Bella, seorang gadis yang ambisius. Baginya, tidak ada hal yang sulit untuk di lakukan. Bahkan, saat menyukai seorang pria dan ingin pria itu menjadi suaminya, hal itu sangalah mudah untuk di lakukan.
Yah, karena dia adalah anak tunggal dari keluarga kaya raya yang mempunyai banyak aset dimana-mana. Bella telah dimanja sejak ia kecil. Sehingga apapun yang di pintanya, akan selalu untuk di turuti oleh sang orang tua.
Karena hal itu juga, ia dikatakan oleh banyak orang kalau dirinya adalah wanita yang manja, ambisius dan angkuh. Namun semua itu adalah tanggapan orang-orang yang tidak mengenalnya dengan baik.
Yang ia ketahui tentang dirinya, ia adalah sosok wanita yang cantik, kaya dan pintar. Hanya saja, meski mempunyai tiga kelebihan itu, tak urung membuat Tama, pria yang disukainya menyukainya balik.
Bahkan, Tama menyukai teman sekantornya sendiri. Ia sampai heran. Apa yang membuat Tama menyukai Talita, wanita kampungan, polos, tidak sekaya dirinya dan jangan lupa, tidak secantik dirinya juga.
Bukankah sosok Tama yang tampan sangat cocok dengan dirinya yang cantik nan mempesona, tapi mengapa Tama sangat sulit menerima kata-katanya itu?
“Sudah kubilang. Meski kamu mempunyai banyak kelebihan, sampai kapan pun aku tidak akan menyukaimu.”
“Cepat sekali kamu mengambil keputusan seperti itu? Kamu ngga takut apa kemakan omongan sendiri? Hari ini bilang ngga suka, siapa tau besok kamu jadi suka. Tapi tak apa, suka tidak suka. Kita akan tetap menikah. Bukankah cinta bisa datang karena terbiasa?” katanya sambil tersenyum manis.
Tama yang barusan mendengar penuturan Bella jadi melihat Bella dengan pandangan tak percaya. Segampang itukah kata menikah terucap pada bibirnya? Sudah, Bella hanya sosok gadis yang belum sepenuhnya dewasa.
Tama lalu menghembuskan napas pelan, seraya berkata, “Tolong jangan ganggu kehidupanku lagi.”
“Aku ngga ganggu kehidupanmu, kok. Aku tuh buat kamu sadar, kalau yang pantas bersama kamu itu aku, bukan Talita. Aku bisa membuat bisnis kamu tambah berkembang, aku bisa buat kamu ngga perlu repot-repot untuk kesana kemari mencari investor, aku juga bisa buat kamu ngga kerja lembur lagi tiap malam.”
“Aku tau kamu bisa semua itu, tapi aku tidak butuh wanita yang manja, yang hanya mengandalkan kekayaan orang tuanya untuk pamer. Dan ... jangan bawa-bawa nama Talita. Dia adalah sosok wanita yang baik dan mandiri.”
“Kamu membelanya? Kamu yakin?”
“Hem. Kenapa? Dia memang pantas mendapat perkataan seperti itu dariku.”
Bella hampir saja meledak karena marah pada Tama yang lebih memuji wanita lain di hadapannya.
“Hufft, tenangkan dirimu, Bel,” katanya dalam hati.
“Baiklah. Aku bisa menerimanya. Kamu puas-puas aja dulu memujinya karena setelah kita menikah, aku tidak akan penuh toleransi seperti ini lagi.”
“Cinta tak seperti ini, Bella.”
“Apanya yang tidak seperti ini? Aku sudah tidak peduli lagi. Pokoknya kita akan menikah. Aku cinta kamu itu sudah cukup untuk kita menikah. Perlahan, kamu pasti akan jatuh cinta padaku juga kan.”
Ia lalu tersenyum kecil dan berjalan cepat mendekati Tama. Setelahnya, tanpa menunggu Tama sadar kalau ia sudah berada di dekatnya, ia langsung saja mencium Tama.
Tama yang di cium tiba-tiba seperti itu, sangat syok karenanya. Ia bahkan sempat terdiam menikmati bibir manis yang ranum itu.
Hingga beberapa detik kemdian, ia tersadar dan langsung mendorong Bella menjauh darinya. “Bella!” seru Tama dengan sorot mata yang tajam melihat Bella. “Jangan jadi wanita murahan, Bella,” katanya
“Kenapa?” tantang Bella. “Bukannya kamu tadi menikmatinya juga?”
“Jaga ucapan kamu, Bella.”
Bella lalu tertawa kecil meremehkan. “Apa yang kukatakan benarkan.”
“Kamu wanita terlancang yang pernah ku kenal.”
“Tapi cantikan?” katanya sambil tersenyum.
“Cantikan Talita.”
Mendengarnya, kembali membuat Bella emosi. “Gadis seperti itu dibilangi cantik? Kamu ngga salah lihat kan, Tam?”
“Tidak. Selama itu Talita, aku tidak akan salah mengenalinya.”
“Aku tak akan berdebat denganmu lagi. Biar bagimana pun itu akan menjadi kenanganmu dimasa depan.”
“Sebaiknya kamu pulang,” kata Tama yang sudah malas berdebat dengan Bella.
“emm, no no. Aku akan menunggumu. Kita pulang bersama.”
“Kamu mau menungguku?” katanya meremehkan sambil bersandar disandaran kursinya. “Baiklah. Kamu bisa menungguku kalau begitu.”
“Kita lihat, sampai kapan kamu bertahan,” lanjut Tama dalam hati.
Setelahnya, Tama kembali mengerjakan dokumen-dokumennya yang sempat tertunda karena kelakuan Bella.
Sejam telah berlalu, namun tidak ada tanda-tanda kalau Bella akan bosan menunggunya. Bahkan gadis itu terlihat sangat serius memainkan ponselnya.
Dua, tiga jam. Gadis itu tidak beranjak juga dari sofa yang di duduki. Seakan ruangan Tama sudah ia anggap sebagai kamar sendiri. Nyaman, tenang dan terbiasa.
Tama yang melihanya jadi heran sendiri. Apa dia selalu seperti ini? Tidak. Ini tidak dapat dibiarkan. Tama pun menutup dokumen yang tengah di bacanya, lalu melihat Bella yang masih fokus pada ponselnya.
“Sebaiknya kamu pulang saja,” tegur Tama.
“A ... apa?” tanya Bella yang masih fokus pada ponselnya.
“Sebaiknya kamu pulang saja,” ulang Tama.
“Tidak mau.”
“Kamu pasti dicariin atasanmu. Jadi kamu pulanglah."
“Aku baru sadar. Begini kan, kalau aku sama kamu, aku jadi lupa waktu. Baiklah, aku pulang dulu tapi ... Aku akan menuruti perkataanmu ini, asal kamu juga menuruti perkataanku juga.”
“A ... apa?” kata Tama bingung.
“Kita akan menikah,” katanya sambil tersenyum. Sebelum Tama menyanggah ucapnya, Bella sudah lebih dahulu berlalu dari ruangan Tama. Namun sebelum pintu tertutup dengan rapat, Bella kembali berkata “tunggu kabar baik dariku.”
To Be Continued
By Zona Novel Romantis
KAMU SEDANG MEMBACA
Terpaksa Menikahi Nona Muda
RomanceBella, Gadis yang ambisius. Apa yang ia inginkan harus ia dapatkan, termasuk mendapatkan sosok pria idamannya.