Bab I

31 2 0
                                    

Hari Senin memang selalu jadi hari yang menyebalkan untuk semua orang, termasuk untuk Jefian. Ia mengerjapkan matanya dan menghela nafas melihat jam dinding menunjukkan jam 6 tepat. Mager banget sumpah, gerutunya dalam hati.

"Bunda..." panggil Jefian sambil berjalan lunglai menuju kamar ibunya, tapi ternyata yang dicari tidak ada di kamarnya.

Pandangannya beralih menuju meja makan yang sudah terisi dengan sepiring nasi goreng. Tandanya bunda sudah berangkat kerja lebih dulu. Jefian menghela nafas berat, padahal semalam ia sudah bilang bahwa ia akan menyiapkan sarapannya sendiri. Jefian ingin sedikit meringankan pekerjaan ibunya.

Drrtt... drrtt...

Tiba-tiba ponsel di kasurnya bergetar, menandakan pesan masuk dari seseorang.

Tiba-tiba ponsel di kasurnya bergetar, menandakan pesan masuk dari seseorang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jefian mengulum senyum dan langsung membalasnya dengan pesan singkat. Tidak ada banyak waktu, ia harus segera berangkat sekolah.

"Minum susu pagi-pagi, gak takut mules?"

Jefian tertawa kecil mendengar ucapan temannya. Ia memainkan kotak susunya sambil melihat ke luar jendela.

"Jef, udah ngerjain PR belom?" tanya teman sebangkunya yang bernama Rama itu.

"Tugas apaan?"

"Lo kebiasaan banget anjir." cela Rama.

Jefian masih melongo selama beberapa saat sebelum menepuk keningnya, "Bangsat lupa banget!"

Rama berdecak, "Udah feeling gue, nih liat tugas gue aja. Kayak biasa, jangan plek ketiplek ntar ketahuan."

Jefian tersenyum lebar, "Lo emang sohib gue banget, Ram."

"Lagian lu ngapain aja sih di rumah? Sering banget lupa PR." tanya Rama.

"Ya.... bersih-bersih rumah, terus kemaren gue nyuci baju, masak, sama mijitin nyokap abis kerja." balas Jefian enteng sambil menyontek tugas sahabatnya itu.

"Nyokap lu kerja dimana emang?"

"Banyak, pagi sampe siang di rumah orang terus siang sampe malem di restoran gitu." balas Jefian yang membuat Rama jadi tidak enak hati. Jefian memang jarang membicarakan kehidupan pribadinya. "Hahaha santai aja kali, Ram. Elah gini nih malesnya gue kalo cerita tentang keluarga gue."

"Lah gue santai kali." balas Rama. "Kecuali lo traktir gue batagor karena udah nyontek PR gue."

"Bangsat gak ada rasa kasian sama sekali lu sama gue." Jefian tertawa, dalam hati merasa lega dengan respon Rama.

"Emang hahaha..."

Jefian terus menyelesaikan aktivitasnya sembari mengobrol santai dengan Rama. Tidak lama berselang bel sekolah berbunyi. Beberapa murid dari luar kelas mulai berhamburan masuk ke dalam karena sebentar lagi guru akan segera masuk.

"Anjing gue pagi-pagi udah gerah aja." keluh Yoga dengan nafas terengah-engah. Ia duduk di belakang Jefian, disusul dengan Fano yang merupakan teman sebangku Yoga

"Makanya jangan telat mulu panjul." sindir Fano sambil membenarkan letak kaca matanya.

"Iya deh, siap salah ketua kelas."

Jefian dan Rama cuma bisa tertawa. Bisa-bisanya si pembuat onar harus sebangku dengan ketua kelas.

Jam menunjukkan pukul dua siang saat Jefian sudah sampai di rumahnya. Ia menghela nafas lelah dan mengedarkan pandangan ke seisi rumah.  Matanya mengernyit saat melihat pintu kamar bundanya terbuka.

"Eh? Bunda tumben udah pulang?" ujarnya saat melihat sang ibu tengah merebahkan diri di kasurnya.

"Iya, hari ini bunda gak enak badan. Terus disuruh pulang aja tadi." balas bunda sambil tersenyum tipis. "Adek pijitin bunda dong."

Jefian mengangguk dan mendekati sang ibu, "Makanya bunda jangan terlalu capek dong, aku sedih kalo bunda sakit."

"Dasar bontot." ledek bunda dengan tawa kecil di akhir ucapannya.

"Ih bunda! Gak jadi pijitin ah."

Alih-alih berhenti, wanita itu justru makin tertawa melihat tingkah anak bungsunya. Ia usap rambut anak laki-laki itu dengan lembut, "Bunda tuh kayak gini demi adek, supaya adek bisa sekolah tinggi-tinggi."

"Dikira aku gak tau?" balas Jefian kesal. "Aku mau bunda sehat terus, kan kerja juga harus sehat bun."

Bunda tersenyum mendengar ucapan Jefian, "Waktu abang bersikeras mau ikut ayah, bunda sediiihhh banget. Makanya bunda langsung bawa adek pergi karena takut bakal kesepian." ucap bunda pelan. "Tapi sekarang bunda nyesel bikin adek hidup kahak gini, padahal sekarang abang hidupnya enak banget sama ayah."

"Mulai deh bundaaaa, mellow gak jelas."

Jefian bangkit dari posisinya dan merenggangkan tubuhnya, "Adek mau ke kamar ah, keburu mager."

"Eh belom selesai mijitinnya!" protes bunda.

Si bungsu meletakkan kedua tangannya di telinga, pura-pura tidak mendengar dan bersenandung sambil melangkah menuju dapur. Ia tidak suka mendengar cerita masa lalu orang tuanya. Lebih baik ia memasak dan menyiapkan makanan untuk bundanya yang sedang tidak enak badan.

Sementara di belakangnya bunda masih memperhatikan dan tersenyum tipis. Wanita itu hanya berharap agar anak kesayangannya itu bisa berdamai dengan masa lalu, seperti yang sudah dirinya lakukan sekarang.


— tbc.
Jadi gitu deh kurleb kehidupannya Jefian sama bunda dan temen-temennya wkwkwk udah lama gak nulis jd kaku gini 😔

Oh iya, jangan lupa kenalan sama gengnya Jefi ;
Mark as Rama
Yuta as Yoga
Doyie as Fano

Oh iya, jangan lupa kenalan sama gengnya Jefi ; Mark as RamaYuta as YogaDoyie as Fano

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Lucky StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang