Bagian 2

73.6K 2.8K 16
                                    

Aku tidak tau apakah ini mimpi atau bukan. Kalau ini mimpi, aku tidak ingin bangun dari mimpi indah ini. Aku ingin selamanya ada di posisi ini.

Usai manggung tadi, tidak ada pilhan lain bagi kami selain menginap di salah satu hotel yang tidak jauh dari tempat acara. Mereka selesai saat tengah malam, dan Devan kelelahan.

"Apa yang kamu pikirkan? Kenapa kamu semakin sering melamun sih?"

Aku menggeleng. "Tidak ada. Aku hanya merasa kehidupanku saat ini ada di posisi yang tinggi. Entahlah, padahal beberapa bulan yang lalu aku merasa sangat terjatuh."

Devan mengeratkan pelukannya padaku. Mengecupi puncak kepalaku. "Kamu tau kan kalau kehidupan itu selalu berputar. Tidak akan selamanya kamu ada di bawah, dan tidak selamanya juga kamu ada di atas. Semua ada waktunya masing-masing. Sekarang nikmati saja apa yang ada, kita tidak tau apa yang terjadi ke depannya."

Sungguh tidak menyangka Devan bisa se-dewasa ini. Hm, dari dulu memang dia lebih dewasa dariku sih. Dan aku bersyukur akan hal itu. Aku bisa menikmatinya sekarang.

Lihatlah dia sekarang yang bekerja keras untuk kehidupan kami. Padahal di usia ini seharusnya kami masih menjadi tanggung jawab orang tua. Dan dia malah lebih seperti waliku sekarang. Dia yang merawatku sekarang. Tidak sekalipun aku mendengar keluhan darinya, kecuali saat aku kedatangan tamu bulanan seperti sekarang ini.

"Dev..."

"Hm..." Kebiasaan sekali menjawabku hanya dengan gumaman seperti itu.

"Apa kamu bahagia? Apa kamu menikmati hidup seperti sekarang ini?"

Dia menatapku tidak percaya. Seolah bukan aku yang menanyakan kalimat tadi. "Tentu saja, sayang. Aku sangat bahagia. Tidak ada hal yang lebih membahagiakan lagi untukku. Kurasa, aku orang yang paling bahagia di dunia ini."

"Apa yang membuatmu bahagia?"

Devan tersenyum manis. "Kamu." Dia menyentuh ujung hidungku dengan jari telunjuknya.

"Bukannya aku hanya selalu menyusahkanmu? Seperti tadi siang juga, sebenarnya kamu tidak ingin pergi ke mall kan? Tapi demi aku, kamu malah bela-belain sampai-sampai dikerubungi fans seperti itu."

"Maka karena itu aku bahagia. Karena kamu senang, dan itulah kebahagiaanku. Aku tidak peduli harus berhadapan dengan siapa, selama kamu senang maka aku akan melakukannya."

Kurasa wajahku memerah seperti tomat sekarang. Rasanya cukup panas. Tidak ingin ketahuan olehnya, aku memilih untuk menyembunyikan wajahku di dadanya. Hei, aku ini masih gadis muda yang akan memerah saat mendengar kalimat rayuan.

"Tidurlah. Bukankah hari ini melelahkan?"

"Hm." Aku hanya menggumam, menenggelamkan wajahku semakin dalam di dadanya. Menghirup aroma tubuhnya dalam-dalam.

Saat aku terbangun, jam di nakas sudah menunjukkan jam delapan pagi. Astaga, ini sudah hampir siang. Tapi, kemana Devan? Dia tidak ada di sebelahku.

"Eh, sudah bangun ternyata?" Dia muncul dari kamar mandi dengan wajah super segar. Uh, sudah mandi saja dia.

"Kenapa tidak membangunkanku?" protesku.

"Kamu sangat kelelahan. Sampai-sampai tidurmu saja mengorok," ledeknya.

Benarkah? Aku tidak percaya. Selama ini aku tidak pernah seperti itu.

"Cepatlah mandi. Kita akan pulang," perintahnya lagi. "Aku akan pesankan sarapan untuk kita."

Aku memilih untuk berendam di bath up. Rasanya sangat menenangkan, sampai-sampai kelopak mataku terasa semakin berat. Dipaksa untuk menutup kembali. Apalagi semalam cukup melelahkan sepulang dari tempat manggung d'Earth.

My Young Uncle - 2 (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang