Keesokkan harinya, Kory dijumpai oleh ayahnya, Franklin. Franklin menanyakan soal surat dari rumah sakit yang ditemukannya di ranjang Kory kemarin. Kory begitu terkejut melihat ayahnya yang menemukan surat keterangan itu.
"Isi dari surat ini sangat mengerikan," ucap Franklin.
Kory hanya terdiam.
"Bagaimana mungkin kau diam saja, dan tak beritahu ayah soal hal ini? Hah?" tanya Franklin dengan kesal.
Kory menarik napas dalam-dalam dan menatap ayahnya. Dia tersenyum dan memegang bahu ayahnya.
"Aku tak beritahu karena aku tak ingin jadi beban ayah. Aku sudah dewasa dan pasti bisa mengendalikan ini sendiri," kata Kory.
Franklin terdiam menatap anaknya itu. Dia membayangkan Kory yang dulunya masih kecil suka dimanjakan, kini telah dewasa dan ingin melakukan semua sendirian. Dia menangis membayangkan bahwa hidup anaknya itu akan sangat singkat.
"Kory, bagaimana pun kau tetap adalah anakku. Aku tak akan biarkan kau berjuang melawan penyakit sendirian," ucap Franklin dengan raut sedih.
"Aku tak akan berjuang. Aku akan menyerah. Aku sudah tidak tahan lagi, ayah. Biarkan saja penyakit ini dan mari menikmati hidup bersama di hari-hari terakhirku," ujar Kory yang membuat sang ayah terkejut.
"Kory ... kau menyerah begitu saja? Kory yang ayah kenal tak seperti itu. Kau dulu tak mau menyerah dalam segala hal. Sekarang, sangat menyedihkan kau memutuskan untuk menyerah," kata Franklin.
"Aku tidak seperti dulu lagi ... dan penyakit ini lebih unggul daripada diriku sendiri. Aku akan mati, dan ayah masih punya Ryan, ah, maksudnya Hana," ucap Kory lagi.
"Tapi kau dan Hana berbeda," ujar Franklin memotong.
"Sudahlah ... maafkan aku karena memilih menyerah ... ayah," balas Kory kemudian dengan menunduk.
"Kita bisa lakukan pengobatan, sekarang, ayolah, Kory!" Franklin mulai mendesak.
Kory tak menjawab. Dia menatap ayahnya sambil menahan air mata. Dia lalu tersenyum untuk menenangkan ayahnya itu.
***
Kory bersedia untuk dirawat di rumah sakit setelah sang ayah mendesak. Ia duduk di ruang tamu dengan memakai syal cokelat yang sering ia pakai saat masih kecil. Syal itu sudah tidak dalam kondisi baik, tetapi masih bisa dipakai. Ryan di sisinya menunggu sang ayah bersiap-siap.
Ryan menatap kembarannya itu dengan tatapan sedih. "Duri, maafkan aku yang terlalu keras padamu selama ini."
"Ah, tidak! Kau tidak perlu minta maaf, kau tak salah," ucap Kory tersenyum.
"Kau berubah banyak, ya," balas Ryan.
"Ah, begitukah?" tanya Kory.
Ryan mengangguk. Dia bertanya, "apakah kau akan sembuh?"
"Entahlah, aku belum tahu pasti ...,"
Ryan mengangguk paham. Dia memegang bahu kembarannya itu. "Kalau kau pergi, ayah dan aku pasti sangat sedih."
"Jika aku mati, lihat saja dirimu di cermin. Kita berdua mirip, dan itu akan menghilangkan rasa rindumu. Ayah juga begitu, ketika dia rindu aku, dia harus menatapmu ...," Kory bergurau.
"Jangan katakan hal bodoh begitu!" Ryan tampak marah.
"Aku minta maaf, jika aku memiliki banyak kelakuan yang nakal selama ini," ucap Kory.
Ryan mengangguk. Dia tiba-tiba memeluk Kory dan mengelus rambut kembarannya itu. "Tapi, meski begitu, jangan pernah pergi dalam waktu dekat. Aku dan ayah masih membutuhkanmu."
Kory mengangguk kecil dalam pelukan Ryan. Dia tersenyum lega karena akhirnya mereka berdua punya waktu untuk berbincang.
***
Dolly tiba-tiba datang. Dia menatap Kory dan Ryan di ruang tamu. Dia menuju ke arah Kory. "Apa yang dikatakan tuan Char benar?"
"Tentang apa?" Keduanya serempak bertanya pada Dolly.
"Penyakit Duri, ah, Kory," kata Dolly lagi.
Kory terkejut, Ryan juga. Mereka berdua diam sesaat, kemudian Ryan mengangguk. Dolly terkejut dengan anggukkan Ryan, sementara Kory hanya terdiam.
"Ah, aku akan bantu ayah bersiap-siap. Kami akan bawa Kory ke rumah sakit nanti. Kalian berdua bicaralah!" ujar Ryan sambil berlalu pergi.
Kini hanya Dolly dan Kory berdua di ruang tamu. Mereka terdiam sesaat, sebelum akhirnya Dolly duduk di samping Kory. Kory menatapnya dengan tatapan lesu.
"Kory, maafkan aku," ucap Dolly.
"Aku telah dibutakan oleh cintaku pada Dylan, maksudnya, Semo. Aku bodoh melupakan begitu saja semua tentang kita. Aku pikir, kau akan melupakanku dan mencari wanita baru. Tapi, nyatanya, kau sekarang masih menungguku," lanjutnya.
"Maaf," kata Dolly lagi.
Kory diam sesaat. Dia menarik napas dalam-dalam untuk mengendalikan emosinya. Dia menatap Dolly dengan tatapan yang sangat menyedihkan.
"Kebahagiaanmu adalah bersama Semo. Jadi, aku telah merelakan dia bersamamu. Kau harus bahagia," kata Kory dengan senyuman.
"Tidak! Aku masih mencintaimu. Aku yang salah! Aku akan menanggung resiko, biarkan Dylan marah sepuasnya padaku. Aku akan perbaiki semua, dan tidak akan mengecewakanmu. Kau ... kau laki-laki yang terbaik untukku. Sejak dulu kaulah yang menjaga dan menemaniku, walau aku agak jengkel dengan kelakuan nakalmu," ucap Dolly panjang lebar.
"Kory, ayo kita mulai dari awal! Aku akan perbaiki hubungan kita. Kita akan kembali seperti dulu lagi," ujar Dolly.
"Pernikahanmu dengan Semo akan berlangsung dua minggu lagi. Jangan membuatnya kecewa. Hanya dia satu-satunya yang bisa menjagamu, Dolly," kata Kory dengan lembut.
"Aku akan membatalkan pernikahannya!" kata Dolly yang membuat Kory terkejut.
Kory merasa pusing setelah Dolly membuatnya berpikir keras karena pernyataan yang baru saja dilontarkan Dolly. "Jangan, jangan buat Semo kecewa. Dia mencintaimu, jangan permainkan perasaannya. Walau bagaimanapun, kami adalah sahabat. Dan aku tak ingin jadi alasan hancurnya kebahagiaan Semo. Jangan buat dia kecewa ...,"
"Hah," Kory menghela nafas. "Lagi pula, aku tak akan bisa menjagamu lebih lama. Kau tahu kalau hidupku tidak akan lama lagi, penyakit ini tak bisa disembuhkan," kata Kory.
Dolly perlahan menangis dan memeluk Kory. Dia menggeleng cepat dan mulai kesal. "Jangan bilang apapun soal kematian. Kau akan sembuh."
"Hanya Semo yang bisa menjagamu setelah aku pergi. Jadi, anggap saja aku menitipkanmu padanya. Karena aku tahu, Semo akan membuatmu bahagia. Walau pun begitu, aku ingin mengatakan bahwa aku masih mencintaimu," ujar Kory dengan senyuman.
Dia membelai rambut Dolly dengan lembut. Dia berusaha menghibur dan menenangkan Dolly yang masih menangis. Sementara, tanpa mereka ketahui, Semo mengintip dan menguping pembicaraan mereka dari tadi.
"Kory, maafkan aku ..."
"Iya, aku ... memaafkan," balas Kory.
"Aku mencintaimu. Aku masih mencintaimu. Aku tahu aku salah, aku ingin perbaiki semuanya dari awal. Walau terlambat, aku akan menjagamu hingga sembuh. Kita akan kembali seperti dulu. Aku akan minta pengertian dari Dylan. Dia akan mengerti tentang hubungan kita saat ini. Jadi, kau harus memaafkanku. Berikan aku kesempatan. Kau harus sembuh, aku akan menjagamu ...," Dolly masih mengoceh pada Kory.
Setelah beberapa saat, dia menyadari bahwa Kory telah pingsan. Dia menatap Kory yang tak sadarkan diri di sofa dengan napas yang sangat lambat. Dolly begitu panik dan berteriak memanggil Ryan.
T. B. C.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dolly Or Dingyo?
FanfictionSetiap Pilot Tobot masing-masing memiliki dua nama. Mereka mengubah nama asli mereka untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Hana untuk Ryan, Duri untuk Kory dan Dylan untuk Semo. Namun, bagi sosok Pilot Tobot D, dia memiliki dua nama bukan...