2. Apa yang membuatmu bertahan?

217 22 0
                                    

Kantin adalah tempat berkerumunnya lautan manusia ketika istirahat tiba, mereka berbondong-bondong pergi kesana untuk memenuhi kebutuhan primer harian mereka. Penatnya pelajaran membuat para siswa setidaknya harus mencurahkan itu pada sahabat mereka, agar beban yang dirasakan tidak terlalu terasa berat.

"Berhentilah menatapku seperti itu!" Suara protes yang lebih terdengar seperti gumaman itu keluar. Seorang pria jangkung bername tag 'Anton Lee' baru saja melakukannya. Dia sangat risih ditatap oleh Sungchan. Pasalnya, dia sudah lama ditatap seperti itu, sedari kakak sepupunya itu menempatkan bokongnya di kursi tepat di hadapannya, mengusir dengan lembut beberapa teman barunya.

"Jujur padaku, kau telah membuat masalah apa di New Jersey?" Sungchan bertanya, mengintimidasi seperti biasa.

"Oh my gosh Hyung, sudah kubilang dari semalam jika aku tidak membuat masalah apapun di sana." Anton berucap sebal dan balas menatap Sungchan dengan sama kesalnya.

"Tapi kenapa kau ditendang kembali ke sini?"

"Sudah kubilang, aku tidak diusir!" Anton berseru, namun suaranya masih sangat lembut untuk dibilang sebagai seruan. Dan Sungchan masih saja menatapnya dengan curiga, membuat Anton mengedarkan netranya ke sekeliling dengan cepat.

"Duduklah di sini, kantin sudah sangat penuh. Tidak ada bangku kosong lagi kurasa." Ujar Anton, menarik salah satu siswi dari belakang punggung Sungchan dengan acak, menempatkannya untuk duduk di hadapan Sungchan.

"Kau-" Sungchan hendak mengumpat pada Anton, namun melihat perempuan di hadapannya yang sama-sama terkejut, dia berdehem dan kembali meraih kendalinya.

"Hei Jung Sungchan, kau di sini rupanya!" Ujar seorang pemuda lain, membawa nampan berisi makan siangnya ke meja Sungchan. Merasakan atmosfer yang kurang baik, dia segera mengikuti arah pandang Sungchan, lalu meringis.

"Hal ajaib apa yang bisa membuat kalian duduk dalam satu meja seperti ini?" Eunseok bertanya dengan takjub, seraya menarik kursi di samping Sungchan.

"Huh? Memangnya ada apa?" Anton yang tidak memiliki ide apapun di benaknya bertanya.

"Aku akan kembali ke kelas." Ucap Sungchan, membuat gadis di hadapannya juga ikut bangkit, sedikit berlari untuk mengejar langkah Sungchan yang tidak bisa dikatakan kecil itu.

"Jung Sungchan, sampai kapan kau akan seperti ini?" Tanya gadis itu yang kini telah menyerah, berhenti mengejar Sungchan.

Keajaiban yang terjadi selanjutnya adalah, Sungchan menghentikan langkahnya dan berpaling lagi kepadanya. "Seharusnya kau bertanya terlebih dahulu pada dirimu sendiri sejak kita berada di kelas 11, apa yang telah kau perbuat?"

"Kau terus saja menyalahkanku atas apa yang terjadi, tapi bukankah kau juga berperan di dalamnya? Itu karena dirimu sendiri juga tidak cukup memiliki keberanian untuk berada di samping Park Wonbin." Ujar gadis itu dengan menekan akhir kalimatnya, "Kau tidak pernah menyesal atas apa yang terjadi pada Nara, tapi kau menyesal karena kejadian itu membuat Wonbin menjauhimu." Lanjutnya.

Sungchan tidak memiliki sepatah katapun yang harus dia sampaikan, karena ingatannya akan kembali lagi pada malam itu. Malam dimana dia melihat cairan merah pekat keluar dari sebagian besar tubuhnya, namun yang dia rasa saat itu hanyalah sakit di hatinya.

Wonbin tidak memilihnya, tetapi dia tetap menyerahkan seluruh nyawanya di tangan pemuda itu. Sungchan akan selalu merutuki semuanya, hanya jika seandainya saja dia menahan Nara untuk tidak pergi, mungkin semuanya juga tidak akan berbalik seperti ini.

Dia telah kehilangan sahabatnya, dan juga cinta pertamanya.

"Kau tidak memiliki hak untuk mengatakan hal itu kepadaku." Sungchan berucap pada akhirnya.

"Berhentilah keras kepala, klub dance-mu itu sudah berada di ujung tanduk, kau membutuhkan Wonbin, Sungchan."

"Aku tidak akan memaksa orang yang telah meninggalkan klub untuk kembali lagi." Ucap Sungchan final, dia tidak menginginkan bantahan apapun lagi. Maka dari itu dirinya melenggang pergi dari hadapan gadis itu.

Kain putih yang tertiup oleh angin mengiringi kelas sore hari Sungchan, masih ada dua jam pelajaran lagi sebelum waktunya jam pulang. Untungnya adalah, dua jam terakhir itu harus digunakan untuk pelajaran yang paling Sungchan sukai, pendidikan olahraga. Dia melirik pada Eunseok yang masih sibuk mencatat di bukunya, padahal guru matematika mereka telah keluar lima menit yang lalu.

"Bukankah setelah ini yang memiliki jadwal untuk berolahraga adalah kelas kita?" Tanya Sungchan, melihat beberapa siswa kelas 11 yang dia kenali turun ke lapangan.

"Daripada menanyakan hal bodoh, lebih baik kau mengganti pakaianmu dengan pakaian olahraga." Eunseok menjawab tanpa memalingkan pandangannya ke arah Sungchan.

Sebagai seorang yang maniak berolahraga, Sungchan telah lebih dulu sampai di lapangan outdoor sekolahnya, bahkan dia sudah berlari-lari kecil di sekitar lapangan.

"Hati mana lagi yang menjadi incaranmu kali ini?" Eunseok bertanya dengan wajah datarnya, mendapatkan jari tengah dari Sungchan.

Langkah Sungchan semakin pendek, seiring dengan jarak yang mengikis dirinya dan seseorang di depan sana yang tampaknya tidak menyadari keberadaannya. Wajah indah yang Sungchan lihat itu sedikit lebih pucat dari biasanya, dengan pandangan yang tidak fokus dan rambut diikat kebelakang.

Tiba-tiba ada satu bola sepak yang tidak memiliki tujuan terarah pada pemuda yang raganya ada di sana, namun jiwanya entah kemana. Dan disanalah Sungchan dengan segala refleksitas nya, berlari dan menangkis bola itu yang apabila dia telat persekian detik, maka sudah dapat dipastikan pemuda yang sekarang terkejut itu sudah merasakan sakitnya terpantul oleh bola sepak.

Sungchan segera berbalik untuk melihat pemuda di belakangnya, "Kau baik-baik saja?" Tanyanya, terlalu tak sadar diri untuk menyadari siapa yang sekarang berada di hadapannya.

Kesunyian adalah hal yang Sungchan dapatkan, hingga menyadarkannya dari apa yang telah dia lakukan.

"Lain kali jangan melamun jika kau turun ke lapangan." Ujar Sungchan, telah merubah nada bicaranya menjadi lebih dingin daripada sebelumnya.

"Oh hyung! Apakah ada yang terluka? Maaf aku tidak sengaja." Seorang pemuda di kelas lebih bawah datang dengan bola sepak itu di tangannya, meminta maaf dengan sopan pada Sungchan. Kepalanya kemudian menengok ke balik tubuh Sungchan, ingin mengetahui siapa yang ada di sana.

"Eh, Wonbin kau ikut berolahraga? Bukankah kau sedang demam?" Dia sepenuhnya beralih pada pemuda lain, yang tidak lain adalah teman satu kelasnya.

"Aku tidak apa-apa." Wonbin berucap, entah membalas pertanyaan teman sekelasnya, atau menjawab pertanyaan Sungchan sebelumnya.

Wonbin sedikit membungkukkan tubuhnya pada Sungchan, berpamitan untuk pergi dari hadapannya tanpa bermodalkan sepatah katapun. Dan sekali lagi, satu hal di dalam diri Sungchan mendesak untuk keluar. Dia memejamkan matanya sebentar lalu menarik napas dengan panjang.

Sungchan berjalan ke arah kerumunan teman-teman sekelasnya, dan dari sana dia mengetahui jika hari ini kelasnya dengan kelas Wonbin digabung karena guru olahraga adik kelasnya itu tidak dapat hadir hari ini.

Dan Sungchan disana harus mengatur antara fokusnya dan perasaannya.

to be continue.

Love 119 - syongnenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang