USAI II

23 2 0
                                    

Dia menangis.
Hatiku teriris melihat buliran air mengalir dari mata indahnya. Mata yang teduh tempatku bernaung selama beberapa tahun ini. Aku tidak menyangka akulah menjadi penyebab tangisannya. Aku... memang tidak layak untukmu. Tamparan keras di pipiku ini pertanda kebencian mu padaku, pada hubungan yang tidak kita mengerti.

"Kita usai"lirihnya dengan suara bergetar.

'apa maksudmu?'batinku. Alih-alih bertanya seperti itu, mulutku bertanya hal lain.

"Memang kita pernah memulai?"tanyaku menatapnya menahan rasa sakit hati. Aku menatapnya, mencari sudut pandang tentang hubungan ini darinya.

"Tidak. Tapi akan ku katakan semua tentang kita telah usai. Kesalahan ku adalah mengenalmu dan memberikan hati padamu."

Deg.
Aku tertegun, menatapnya tidak percaya. Selama ini... Tidak mungkin. Mataku mulai memanas, perasaanku campur aduk antara penyesalan dan kebahagiaan. Tanganku meraih tangannya perlahan, tapi dia menolak. Dia menarik tangannya dengan cepat.

"Kau memiliki perasaan padaku?"tanyaku lembut. Dia terdiam, aku menatap sembari menunggu jawaban darinya.

Ku mohon, jangan katakan 'iya'. Itu akan membuat kita semakin sulit. Mungkin lebih tepatnya akan membuat aku sulit mencintai orang baru. Matanya menatapku penuh kekecewaan.

"Tidakkah kau sadari? Hanya kepada kamu aku membuka diri, hanya kepada kamu aku memperlihatkan sisi ku yang lemah, dan hanya kepada kamu aku memberikan perhatianku, memang benar aku membatasi kita. Aku melakukannya agar perasaanku tidak jatuh sejauh-jauhnya ke dalam hubungan ini. Agar aku tidak terlalu sakit seperti saat ini." jelasnya dengan mata berair.

Maaf...

Maafkan aku..

Ku mohon maafkan aku, ini terlalu terlambat. Semua ini karena aku yang pengecut dan tidak mengerti. Semua ini karena aku yang tidak sabaran untuk memperlihatkan padamu cinta sebenarnya. Semua ini karena aku yang menuntut cinta padamu dalam diam. Kau tidak bisa terus menderita karena aku yang pengecut ini.

Aku melihatnya telah berbalik dan berjalan menjauh, aku berjalan di belakangnya.

"Aku melepaskanmu" ucapku di belakangnya. Dia berhenti berjalan namun tidak berbalik menatapku. Aku melihat punggungnya yang bergetar menangis. Apa aku sangat menyakiti mu?

"Aku tau sejak awal kita tidak dapat bersama."lirihku

Benar, sejak awal kita terlalu sama hingga kita berjalan beriringan bukan bersinggungan. Tidak ada titik temu untuk kita. Bahkan, kekurangan dan kelebihan kita terlalu sama. Pada saat pertama mengenalmu, aku jatuh cinta pada kesamaan itu. Namun, keraguan mu dan ketidakmampuan ku untuk memahami mu menjadi palu yang meretakkan keinginan akan kepastian hubungan kita. Aku tidak menyalahkanmu, Sheila. Aku mencintaimu. Lebih dari siapapun. Tapi..

"Aku melepaskanmu, Sheila. Kau indah seperti bunga mawar, tapi duri mu membuatku terluka setiap kali mencoba menggenggam mu. Aku begitu pengecut tetapi aku juga takut kehilanganmu saat itu. Bertahun-tahun ku pendam karena takut kehilanganmu sebagai teman. Aku terus kembali padamu meski perempuan lain dekat denganku. Hingga akhirnya, aku pikir akan lebih baik jika salah satu dari kita mengambil langkah yang jelas, agar kita dapat terus berjalan maju. Dan kali ini berbeda, Sheila. Aku menemukan orang yang mencintai ku. Dia tidak membatasi perasaannya layaknya keraguan yang ada padamu. Aku tidak menyalahkanmu. Aku mengerti kau sulit mempercayai seorang laki-laki karena lingkungan dan masa lalu mu. Jadi, akan ku katakan bahwa kau tidak salah akan memiliki rasa keraguan itu, namun akulah yang tidak mampu untuk terus menghadapinya. Dan sekarang, layaknya yang kau katakan... kita usai. Aku tak akan kembali lagi padamu. Aku harap kau menemukan kebahagiaanmu." Jelasku.

Maafkan aku, aku tau ucapan ini terdengar menyalahkanmu. Tapi, tolong membenciku. Agar kau menjadikanku pelajaran, ketika bertemu orang baru.

Dia berbalik. Aku menatap mata sembabnya. Akulah penyebabnya. Pada akhirnya aku sama seperti laki-laki yang kau benci.

"Ziyan, kau bahagia dengan keputusanmu?" Tanyanya lembut sambil tersenyum padaku.

Hatiku terasa dirobek mendengar pertanyaanmu. Sakit. Tapi, aku ingin kau bahagia dengan orang yang tepat. Aku menatapnya lalu berusaha tersenyum.

"Aku akan bahagia"ucapku namun batinku meragukan ucapanku itu.

"Maka itu cukup untukku. Maaf, jika perasaanmu padaku membuatmu sulit."

Tidak pernah ada rasa sulit untuk mencintaimu tetapi hanya rasa sulit menaklukkan keraguanmu, Sheila.

"Tidak... Itu kenangan yang indah."
Aku sangat menyukai setiap momen bersamamu.

"Syukurlah jika kau berpikir seperti itu."
Dia menghela nafas panjang lalu berbalik.

Aku menahan tangannya. Sheila menoleh menatapku.

"Terima kasih dan maaf. Aku harap kau bahagia dan menemukan orang yang tepat untuk dirimu" ucapku. Dia tersenyum padaku lalu kembali berjalan menjauh.

Sambil menatap punggungnya yang mulai menjauh. Air mataku mengalir, aku berbalik dan menangis.

"Aku mencintaimu Sheila"lirihku terisak.

- Ziyan PoV END -

USAI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang