06 :: Kota Batu

3 1 0
                                    

Sebuah kehangatan keluarga yang ia inginkan.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.



"WELCOME TO BATU!!" Seru Zavian saat baru saja turun dari bus, mahasiswa jurusan DKV itu merentangkan kedua tangannya lebar-lebar tepat di depan pintu bus, tidak peduli dengan beberapa penumpang yang menatapnya jengkel lantaran harus menunda untuk turun dikarenakan pintu terhalang oleh tubuh besar Zavian.

"Berisik. Ini bukan habitat lo, Monyet Amazon." sarkas Arjuna sambil mendorong tubuh Zavian yang lebih besar darinya dan membuat temannya itu hampir terjerembab ke depan.

Zavian menatap bengis Arjuna yang menampilkan wajah tanpa dosanya itu, bahkan Arjuna asyik menghirup dalam-dalam udara di sekitarnya. "Setan lo, cebol." Makinya yang langsung mendapat tepukan keras di punggungnya dari Arjuna.

"GAK USAH NGATAIN TINGGI BADAN GUE!"

Bendra yang baru turun dari bus bersama Biru hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah kedua kawan seperjuangannya tengah bertengkar dan adu mulut. Baginya, pemandangan itu sudah sering terjadi, Arjuna yang memiliki kesabaran setipis tisu disatukan dengan Zavian yang suka memancing emosi, hancur sudah. Beruntungnya Bendra bisa menjadi penengah, walau terkadang ia seringkali menjadi tumbal.

"Heran, mereka akrab pas lagi julid doang."

Biru tertawa kecil, pemuda mungil itu lalu mengalihkan pandangannya ke segala penjuru. Udara disini terasa sejuk dan dingin karena jam telah menunjukkan pukul empat sore, wajar saja karena daerah yang mereka kunjungi adalah daerah yang terkenal akan surganya tempat wisata, baik wisata modern maupun wisata perkebunan. Batu. Kota yang dekat dengan Malang ini adalah destinasi kunjungan mereka, tempat dimana Bendra lahir. Awalnya Biru tidak menyangka jika Bendra akan mengajaknya kemari.

Setidaknya kunjungan mereka ini akan membuat Biru sedikit melupakan masalahnya dengan sang ibu sebelum berangkat kemari.

"Udaranya sejuk kan? Disini kalau malam, dingin banget udah kayak hidup di Antartika." Ujar Bendra di sela-sela perjalanan mereka.

Kini keempat remaja itu berjalan di jalan setapak yang di kelilingi oleh kebun apel milik salah satu tempat wisata yang masih ramai pengunjung. Dengan Bendra yang memimpin di depan, diikuti oleh Biru, Zavian, dan Arjuna.

Arjuna mengangguk setuju, "Untung gue bawa jaket punya Koh Juan, anget soalnya. Gue udah pernah ke Batu pas gak bawa jaket, besoknya langsung flu."

"Gue sih kesini pas siang, waktu SD dulu kalau rekreasi ya ke Batu. Jadi belum ngerasain dinginnya, kalau sejuk sih pasti kerasa aja." Sambung Zavian, lalu pemuda itu menoleh ke arah Biru, "Biru udah pernah kesini?"

Biru mengangguk kecil, tampak menggemaskan karena surainya yang halus ikut bergerak, belum lagi pipinya yang memerah, sangat kontras dengan warna kulitnya yang putih. "Pernah, Bang. Sama kakek dan nenek, di Agro."

"Buset dah, gue trauma pergi ke Agro. Jalannya bikin jantung deg-degan kayak maraton 5 kilometer."

"Bener tuh, seneng sih waktu petik apelnya. Tapi jalannya nggak banget menurut gue." Sahut Arjuna, "Btw.... Kok gue gak asing sama jalan ini ya..."

Bendra hanya diam, dalam hati dia menunggu reaksi histeris mereka setelah melewati jalan setapak ini untuk menuju rumahnya. Baik Zavian maupun Arjuna tidak tahu jika rumah Bendra akan melewati tempat wisata yang menjadi topik pembicaraan mereka.

"Siap-siap bro! Kerahkan semua tenaga kalian, karena sebentar lagi kita akan melewati medan perang."

Aba-aba dari Bendra membuat ketiganya kebingungan, apakah mereka akan melewati tempat wisata yang menyeramkan?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 17 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tahta sang Biru [ Takata Mashiho ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang