4. Hidup Untuk Makan, Mati Karena Deadline

11 2 1
                                    

Cung dong yang kangen☝🏻

Happy reading📖

***

Meski acara penyambutan telah berakhir, suasana kantor masih saja ramai. Banyak karyawan yang membahas tentang bos muda mereka. Yang menjadi topik hangat adalah sang pemilik perusahaan belum memiliki pendamping. Entah dari mana mereka mendapat gosip tersebut, namun sesosok gadis yang baru saja melangkahkan kakinya menuju kubikel acuh tak acuh.

"Gila ya, Pak Mahendra beneran masih muda banget!"

"Gak nyangka, serasa kek ftv gak sih?"

"FTV apaan? Hidayah?"

"Dih, kok hidayah?"

"Ya biar lo SD!"

"Apaan SD?"

"Sadar diri!"

"Syirik aja lo!"

"Ya lagian, lo tuh sadar diri. Secara sosial Pak Mahendra tuh kek langit. Sementara lo? Kek kerak bumi, jauhhhh banget!"

"Seenggaknya gue bakal usaha, gue harus lolos buat masuk ke perusahaan pusat!"

Reina mengernyit mendengar kalimat terakhir dari rekan kerjanya.

"Yehh, emang lo lolos?"

"Gak ada usaha yang sia-sia! Pokoknya gue harus lolos lah!"

"Lagian rekrutmen karyawan buat ke perusahaan pusat itu gak gampang, banyak persyaratan. Ya, kecuali lo dapet rekomendasi. Langsung cus ke perusahaan pusat."

"Yang bener lo?!"

"Serius gue."

"Dapet info dari mana?"

"Dari Pak Dito."

"Keknya gue harus bujuk Pak Dito buat ngasih surat rekomendasi deh."

"Ya, coba aja sih."

Reina, yang sejak tadi mendengar obrolan rekannya mengangguk paham. Sedikit banyak, kehadiran sang mantan di kantor ini membuat karyawan perempuan selalu berisik. Membahas dan memimpikan hal mustahil. Membuat Reina pusing di buatnya.

"Re, mau ke kantin gak?" Suara Manda menghampiri di mejanya.

"Mau lah, gue laper berat." Jawab Manda seraya membereskan tumpukan kertas yang tengah ia kerjakan.

"Yaudah yuk! Cus!"

Keduanya berjalan santai menuju kantin kantor. Sesekali Manda bertanya perihal pekerjaan mereka yang akhir-akhir ini terasa lebih banyak, bahkan hingga lembur.

Apalagi jika bukan karena bos mereka, Bapak Mahendra.

"Kepala gue tuh rasanya mau pecah, pusing banget ngerjain kerjaan gak ada habisnya. Mana malming nanti gue mau kencan!" Gerutu Manda di sela langkahnya.

"Sama. Gue juga pusing."

"Kita butuh naik gaji gak sih?"

"Gue pengen resign."

Jawaban Reina membuat Manda berhenti berjalan. Wajahnya menatap Reina dengan tatapan tak percaya. Kelopak matanya berkedip beberapa kali, seolah tak percaya dengan apa yang baru saja Reina katakan.

"Bisa lo ulangin lagi?"

"Gue pengen resign, Manda."

"Hah?! Resign?!" Manda menatap Reina dengan melotot.

"Yang bener aja!!" Teriak Manda spontan membuat Reina berjengit kaget.

"Hush! Lo kenapa teriak-teriak sih Man?! Kuping gue budek nih!"

Mantan Seratus JutaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang