MC - 04

5K 312 24
                                    

—Daun pintu.

Keduanya keluar kamar dengan tautan tangan yang mana hal itu mendapatan sorakan bernada godaan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Keduanya keluar kamar dengan tautan tangan yang mana hal itu mendapatan sorakan bernada godaan. "Tadi aja gayanya nolak, sekarang lengket juga kan,"

"Ganteng teroooss kaya mau nyebrang," dan masih banyak lagi.

Hala rasanya tak punya muka di depan keluarganya sendiri, apa lagi di depan keluarga mertuanya. Padahal jelas sekali tadinya Hala bersikap ketus dan paling Bombay karena dinikahkan tanpa sepengetahuannya.

Lalu sekarang, kenapa juga dirinya mau-mau saja di gandeng Abidzar? Heol, sejak kapan pula mereka dekat. Hanya karena Hala bercerita panjang lebar bukan berarti dia sudah menerima Abi, kan?

Ya tentu belum, Hala hanya baru menerima statusnya sebagai istri dadakan lelaki tampan itu. Bukan langsung menerima Abidzar sebagai suaminya. Eh gimana sih? Ya intinya begitu deh.

Urusan mangga telah usai saat adzan Maghrib berkumandang. Abidzar tersenyum lega melihat wajah istri nya turut memancarkan aura bahagia setelah melepaskan segala kekhawatirannya pada si buah oren.

Abidzar shalat Maghrib hingga isya di masjid, ia baru niat pulang setelah jam hampir menunjukan pukul delapan malam. Tapi baru selangkah seseorang sudah memanggil namanya, alhasil Abidzar berhenti dan mengobrol, ia sekalian berkenalan dengan lingkungan sekitar. "Jadi Gus Abidzar ini putranya Gus Aiden?" Anggukan lelaki itu berikan. "Benar,"

"Saya sering nonton kajian sampean Gus, ternyata aslinya lebih ganteng ya, hehehe..." Plak! Tamparan pada tengkuk leher di dapatkan oleh Ali, santri abdi yang usianya hampir sama dengan Abidzar.

"Heh, sampean jangan muji-muji begitu. Sesama lelaki gak ada saling puji-pujian, memangnya perempuan apa?" Gerutu Alif, teman sebayanya yang turut merasa kurang enak pada Abidzar.

"Heleh, saya kan cuma bilang apa adanya. Kenapa juga sampean marah? Ngiri karena saya gak pernah muji sampean?" Balas Ali yang kemudian di jawab oleh Alif, kedua santri yang dijuluki sikembar yang kelakuan kadang-kadung.

"HAHAHA"

Ali dan Alif terdiam, kemudian menoleh pada Abidzar yang tengah tertawa ngakak. "G-gus? Sampean bisa ketawa juga tah?" Seingat Ali, gus Abidzar yang di kenal di umum adalah sosok datar si pemilik wajah rupawan.

"Lah, ya bisa. Kamu kira saya patung tidak bisa ketawa?" Abidzar menggeleng tak habis pikir, memang tawanya itu sejarang apa sih sampai di herankan begitu?

"Lah terus, rumor kalau sampean— itu, gimana?"

"Hoak, jangan percaya lah. Kamu lihat sendiri saya ketawa, kalau saya gak bisa ketawa itu berarti lagi sariawan,"

"Wah, berarti selama Iki kita di bohongi, Lif. Masa iya rumor Gus tampan tanpa ekspresi itu sekarang ngakak di depan kita? Astaghfirullah, eh! Masha Allah, berkah brarti kita Lif, Alhamdulillah,"

Muhasabah Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang