.
.
.Dalam gelap dan heningnya tidur, Alleta mendapati dirinya berdiri di tengah ruang putih tanpa batas. Tak ada suara, tak ada arah, hanya kekosongan yang sunyi. Tapi dari kejauhan, muncul siluet seorang wanita yang perlahan semakin jelas.
Itu... dirinya sendiri?
Bukan-itu Auristella.
Auris asli, berdiri di hadapannya dengan mata berkaca-kaca dan wajah yang letih namun memohon.
"Alleta... tolong gantikan aku," ucapnya lirih.
Alleta mengernyit, menatap sosok yang kini berdiri hanya beberapa langkah darinya.
"Maksudmu apa?" tanyanya pelan namun waspada.
"Tolong gantikan kehidupanku. Aku sudah tidak bisa kembali lagi, Alleta. Tolong jaga anak dan suamiku... aku mohon, Alleta."
Alleta mundur selangkah, menatap Auris dengan penuh penolakan.
"Aku gak mau... aku gak mau gantiin kamu. Aku juga lelah hidup di dunia yang fana itu. Hidup itu... berat."
Auris menunduk, tangisnya tertahan. Ia mendekat, lalu meraih tangan Alleta.
"Aku mohon, Leta... sekali ini aja. Tolong aku..."
Hening sejenak.
Akhirnya, Alleta menarik napas panjang.
"Baiklah... aku akan menolongmu. Tapi dengan satu syarat."
Auris menatapnya, sedikit harapan menyala di matanya.
"Apa syaratnya?"
"Aku bebas ngapain aja."
Auris terdiam, lalu mengangguk pelan.
"Tapi... tidak dengan hal buruk, Alleta. Jangan sakiti mereka..."
"Ya ya ya, kamu gak boleh complain. Kesepakatan ya."
Auris menatapnya penuh rasa terima kasih, lalu merangkul Alleta.
Dan tiba-tiba, semuanya menjadi gelap kembali.
Saat Alleta membuka mata di dunia nyata, napasnya berat... tapi tekadnya mulai tumbuh.
"Baiklah... mulai hari ini, aku adalah Auristella Allisya Lesham Shaenette Oscar."
........
Pagi telah menjelang. Sinar matahari menembus celah tirai rumah sakit, menyebarkan kehangatan lembut ke seluruh sudut ruangan. Cahaya itu menyinari wajah seorang wanita yang masih terbaring lelap di ranjang-Auris. Atau lebih tepatnya, Alleta dalam tubuh Auris.
Suasana tenang itu perlahan berubah saat terdengar suara pintu dibuka dari luar. Bi Asih masuk pelan, diikuti oleh seorang bocah kecil yang menggenggam ujung bajunya erat-erat. Matanya sembab, wajahnya pucat, dan tubuhnya terlihat kurus untuk anak seusianya. Itulah Zio, putra semata wayang Auris.
"Pelan-pelan ya Den, jangan berisik. Nyonya masih tidur..." bisik Bi Asih lembut.
Zio hanya mengangguk pelan. Matanya yang besar dan bulat tak pernah lepas menatap sang ibu yang terbaring. Sudah berhari-hari, hampir sebulan lebih, ia tak mendengar suara lembut itu lagi. Ia rindu. Sangat rindu. Tapi yang ia tahu, ibunya hanya terus tidur... dan tak pernah bangun.
Dengan langkah kecil, Zio mendekat. Ia meraih tangan ibunya yang dingin, lalu menempelkannya ke pipi mungilnya.
"Mommyyy... Zio kangen mommy..." ucapnya lirih, nyaris tak terdengar.

KAMU SEDANG MEMBACA
male antagonist's wife
Storie d'amoreSeorang gadis berusia 18 tahun harus transmigrasi ke tubuh seorang wanita yang sudah menikah; wanita tersebut memiliki anak manis dan suami yang cuek terhadap istri dan anaknya.