universitas mana saja yang akan unjuk kebolehan. Kalau ia tahu, tentu Do Hyun akan memilih mundur dan fokus dengan tahun pertamanya sebagai mahasiswa saja.

Berurusan dengan Lee Dong Kyu seperti berjingkat-jingkat melewati ladang ranjau; satu kesalahan langkah dapat menyebabkan konsekuensi yang menghancurkan. Do Hyun tahu dia harus melangkah dengan hati-hati, selalu menyimpan rencana B sebagai cadangan untuk menyelamatkan timnya dari kekacauan.

Saat dia membuka pintu, dia bertemu dengan pemandangan Lee Dong Kyu yang berdiri di dekat jendela, siluetnya diterangi oleh cahaya redup yang menembus tirai. Kilatan pengenalan melintas di wajah Lee Dong Kyu, tapi dengan cepat dibayangi oleh kilatan sesuatu yang lebih gelap – mungkin kebencian, Do Hyun tidak tahu pasti. Seharusnya dia membawa serta Hyun Min agar membaca ekspresi wajah Dong Kyu

“Do Hyun,” suara Lee Dong Kyu memecah keheningan, tajam dan dingin. "Kau datang lebih awal."

Meskipun ada ketegangan di udara, Do Hyun tetap tenang, menguatkan dirinya untuk konfrontasi yang akan datang. "Aku tidak suka membuat orang menunggu," jawabnya datar, suaranya menunjukkan tidak ada kekacauan yang berkecamuk di dalam dirinya.

Ruang produksi sepi, meninggalkan keduanya dalam udara sesak yang menghantui masing-masing diri. 

Lee Dong Kyu melangkah maju, tatapannya menembus wajah Do Hyun. "Kau sudah berubah," komentarnya, nadanya dipenuhi kepahitan.

Beratnya kata-kata itu menggantung di udara, sebuah pengingat akan keretakan ikatan yang pernah mengikat mereka bersama-sama. Do Hyun bisa merasakan beban sejarah bersama menekannya, mengancam akan menghancurkan tekadnya.

"Aku tidak ingin terlibat masalah apapun denganmu. Bahkan aku tidak ingin bertanding melawan mu nanti." Do Hyun akhirnya angkat bicara, suaranya nyaris berbisik. “Tetapi aku tidak akan ragu untuk melindungi timku jika diperlukan. Pilihannya hanya satu, tidak sama sekali atau eksekusi sampai mati.”

Ekspresi Lee Dong Kyu sedikit melembut, momen pemahaman sekilas melintas di antara mereka. "Setiap orang berubah setiap detiknya," renungnya, suaranya diwarnai dengan kepasrahan. “Tapi menurutku kau lebih cepat dari elang peregrine.”

“Kecepatan berpikir si jenius matematika hanya secepat kukang.” Do Hyun kembali mencemooh. Rupanya masa lalunya bersama dengan Dong Kyu begitu pahit hingga membuatnya hanya mampu mengeluarkan kalimat kalimat kebencian. Ia merasa tidak perlu menutupi apapun kalau sudah berhadapan dengan Lee Dong Kyu.

“Kurasa aku melukaimu terlalu dalam.” Dong Kyu meletakkan kertas milik tim nya. Menepuk sekilas pundak Do Hyun dan meninggalkan ruang produksi. Dia tidak ingin mengkonfrontasi Do Hyun lebih lama lagi. 

“Kau hanya ingin menghancurkan psikisku saja, kan?” Do Hyun kembali bersuara. Tidak ingin melewatkan kesempatan untuk berhadapan dengan Lee Dong Kyu di luar produksi. 

“Si ahli strategi sepertimu? Yang benar saja.” Dong Kyu tidak berbalik dan segera keluar dari ruang produksi.

Dengan kata-kata samar yang menggantung di udara, ketegangan di antara mereka menghilang, meski hanya sesaat. Namun saat Dong Kyu meninggalkan ruangan, gema masa lalu mereka masih melekat, membayangi masa depan yang tidak pasti. Dalam permainan kekuasaan dan pengkhianatan, aliansi sangatlah rapuh, dan kepercayaan adalah sebuah kemewahan yang hanya bisa diperoleh oleh segelintir orang. 

Do Hyun menghela napas. Mengatur dirinya sendiri yang sempat goyah. Ia melirik kertas diatas meja rim produksi. Meski ia dan Dong Kyu bersitegang, mengintip rencana orang lain adalah kejahatan besar. Ia akan kalahkan tim Dong Kyu dengan kehormatan. Ia dan timnya harus bersinar dengan bintang paling terang.

“Annyeong haseyo.” Seseorang masuk dan diikuti beberapa orang kemudian. Mereka dari tim lain dan juga akan menyerahkan kertas ke produser. 

Ketegangan segera mencair dan meluapkan kekacauan hati Do Hyun. Ia pasang senyum paling lebar dan menjabat satu persatu tangan tim lawan.

“Kalau tidak salah kau menjadi yang tertinggi di angkatanmu dengan satu soal yang salah dalam ujian CSAT?” Seseorang dari tim Yonsei bertanya, penasaran.

Do Hyun mengangguk malu. Ia menggaruk belakang kepalanya. Tidak siap dengan wawancara singkat yang akan datang meski ia sudah memiliki jawaban template.

“Oh, benarkah?” Yang lain menimpali.

“Mahasiswa ekonomi, bukan?”

“Benar. Tapi aku bukan yang termuda. Maknae kami, Park Hyun Min dari departemen psikologi SNU.”

“Kalian hanya beda satu bulan saja.” 

Suasana mencair sampai mereka semua keluar dari ruang produksi. 

Mereka akhirnya memisahkan diri di simpang koridor dorm. Do Hyun berpamitan dan segera masuk ke kamar tim nya.

Ketika dia masuk, Hyun Bin menunggunya dengan cemas.

“Kau tidak terlibat hal apapun, kan?”

“Tentu saja tidak. Meskipun aku sedikit goyah tetapi aku tahu harus bagaimana bersikap dan menunjukkan sedikit perilaku yang akan menghasilkan drama di acara ini. Kuharap kalian semua selalu waspada dengan setiap sudut ruangan di tempat ini. Tidak masalah bersikap senatural mungkin tetapi selalu ingat bahwa acara tv tetaplah acara tv. Rating yang berbicara dan drama selalu menjadi topik utama apapun tema acaranya.”

Hyun Bin agaknya takjub dengan rencana di kepala Do Hyun. Meski menempati posisi yang termuda kedua, Do Hyun agaknya selalu memiliki rencana di kepalanya. Hyun Bin menepuk punggung Do Hyun, bangga.

“Tidak masalah kalau ingin mendapatkan screen time tapi tetap saja, kecerdasan yang utama bukan ekspresi terganggu dan menciptakan drama akhirnya.” Hyun Bin kembali bersuara.

“Kurasa kau yang harus selalu waspada, Hyung.” Hyun Min yang sejak tadi berdiam diri di atas tempat tidurnya bersuara.

Ketiga rekannya menoleh. Hyun Min melompat dari tempat tidurnya, mendekat ke meja tengah.

“Aku melihat kau terganggu dengan peserta dari tim KAIST, Seo Hyun Jin. Aku sempat melihat kalian berbincang di taman tadi. Aku juga melihat ketegangan di mata Do Hyun saat melihat ke arah tim KU. Ketidaknyamanan di diri Hyun Seok saat video tim Yonsei di putar. Meski secara kecerdasan, aku lebih dibanding kalian. Tapi aku percaya diri dengan kemampuan mengobservasi masing-masing kegelisahan di diri kalian. Tidak apa-apa, tidak ada yang menyangka sebuah pertemuan yang tiba-tiba. Tetapi, menjadi waspada bukan sesuatu yang salah.” 

Semuanya hening begitu Hyun Min menyelesaikan kalimatnya.

Tak lama Hyun Seok melompat ke arahnya, merangkul Hyun Min dengan akrab.

“Yeoksi, uri precious maknae Park Hyun Min. Tidak salah kalau kau dijuluki si jenius kilat. Pengamatanmu benar benar akurat. Aku sampai merinding mendengar penjelasanmu tadi.”

“Dalam setahun saja dia bisa membalikkan keadaan. Dari sepuluh posisi terbawah di SMA lalu baammm dia masuk ke SNU dengan setahun belajar.  Genius man.” Do Hyun berkelar, mencairkan suasana yang sempat menegang.

Hyun Bin hanya tersenyum menyaksikan tim nya yang selalu mau menerima segala masukan dan peringatan. Ia mengangguk pasa Hyun Min. Berterima kasih karena sudah memberikan rambu-rambu. Tim nya seimbang dan dia rasa dengan terus seperti ini akan membawa kemenangan pada akhirnya. 

OUR WARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang