The Voice in The Dark

12 2 0
                                    

Seminggu setelahnya, Kalista datang lagi untuk konsultasi, masih diikuti sepupunya, dan mereka duduk lagi di teras balkon kantor Profesor Tara.

Pewaris serangkaian rumah sakit ternama dan berbagai bisnis keluarga Mahardhika lainnya itu memang terlihat bak putri raja di mata Julian.

Beberapa hari terakhir dia sering memikirkan sang pasien.

Apakah Kalista tidur nyenyak? Bisa makan dengan baik? Apakah dia menjalani harinya dengan rasa sakit, ataukah dia bisa mulai bangkit dari kegelapan?

Julian tahu pikiran-pikiran ini salah. Seorang dokter tentunya tidak boleh menyimpan rasa apapun terhadap pasiennya.

Untung saja minggu depan Profesor Tara sudah pulang, sehingga Kalista akan kembali berkonsultasi dengan atasannya itu.

"Mbak Tara punya target nggak, untuk seminggu ke depan?"

"Target?"

"Iya. Rencana, mungkin? Merencanakan sesuatu bisa membuat pikiran kita lebih positif. Atau ya....berharap hal baik bisa terjadi."

"Berharap?" Kalista tertawa getir. "Saya udah lupa caranya berharap, Dok."

Sebetulnya kata-kata Kalista adalah makanan sehari-hari untuk Julian. Positive thinking itu sesuatu yang sangat sulit untuk penderita trauma dan depresi. Namun dia merasa sedih mendengarnya.

"Nggak harus harapan besar, kok. Harapan kecil juga boleh."

"Misalnya?"

"Misalnya, harapan saya hari ini cuma bisa makan on time aja. Nggak telat-telat banget lah. Sama...... sempet makan red velvet cake di kantin RS. Udah lama saya pengen, tapi nggak pernah sempet."

Kalista mengernyit.

"Kenapa harapan Dokter ada hubungannya sama makan semua?"

"Salahkah, Mbak? Terlalu receh, ya?"

"Nggak, Dok. Kedengerannya seperti... . . Orang yang puas dengan hidupnya."

Julian tertegun.

Puaskah dia dengan hidupnya?

"Bikin target, Mbak buat seminggu ke depan. Buat motivasi aja."

"Apa ya, Dok?" Kalista termangu. "Nggak kepikiran apa-apa."

"Kalau begitu saya kasih PR ya, boleh nggak?"

"Hah? PR?"

Kalista menoleh dan memandang mata Julian untuk pertama kalinya hari itu, dan jantung Julian seakan melompat ke kerongkongannya.

"Gampang kok, Mbak, PR-nya. Cuma nulis setiap hari satu hal yang bikin mbak senang hari itu. Sesimple lihat kucing yang lucu, itu udah bisa dimasukin ke listnya."

Kalista terlihat ingin membantahnya, tapi lalu dia berkata, "Oke, saya akan coba, Dok."

"Minggu depan tunjukin ke Profesor Tara, ya Mbak?'

"Iya, Dok."

******************************

Hari Senin minggu selanjutnya, Profesor Tara kembali bekerja. Tentunya ada banyak hal yang harus dia cek, namun yang pertama dibacanya adalah consultation summary Kalista, klien VVIP yang dipercayakan pemilik rumah sakit padanya.

Laporan Julian memang selalu detail dan to the point.

Namun insting membuat sang Profesor memeriksa CCTV.

Walau tak ada suara, dia mengamati perbincangan Julian dan Kalista.

Sungguh aneh.

Ada berbagai insiden Kalista menjadi histeris, lari, atau marah karena diajak bicara pria asing.

His Fallen AngelWhere stories live. Discover now