biru safir

2 3 0
                                    

Long time no see
Maaf nih sblmnnya
Karna asli sibuk bngt...
Thx jga karna masih setia sama cerita aku..


"Bagaimana?".

Zion dan pacifik saling melihat satu sama lain,entah apa yang saat ini ada di benak mereka berdua tentang hukuman yang akan di berikan wisec.

"Baik".

Jawab mereka berdua secara bersamaan.

"Waktu kalian tiga hari, lewat dari tempo yang saya berikan maka kalian akan menerima akibatnya".

Wisec tersenyum tipis setelah menyelesaikan kalimat terakhirnya.

Bertanya apa hukumannya? Oke, akan saya jawab. Mereka berdua harus menggagalkan sebuah misi yang sedang di jalankan oleh rival papanya.

Zion dan pacifik saling melihat kemudian membuang nafas panjang.

"Siapa salah?". Tanya zion.

"Gak ada yang salah. Emang dasarnya pikun". Jawab pacifik

"Lo aja gua gak mau".

Tak menjawab, cowok itu langsung pergi setelah menepuk pundak zion sekali.

***

Sore ini zion sedang berada di salah satu caffe yang tak jauh dari rumahnya.
Cuaca yang sangat mendukung untuknya menghabiskan waktu sendiri bersama secangkir kopi dan laptop di hadapannya.

Keadaan di luar masih sama seperti satu jam lalu di mana ia datang dan memesan satu cangkir kopi americano.
Rintik hujan masih terlihat jelas dari dalam caffe tersebut.

Hingga seperdetik setelahnya, pandangannya teralihkan ke arah pintu masuk di caffe itu.

Seorang pria bertubuh tegap baru saja memasuki caffe itu.

Tunggu....

Sepertinya zion mengenal sosok tersebut. Tapi dimana? Ia mencoba mengigat sosok itu, tapi ia masih belum mengigatnya.
Entahlah.
Saat ini ia mencoba untuk tidak ingin memikirkan hal itu.
Fokusnya kembali kepada tugas yang kini ada di hadapannya.

Dan kini.
Fokusnya kembali tersita kepada orang tersebut, Dikarena orang tersebut mengenakan sebuah kalung dengan liontin khusus.

"Waktu yang tepat".

Zion mengambil ponselnya.
Mencari kontak yang saat ini ingin ia hubungi.

"Lo sibuk?"

Sosok di sebrang sana terdiam sejenak.

"Lumayan lah".

"Bisa datang ke caffe x5 di pertigaan jalan dekat rumah gue?"

"Sekarang?".

"Tahun depan".

"Ck,oke. Lima menit lagi gua sampai".

Zion mengakhiri panggilan tersebut.
Ia menutup laptopnya. Setelahnya memanggil seorang pelayan di caffe tersebut.

Zion memberikan selembar kertas dan menyuruh pelayan tersebut mengantarkannya ke meja di sebrang sana.

Sorot matanya tak luput dari pria tersebut, setelah pelayan tersebut pergi,pria bertubuh tegap dengan mata biru safir itu melihat ke sekitarnya seperti mencari sesuatu.

"Oke, kita hitung mundur".
Ujar zion pada dirinya sendiri.

"Tiga...dua...sa.....".

Dbukkk...

Sebuah tongkat kayu berukuran besar melayang tepat di tengkuk pria tersebut.

Tak butuh waktu lama pria tersebut pingsan setelah merasakan nyeri yang cukup dahsyat di tengkuknya.

Zion mengancungkan ibu jarinya kepada arnold, orang yang baru saja memukul pria itu.

Jangan tanya kenapa terlalu blak blakan melakukan hal seperti itu.
Apalagi di caffe yang bisa di bilang tempat yang cukup ramai.
Karna saat ini hanya ada dua pengunjung ; zion dan pria misterius itu.

Pelayan di caffe itu juga anggota wisec, tidak semua. Hanya beberapa saja.
Akan tetapi karyawan yang lainnya otomatis akan diam, karna mereka tau saat ini sedang berurusan dengan siapa.

"Masukkin ke mobil, sisanya gua yang urus".
Ujar zion.

Arnold terkekeh.
"Sisa?". Beo nya.

"Aelah, dari tadi gua yang ngerjain lo tinggal nyuruh nyuruh aja, lo kira gua bodoh apa goblok?".
Celetuk arnold.

Mendengar hal itu zion mengusap tengkuknya.

"Sekali kali gua minta tolong sama lo".

"Untung ponakan, kalo engga udah gua gorok lo".

Setelahnya zion membantu arnod untuk membawa pria tersebut ke mobil.

"Lo tau dari mana dia anggota gheim?".
Tanya arnold .

"Liat dari kalungnya".

Arnold yang awalnya fokus menyetir kini refleks melihat ke belakang tempat pria tersebut.

"Bener juga, tumben lo teliti".

"Siapa dulu? Zion".
Ujarnya penuh antusias.

"Mau di bawa ke rumah lo atau gimana?". Tanya arnold.

"Rumah aja".

***

3 jam sebelum kejadian...

"Rival tetap rival, gak ada sejarahnya rival jadi temen apa lagi sahabat. Sadar bro, dia cuma jadikan lo alat doang! Ga lebih. Dan lo? Lebih mentingin orang itu dari pada keluarga lo sendiri? Wah. Fiks lo gila".

Diam...

" lo bisa kan bedakan mana yang benar dan mana yang salah? Seharusnya tanpa gua perjelas lo tau!".

Pria bermata biru safir itu hanya terdiam, lidahnya kelu untuk mengeluarkan satu kata saja, sudah hampir satu jam ia duduk dan mendengarkan orang dihadapannya saat ini.

"Jadi sekarang lo mau...."

"Udah. Telinga gua bisa pecah dengerin omelan lo. Cuaca lagi hujan. Dengerin omelan lo seolah olah sekarang lagi kemarau. Panas".

Setelahnya pria itu mengambil jaket nya dan pergi meninggalkan rekannya yang masih melihatnya dengan tatapan bingung.

Pria itu berhenti di depan sebuah caffe, mengusap wajahnya yang basah karna terkena hujan.

Caffe tersebut cukup sepi.
Yah, dia lebih suka tempat yang sepi dari pada keramaian.

Pria itu duduk di meja dekat jendela,sekilas ia melirik ke arah cowok yang sedang sibuk dengan laptop dihadapannya.

Setelah memesan kopi, pria itu membuka ponselnya. Terdapat satu notifikasi yang membuatnya tersenyum

Lya.
Kak, lo dimana?.

Me.
Di caffe. Knp?

Lya.
Lo oke kan kak?

Pria tersebut hanya menanggapi pesan terakhir adiknya dengan emotion jempol.

Hingga beberapa saat kemudian kesadarannya mulai tak seimbang akibat pukulan di tengkuknya.

"Shit". Batinnya.

Yang terakhir ia lihat sebelum kehilangan kesadarannya adalah seorang laki laki yang berjalan ke arahnya.



***


Siapa dia?
Ada yang tau?..
Ayo komen dan jangan lupa vote ya:)
Spam komen jg ga papa...
Bye👋🏻

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 03 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

VENDETTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang