"kini para warga yang selamat dari tsunami mulai dipindahkan ke tempat yang jauh lebih aman namun kelima bersaudara itu malah pergi ke tempat yang dimana para korban-korban yang sudah tewas ditemukan"
"Arta yang masih merasakan kepedihan dihatinya mulai mencari keberadaan Azka dan juga Arzan"
"sehingga ia mulai bertanya kepada petugas yang kebetulan lewat"
"pak apakah bapak menemukan mayat dua anak remaja yang satunya menggunakan kalung berbentuk bintang dan satunya lagi memakai cincin berbe".tanya Arta kepada petugas
"Maaf Mas clue yang mas maksud kayaknya ngk ada deh soalnya yang ditemukan cuma beberapa aja mas".ucap petugas itu yang membuat hati Arta dan yang lainnya kembali merasakan sesak
"petugas itu lalu pergi meninggalkan mereka berlima"
"Mas Arta sama Mas Arzan beneran pergi buat nyusul bunda sama Ayah".ucap Aqil yang hampir tidak mampu untuk berbicara karna saking sesak nya hatinya
"kenapa kalian harus pergi secepat ini".ucap Andrean yang juga merasakan sesak di hatinya
"Azka sama Mas Arzan boleh gangguin Abian lagi, Abian janji ngk bakal ngadu ke Mas Arta lagi tapi kalian kembali yah".ucap Abian sambil meneteskan air matanya
"Arta, Arzan ayo pulang jangan ngumpet lagi".ucap Arjuna yang juga meneteskan airmatanya
"Azka, Arzan katanya bakal janji sama mas bakal terus sama mas tapi kok kalian bohong sama mas sekarang Mas cuma berlima sama Mas Arjuna dan yang lainnya, katanya kita bakal bertujuh terus tapi kenapa kalian pulang begitu cepat".ucap Arta yang takk sanggup menahan tangis sampai-sampai ia berlutut dan meneteskan airmata nya
"Azka, Arzan ayo kembali mas ngk mau kalian pergi ninggalin mas sama yang lainnya ayo kembali mas janji mas akan ngajak kalian ke danau tapi tolong kem-bali".ucap Arta terbata-bata
"kini suara tawa dan hati yang bahagia berubah menjadi suara tangisan dan hati yang begitu hancur sehancur-hancurnya"
"Mereka berlima benar-benar merasakan sesak yang begitu luar biasa di hati mereka dan bahkan kini pipi mereka dipenuhi oleh air mata yang terus membasahi pipi mereka"
“Mas Arta kita masih tetap bertujuh kan?”
“entahlah kini semua janji dan kata bertujuh yang selalu mereka ucapkan kini telah hilang”
“canda tawa yang selalu terdengar berubah menjadi kesedihan dan tangisan yang begitu mendalam”
“kita tujuh jiwa bukan tujuh raga”
“30 Tahun kemudian........
"Ayah bangun om-om yang lainnya udah pada nungguin dibawah".ucap seorang gadis bernama widya yang membangunkan sang ayah yang masih terlelap tidur
"ihh yah bangun nanti dimarahin bunda tau rasa loh".ancam widya pada sang ayah
"Sang Ayah pun lalu terbangun dari tidurnya"
"Nih ayah udah bangun sekarang kamu nunggu dibawah aja soalnya ayah mau siap-siap dulu".ucap Sang Ayah yang di anggukan oleh sang anak
"Widya mulai keluar dari kamar sang Ayah dan mulai turun menuju lantai bawah"
"loh wid ayah mu mana kok ngk ada".tanya seorang pria yang keliatan nya lebih tua dari sang Ayah"
"Ayah lagi mandi om entar juga bakal turun kebawah".ucap
"beberapa menit kemudian sang ayah pun mulai menghampiri mereka"
"Astaga Mas Arta lama banget dehh".ucap seorang pria yang lebih muda dari Arta yaitu Abian
"Biasalah bapak-bapak kebanyakan gaya jadinya lama".balas Ardian yang membuat Arta memasang wajah julid
"Padahal diri nya sendiri juga udah jadi bapak-bapak dasar aneh".ucap Arta dengan wajah julidnya
"Hadehh udah tua bukannya tobat malah kayak anak kecil".ucap Aqil yang udah capek sama kelakuan para kakak-kakaknya yang kini sudah hampir menginjak kepala 5
"Udah-udah mending kita langsung pergi aja takut nya nanti ada kendala".ucap Arjuna yang lalu di anggukan oleh keempat adiknya
"wid ayah pergi dulu yahh kamu jagain rumah sama jagain bunda juga yah".ucap Arta yang membuat Ardian menahan tawa
"Iyah yah, Ayah hati-hati yah di jalan".ucap widya yang bersalaman dengan sang Ayah dan keempat pamannya
" Mereka berlima pun mulai pergi kesebuah tempat yang menjadi nostalgia dan setiba nya disana mereka mulai mengingat kenangan-kenangan yang begitu indah namun menyedihkan"
"Mereka pergi ke tempat rumah mereka dulu yang kini sudah menjadi sebuah taman disana mereka berlima pun mulai tersenyum dan kini mereka mulai berjalan kearah rumah pohon yang kini nampaknya sudah begitu tua dan hampir roboh"
"Terlintas kenangan-kenangan yang begitu indah di pikiran mereka"
"Tiba-tiba saja Arta mengacungkan jari telunjuk nya keatas"
"Keempat saudara nya pun lalu tersenyum dan mengacungkan jari mereka ke atas dan berteriak"
"TUJUH JIWA"
THE END
“Tujuh Jiwa”
KAMU SEDANG MEMBACA
Tujuh Jiwa (END)
RandomTujuh tetap bertujuh karna kita adalah 7 jiwa yang tak akan terpisah