Chapter 07

2 2 0
                                    

Aku berniat ingin ikut membantu mewarnai gambar Aleena. Disaat tanganku mulai mengikuti pola gambar terdengar suara-suara kecil dari arah luar.

"Woof... Woof."

Aleena menatapku, lalu mengadah ke arah luar jendela depan dan menatapku kembali. "Didi aku mendengar suara, seperti suara anak anjing. Apa didi mendengar juga? Kita harus melihatnya," Sarannya dengan semangat mendadak, lalu meletakkan pensil mewarnainya.

Aku mengangguk bangun dari duduk dan menarik lengan Aleena menemaniku ke arah suara. Kami berdua berjalan ke luar dan membuka pintu pagar. Terlihat dua ekor anak anjing di depan sedang bermain dan berlari-lari kecil di sekitar rumah. Yang satu berwana hitam, dan yang satu berwarna cokelat dominan dengan sedikit warna putih.

"Wuaaaa... didi lihat anak anjing." Katanya girang begitu melihat dua anak anjing imut seukuran kucing dewasa di depan. Ia ingin mendekat menyentuh anak anjing itu.

Aku mencoba menahannya. "Jangan... jangan mendekat dan menyentuhnya Aleena. Sepertinya itu anjing liar, lihat... tidak ada kalung yang melingkar di lehernya. Kita tidak bisa menyentuhnya sembarangan. Sebaiknya kita hanya melihatnya saja, okeh?" Bujukku sambil mengamati wajah mungilnya. Aleena mengangguk dan menurutiku. Suhu udara di luar sangat dingin sekarang, kami berdua kedinginan saat ini, tapi tidak melucuti rasa ingin mengamati sepasang anak anjing yang sedang bergelut manja.

"Didi mereka sangat lucu, liat idung mungilnya mengendus, kupingnya imut, ekornya bergerak lincah."

"Kakinya? Bagaimana dengan kakinya?" Aku mencoba menggodanya.

"Aku rasa itu tugas didi sekarang untuk menyebutnya! Aku ingin memberinya nama, apakah didi mempunyai nama yang bagus?" Tanyanya mengadah ke arahku.

"Hah" Aku menyipit. Jawaban dan permintaannya di luar expetasiku " Baiklah mungkin kakinya kecil dan imut. Aleena ingin memberinya nama, tapi kenapa kamu meminta itu dari didi."

"Aku tidak ada ide, aku rasa didi memiliki ide karena didi adalah didiku."

Aku mengacak rambutnya sambil tersenyum dan berpikir sejenak. "Hmmf" Aku berguman seraya mengamati tingkah lucu dan wajah mungil kedua anak anjing di depan. Aku tidak pernah memiliki binatang peliharaan dan aku pikir aku menyukai dua anak anjing itu. "Bagaimana kalau kita memberi nama Bruno untuk yang bewarna hitam dan Tommy untuk yang bewarna cokelat."

Aleena tidak langsung merespon dan hanya mengamati ke depan, seolah-olah aku membutuhkan persetujuan, lalu ia mulai bersuara, "Bruno dan Tommy!" Ulangnya dengan nada ceria versinya membentuk senyum simpul yang menggemaskan.

Aku tersenyum puas setelah mendapat persetujuan nama dari makhluk imut kecil dan menggemaskan di hadapanku. "Sudah puas memandangnya? Sebaiknya kita masuk ke dalam, di luar sangat dingin."

"Didi.... Sebentar lagi, aku ingin melihatnya sebenta lagi. Pleeeeeeeeeseeeeeeeeeeeeeeeeeeee Didiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii pleeeeeeeeeseeeeeeeeeeeeeeeeeeee
Pretty didiiiiiiiiii please." Aleena merayuku.

"Baiklah, didi beri waktu tambahan 5 menit. Setuju?" Kelemahanku adalah aku tidak bisa berkata tidak ketika ia merayuku dengan mata imutnya.

"Oke didi, Aleena setuju."

Aku kembali berjongkok di samping Aleena mengamati anak anjing yang sedang bermain. Tommy anjing berwarna hitam yang baru saja ku namai menatapku, dan aku menatapnya balik cute... i'm melted. Ia berjalan mendekat, tubuhku reflek segera bangun tidak ingin anak anjing itu menyentuhku atau menjilatiku. sebenarnya bukan aku tidak suka, jika larangan itu tidak ada mungkin aku sudah meminta ayah untuk mengizinkanku memelihara anak anjing. Agamaku melarangku untuk menyentuh atau jangan sampai di sentuh anjing. Dan aku harus menghormati agamaku. Meski demikian kami tidak di benarkan untuk berlaku kasar kepada anjing. Aku di ajarkan untuk saling menyayangi hewan termasuk anjing.

Tuba and Her Magic WordTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang