"Kenya, kau yakin dress ini pantas untuk ku gunakan di acara makan malamku dengan keluarga Zayn nanti?" Aku berdiri di hadapan Kenya sambil mengangkat dress berwarna merah muda pilihannya. "Seperti yang ku katakan sebelumnya, Lex. Kau harus mencobanya terlebih dahulu karena aku tidak bisa main ambil keputusan." Memutar bola mataku, kemudian berjalan ke arah fitting room. Ini sudah ke-empat kalinya aku memasuki ruangan ini, dan ku harap ini adalah yang terakhir kalinya.
Aku membuka slot pintu, kemudian berjalan keluar untuk menemui Kenya yang kini sedang duduk di sofa sambil membaca majalah yang tersedia. Dari yang ku lihat, dia nampak bosan. Semoga dia masih mau menjadi temanku setelah ini. "Hey, bagaimana?" Kenya mendongakkan kepalanya. Dia terlihat sedang berpikir sejenak sebelum akhirnya angkat bicara. "Ya, ini tepat sekali." Jawabnya antusias. Senyumku mengembang dan tanpa banyak membuang waktu, aku kembali ke dalam fitting room untuk mengambil pakaianku yang masih tertinggal di dalam.
*** ***
Situasi jalanan di New York sore ini tidak terlalu padat, jadi aku dan Kenya bisa tiba di rumahnya dalam waktu kurang dari tiga puluh menit. Kami turun dari mobilku, kemudian berjalan melewati pekarangan rumah Kenya yang cukup luas. "Istirahatlah sejenak, kau pasti lelah." Kenya berbicara padaku sambil membuka pintu rumahnya yang tidak dikunci.
"Terima kasih, tapi aku harus ke salon untuk menata rambutku sekaligus merias wajahku."
Kenya mengangguk mengerti. "Baiklah, kalau begitu hati-hati."
"Tentu. Terima kasih juga kau sudah mau meluangkan waktu sibukmu serta memberiku saran untuk memilih dress yang cocok. Terakhir, sampaikan beribu-ribu terima kasihku pada Harry karena dia akhirnya mengizinkanmu keluar rumah. Aku tahu dia sangat possessive." Aku menaruh kesan humor di akhir kalimat yang ku ucapkan, dan itu membuat kami tertawa secara bersamaan.
"Akan ku sampaikan. Pergilah, sebelum kau terlambat."
"Sampai jumpa, Kenya."
"Sampai jumpa, Lex." Dan dengan itu, aku pergi meninggalkannya lalu berjalan ke arah mobilku yang ku parkirkan di depan rumahnya.
Sesuai rencanaku, aku akan pergi ke salon terlebih dahulu sebelum akhirnya pulang ke rumah dan menunggu Zayn menjemputku. Oh Tuhan, ku harap malam ini akan menjadi moment teristimewa dalam hidupku.
*** ***
Aku mengangkat ponselku yang bergetar dengan nama Zayn yang terpampang di layarnya. "Halo?"
"Halo, Lex. Kau sudah siap?" Suara Zayn terdengar dari seberang sana.
"Lebih dari siap."
"Bagus, sepuluh menit lagi aku akan sampai. Aku mau kau menungguku di luar rumah karena kita harus segera berangkat, waktu makan malam sudah sangat dekat dan aku tidak mau kita terlambat."
Aku mengangguk meski dia tidak melihat. "Akan ku lakukan. Berhati-hatilah, sayang." Memutuskan sambungan teleponnya, kemudian memasukkan ponselku kedalam mini bag yang akan ku pakai nanti.
Menatap pantulan diriku di cermin sekali lagi, untuk memastikan kalau semuanya sudah sempurna. Di mulai dari rambut coklat brunette milikku yang sudah dibuat lebih curly dari biasanya, kemudian wajahku yang telah dipoles make up dengan warna yang sangat natural, berlanjut ke dress with pink colour dengan potongan dada yang sangat rendah dan tidak berlengan telah membalut tubuhku hingga ke lutut sejak sore tadi, dan berakhir di high heels serta mini bag yang warnanya hampir serupa dengan dress yang ku gunakan. Melirik ke arah jam dinding, aku mendapati waktu yang sudah menunjukkan pukul setengah tujuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bitter Fact #CHANGEDWritingContest
Fiksi Penggemar"Aku bukan seorang cinderella yang hanya menginginkan hartamu agar terbebas dari kemiskinan." Cerita ini dibuat untuk mengikuti contest yang diadakan oleh author CHANGED fan-fiction, Kak Shafira. #CHANGEDWritingContest