06 - Aura Pemimpin

0 0 0
                                    

Nakula merapihkan jas yang sudah terpasang ditubuhnya. Tatapannya jatuh kearah bingkai foto yang terpasang disamping cermin. Dalam bingkai itu adalah fotonya bersama Sadewa ketika Sadewa pertama kali datang kerumahnya. Sadewa yang menyembunyikan kepala botaknya di dalam Hoodie dengan senyuman khasnya sementara dirinya yang hanya tersenyum seadanya.

"Doain abang ya wa."

Nakula menarik nafasnya dalam-dalam, "Hari ini aku adalah Sadewa."

Nakula keluar dari kamarnya, menuju ke lantai bawah, kamarnya dengan Sadewa sebelahan. Terlihat Rafael sedang membaca koran dengan kopi diatas meja. Disebelah Rafael tentunya ada Budiman yang merupakan sekertaris pribadi Rafael.

Menyadari ada yang menatapnya, Budiman segera membungkuk untuk menyapa Nakula. "Selamat pagi tuan muda."

Nakula mengangguk, "Selamat pagi."

"Hari ini tuan muda akan dijemput oleh Bagas, Bagas adalah anak saya sekaligus sekertaris pribadi tuan muda Sadewa. Bagas akan membantu tuan muda dalam penyesuaian pekerjaan tuan muda Sadewa."

Nakula mengangguk paham.

"Selamat pagi tuan muda." Sapa seorang lelaki berkacamata yang kira-kira seusianya baru saja tiba.

"Selamat pagi."

"Mari tuan muda, sekarang saatnya bekerja."

Nakula mengangguk, lalu berjalan dibelakang Bagas. Didalam mobil terasa canggung, Bagas yang mengemudikan mobil diam-diam melirik kearah Nakula. 'Gue masih ga percaya kalo ini orang bukan Sadewa. Tapi gue juga ikut bantuin nyelametin Sadewa. Kemarin gue juga baru dari rumah sakit buat jengukin dia. Tapi kok bisa semirip ini sih?!' batinnya bertanya-tanya.

"Tanyakan yang mau kamu tau, saya ga sekaku itu kok."

"Eh? Maaf tuan muda."

'Ga kaku tapi ngomongnya saya.' pikirnya.

"Kalo gitu saya aja yang tanya. Kamu sudah berapa lama kenal Sadewa?"

"Sejak kecil tuan muda."

"Sejak kecil? Kamu tinggal di rumah Sadewa?"

Bagas menggeleng, "Saya selalu ada disisi tuan muda Sadewa, karena sudah tugas saya menjaga beliau."

"Kamu sekaku ini sama dia?"

"Eh? T--tidak tuan muda, biasanya saya santai kalo sama dia. Malah kita sering tukeran baju kalo kepepet mau kabur dari rumah. Eh-- maaf tuan muda." Bagas menepuk bibirnya sendiri ketika keceplosan menceritakan rahasianya dengan Sadewa.

Nakula tertawa kecil mendengar cerita Bagas. Mendengar tawa Nakula membuat Bagas merinding. 'Ketawanya aja mirip jirr' batinnya.

"Santai saja sama saya. Perlakukan saya seperti kamu perlakukan Sadewa. Kalau kamu teman baik Sadewa, kita juga bisa jadi teman baik bukan?"

Bagas mengangguk. "Tuan muda, boleh ga kita bicaranya non formal?"

Nakula menatap Bagas bingung, "Boleh dong, kenapa tanya gitu?"

"Habisnya tuan muda pakai bahasa saya, jadinya kayak formal mau kerja. Saya kan takut dikira ga sopan, nanti saya dipecat."

Nakula tertawa mendengar pengakuan Bagas, ternyata ini yang membuat Bagas meliriknya daritadi. "Saya tidak akan memecat kamu. Dan soal bahasa, saya terbiasa berbicara kayak gini, jadi santai saja ya."

Bagas meringis mendengarnya. "T--tapi tuan muda, Sadewa biasanya sering ngomong lo-gue kalo sama yang seumuran."

Nakula mengangguk paham, "Oke, saya-eh gue coba."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 26 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

NAKULA SADEWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang