D-1

999 65 12
                                    

-Zayn's POV-

Pagi ini terlihat begitu cerah dari balkon tempatku berdiri saat ini. Aku menyesap sebatang rokok. Menengadah ke langit, aku melihat awan putih membentang di atasku. Aku mengepulkan asap keluar dari mulutku. Dan aku membiarkan tubuhku bertelanjang dada, membuatku menampilkan seluruh tato yang ada di tubuhku.

"Zayn, kau ada di sana?" Aku berbalik dan melihat seorang gadis mungil berada di depanku. Gadis itu sempat terpana melihat tubuh shirtlessku, namun buru-buru dia menggelengkan kepalanya kecil. Kurasa dia mencoba menghilangkan pikiran yang terlintas di benaknya.

"Kau sudah siap?" Aku bertanya kepadanya dan dia mengangguk pelan dengan tidak menatapku. "Baiklah, aku akan memakai pakaianku terlebih dahulu. Tunggulah aku di mobil, aku akan segera menyusulmu." Dengan begitu dia berlalu dari kamarku dan pergi keluar. Aku segera memakai kaos putih polosku dan mengambil jaket denim gelapku. Dan segera pergi menyusul gadis mungil itu.

Kami menuju ke suatu tempat. Selama perjalanan, tidak ada satupun dari kami yang memulai pembicaraan. Dia menatap keluar jendela, membiarkan pikirannya melayang entah kemana. Sedangkan aku sendiri fokus membawa mobil ini melaju ke tempat yang kami tuju.

"Kita sudah sampai." Ujarku sambil memberhentikan mobil. Ketika dia tahu bahwa kami benar-benar sudah sampai, dia menoleh padaku dan memberikanku sebuah senyuman pahit. Aku turun dan membukakan pintu baginya. Dia keluar dengan membawa sebuah karangan bunga. Dia menautkan jarinya pada jariku sebelum kami berjalan bersama memasuki tempat ini.

Kami berhenti pada suatu makam. Berjongkok di samping makam itu dan menaruh karangan bunga di atasnya. "Hey, bagaimana kabarmu di sana?" Gadis di sebelahku mulai berbicara.

Aku tergelak oleh ironi, tentu saja makam itu tidak menjawab, begitu juga batu nisannya. Aku sendiri benci melihat pemandangan ini, melihat gadis di sebelahku, gadis yang akan menjadi istriku besok, terlihat sedih saat ini.

Ini bukan makam orang tua kami, namun ini adalah makam dari teman dekat, sahabat dan mungkin lebih dari itu. Batu nisan makam ini bertuliskan 'Harry Edward Styles'. Dan gadis yang ada di sampingku saat ini adalah Kenya. Mengejutkan bukan?

"Kami kemari karena kami meminta restu darimu, Harry. Dan jujur, aku sungguh merindukanmu." Ujar Kenya sambil menyeka air matanya. Aku diam tidak berkutik. Aku tidak ingin mengganggu momen Kenya saat ini.

"Sesuai dengan permintaanmu saat itu, Harry. Kami akan menikah besok." Aku melihat Kenya mulai terisak dan aku merengkuhnya dalam pelukanku. Kenya menangis di balik bahuku. Aku hanya dapat menenangkannya. "Ssshh." Aku mengelus punggung Kenya yang mungil.

"Selain itu, aku juga ingin mengatakan bahwa aku akan membalaskan dendammu pada keparat itu, Harry." Ujarku tanpa berpikir terlebih dahulu.

"Aku akan menunggumu di mobil, Zayn." Kenya beranjak dari tempatnya dan pergi menjauh. Aku tahu bahwa Kenya tidak suka mendengar tentang masalah itu. Tiba-tiba rasa bersalah menyergap diriku. Aku menyesali apa yang sudah kukatakan. Dia tidak ingin mengungkitnya lagi, walaupun sebenarnya dia sungguh membenci keparat itu dalam hal ini.

"Aku akan menepati janjiku untuk selalu menjaga Kenya. Dan aku akan membalaskan dendammu, Harry." Tanpa kusadari, tanganku mengepal dengan sendirinya. Aku menarik napas dalam dan menghembuskannya.

"Aku tidak yakin dengan pernikahan ini, Harry. Dan sepertinya Kenya tidak menginginkan ini semua, kalau bukan karena kau tentunya. Kurasa aku harus pamit sekarang. Kenya mungkin sudah lama menungguku. Kami akan sering-sering mengunjungimu, man. Sampai jumpa!" Aku berdiri dan kembali menuju mobilku. Aku melihat Kenya sudah duduk di dalamnya.

Dalam perjalanan pulang, Susana diam menyelimuti kami kembali. "Kau baik-baik saja?"

"Kalau baik yang kau maksudkan untuk Harry, maka jawabannya tidak."

The Day #CHANGEDWritingContestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang