Ch 2 Tidak beruntung atau bodoh?

127 34 13
                                    

Seorang gadis berambut hitam tersenyum lebar ketika menuruni pesawat. Di tangannya, dia menarik koper berukuran sedang berwarna ungu muda miliknya. Setelah perjalanan yang cukup membosankan, akhirnya dia berhasil mendarat di bandara Changi. Mengikuti puluhan penumpang yang berjalan di depannya, Irene melenggang masuk ke bagian kedatangan internasional.

Melalui lorong-lorong yang panjang, dirinya ini disambut di Terminal 3 bandara Changi Singapura. Kaki kecilnya melangkah panjang di travelator yang membawanya semakin menyelami bandara Changi. Tentu dia tahu apa yang terkenal di bandara Changi, yaitu air terjun HSBC Rain Vortex. Namun ternyata setelah menelisik lebih jauh, objek unik tersebut berada di luar bandara. Walaupun saat ini dia ada di kawasan bandara.

Dengar bibir yang ditekuk, Irene kembali mengikuti puluhan penumpang lain menuju bagian imigrasi. Beruntung paspor Selandia Baru miliknya cukup kuat sehingga dia bisa berjalan-jalan bebas ke berbagai negara tanpa harus mengurus visa. Terima kasih Papi dan Mami Blake.

Proses di bagian imigrasi cukup singat. Dia hanya ditanya akan tinggal berapa lama dan sampai kapan. Rencananya Irene akan tinggal selama satu minggu di Singapura, sebelum dia kembali ke Auckland. Siasat yang sudah disusunnya bersama Wendy pun berhasil. Kedua orang tuanya tidak menaruh curiga sekalipun Irene menggunakan kartu kredit papinya untuk memesan tiket pesawat dan juga hotel.

"Hehe (G)I-DLE aku datang." Senyumnya kini semakin merekah.

Selesai dari bagian imigrasi, dirinya langsung menunggu bagasinya. Walaupun hanya satu minggu, tapi bawaan Irene cukup berat. Gadis berambut hitam itu memang sudah menyiapkan outfit khusus untuk jalan-jalan. Terutama untuk konser. Tak terasa kakinya terasa pegal menunggu bagasinya datang. Untuk melawan rasa jenuh, gadis bertubuh mungil itu sejak tadi memainkan ponselnya. Sayangnya karena dia tidak membawa power bank, baterai ponselnya tersebut sudah tinggal sedikit.

"Ah, kalau saja tadi aku tidak menonton Netflix di pesawat." Irene mengerutkan dahinya dengan kesal. Kini dia harus mencari stop kontak untuk mengisi daya baterainya. "Tapi mau bagaimana lagi, series Riverdale memang seru."

Setelah penantian panjangnya, Irene membawa kopernya menuju area tunggu di bandara. Di sebuah sofa yang melingkar dia merebahkan badannya. "Ah, sampai pegal aku menunggu di antrian bagasi." Keluhnya dengan kesal.

Melalui ekor matanya dia melihat sebuah stop kontak di ujung kursi yang tidak terpakai. Setelah melihat ke sana kemari, tak ada orang yang akan memakainya. Saat itu suasana di ruang tunggu agak sepi dan waktu sudah menunjukkan pukul 10.30 malam. Irene berencana untuk istirahat sejenak di ruang tunggu sambil mengisi daya baterainya kemudian memesan taxi untuk pergi ke hotel.

Sayangnya saat itu dirinya sedikit lengah. Untuk mencari charger di tasnya, dia meletakkan pouch berisi dompet, ponsel dan paspornya di sembarang tempat. Saat dirinya sedang sibuk membongkar tasnya, seseorang yang tidak di kenal berjalan di belakangnya.

Pria tidak dikenal tersebut lalu mengambil pouch Irene yang berisi barang berharga tersebut lalu menyimpannya ke dalam tas ranselnya. Setelah melakukan aksinya, pria bertopi itu langsung berjalan seperti layaknya penumpang biasa menjauhi lokasi sofa.

Cukup lama bagi Irene untuk mencari charger ponsel di tasnya. Karena posisi adaptor charger dan USBnya terpisah dan berada di paling dalam tasnya. Setelah beberapa saat mencari, dia pun akhirnya berhasil mengeluarkan chargernya.

"Aha! Akhirnya ketemu juga. Untungnya aku tidak lupa membawa ini. Aku harus mengisi baterai ponselku dan memesan Grab." Irene dibuat terkejut ketika dia tidak mendapati pouch berisi barang berharganya.

"Tunggu, aku tidak mungkin salah. Baru saja aku menaruhnya di sini." Gadis berambut hitam itu pun panik dan menengok ke sana kemari. Dia bahkan sambil membongkar isi tasnya seraya mencari keberadaan pouchnya tersebut.

JUST ME & I-RENETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang