🌜 s a t u 🌛

836 49 5
                                    

Jihoon menghela nafasnya kasar mendapati sesuatu di tangannya bergaris dua. Air matanya turun perlahan. Bibirnya terasa kelu untuk mengeluarkan isakan. Ketakutan pun menyelimuti dirinya. Rasa bersalah dan berdosa pun bersarang di hatinya.

Apa yang harus ia lakukan? Haruskah ia gugurkan si kecil yang tak bersalah ini atau ia rawat saja?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Apa yang harus ia lakukan? Haruskah ia gugurkan si kecil yang tak bersalah ini atau ia rawat saja?

Jihoon masih punya banyak harapan. Impiannya masih jauh. Ia tak siap memiliki anak. Tak siap menjadi orang tua. Tak siap pula menjadi seorang ibu.

Yang bisa ia lakukan saat ini hanyalah menerima kenyataan. Ia gigit bibir bawahnya untuk menahan isakan. Dadanya sesak.

Ayah dari bayinya? Jihoon pun tahu betul siapa dia. Tapi Jihoon tidak setega itu untuk meminta pertanggung jawaban terhadap seseorang yang sudah memiliki istri dan anak.

Jihoon masih terlalu muda kalau kalian ingin tahu. Hal seperti kehamilan merupakan hal yang terlalu cepat untuk ia alami.

"Aku harus apa?" Hanya itu yang bisa Jihoon tanyakan pada diri sendiri seraya tangannya mengusap pelan perutnya yang masih terbalutkan oleh seragam sekolah.

🌜 About That Night 🌛

Jihoon berjalan pulang menuju rumahnya setelah ia meninggalkan sekolah pada lima menit yang lalu. Sungguh, Jihoon pusing sekarang. Begitu banyak yang ia pikirkan mengenai kehamilannya. Apa yang harus ia lakukan setelah ini? Itu yang selalu menjadi pertanyaannya sekarang.

Gejala awal kehamilan, membuat Jihoon tak pernah bisa berhenti muntah. Ia selalu mual, pola makannya pun ikut terkena dampak gangguannya.

Dulu ia tak tahu, kini ia tahu penyebabnya. Langkahnya cepat menuju semak pinggir jalan. Dibalik semak semak lah ia memuntahkan cairan bening yang membuat perutnya terasa diputar putar. Jihoon tersiksa. Efek dari muntah sudah tentu akan pusing.

"H-hoek! Hkkhh! Hoek!" Tenggorokkannya tercekat. Jihoon menangis dibuatnya. Ini sangat menyiksa.

Lalu sebuah tangan membantu mengurut tengkuknya. Jihoon sungguh berterimakasih pada orang itu hingga akhirnya semuanya keluar membuat Jihoon lega.

"Minum dulu Jihoon." Sebuah botol mineral tersodor untuknya. Jihoon langsung saja menurutinya. Meminumnya hingga tandas setengah lalu menatap sang penolong. "Terimakasih banyak Pak Johnny." Ucapnya tak enak hati.

Johnny mengangguk. Ia memyentuh dahi muridnya. "Apa kau pusing?"

Jihoon mengangguk. "Sedikit. Tapi tidak apa apa."

Tangannya digenggam erat. Jihoon melotot karenanya. Seketika rasa pusingnya buyar entah kemana hanya karena hal kecil yang Johnny lakukan. "Pak John-"

"Ayo makan. Saya belum makan." Seenak hati guru bahasa inggris itu menyeretnya. Membuat Jihoon harus menyesuaikan langkahnya. "Aku tidak lapar."

Mistakes [Johnny X Jihoon] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang