Pagi itu, Espe dibangunkan oleh kokok ayam yang nyaring. Ia mengusap matanya dan turun dari tempat tidur. Ia memakai sandal tidurnya dan pergi ke kamar mandi. Setelah mandi, Espe berpakaian. Mengenakan jubah warna-warni, menyisir rambut, dan mengenakan sedikit riasan, Espe akhirnya turun untuk sarapan.
Di ruang makan, Espe disambut oleh seorang gadis kecil yang berlari ke arahnya. "Selamat pagi, Guru!" kicaunya sambil memeluk kaki Espe. "Guru ketiduran di kamar kerja Guru, ya?"
"Pagi, Sapna," balas sang penyihir dengan senyum cemerlang, walaupun kantung matanya sembap dan hitam, "iya, nih, Guru sedang banyak kerjaan."
Tiba-tiba saja dua anak laki-laki datang menghampiri Espe dan Sapna. Rambut mereka berantakan, layaknya seseorang yang baru bangun tidur. "Kakak Sapna!" panggil keduanya dengan serentak.
"Cuma karena Kakak jadi murid pertama Guru, bukan berarti harus Kakak yang mendapat perhatian Guru!" ujar anak yang berambut cokelat.
"Betul katamu, Chelem!" sahut anak berambut pirang.
Sapna menjulurkan lidahnya kepada kedua adik seperguruannya itu. Espe menghela napas dan menggelengkan kepala, melihat kelakuan ketiga muridnya itu. Ia membawa mereka ke meja makan dan makan sarapan bersama mereka.
Ketiga anak itu, Sapna yang merupakan murid tertua serta satu-satunya murid perempuan, Reve si anak laki-laki berambut pirang, dan Chelem si anak laki-laki berambut cokelat, adalah murid Espe yang sudah ia anggap seperti anak sendiri. Apalagi Sapna yang telah dirawat oleh Espe selama tujuh tahun, sejak ia berusia satu tahun. Reve dan Chelem yang baru dirawat selama dua tahun, juga disayang dengan amat sangat. Espe bertindak sebagai Ayah bagi anak-anak itu.
Setelah sarapan, hari dilanjutkan dengan bersih-bersih. Espe mencuci piring, selagi ketiga muridnya menyapu dan membersihkan jendela. Memang hasil kerja mereka bertiga tidak bersih Jadi saat ketiganya pergi main di luar, Espe mengulangi pekerjaan mereka.
Rumah Espe adalah sebuah bangunan bertingkat tiga, berwarna merah seperti rambut pemiliknya, dan terletak di atas bukit yang jauh dari kota. Rumah Espe terdapat sebuah halaman luas yang ditanami bunga liar dan yang sengaja ditanam--serta pohon-pohon buah. Halaman itu mengelilingi rumahnya dan dipagari semak mawar; pintu pagar itu adalah sebuah pintu pagar besi layaknya yang ada di rumahmu. Pintu pagar itu melayang satu centimeter dari tanah, tidak memiliki engsel, dan dibuka-tutup menggunakan kunci yang hanya dimiliki Espe.
Setelah selesai bersih-bersih, hari berlanjut dengan ketiga anak itu mengikuti pelajaran sihir bersama Guru mereka. Hari ini, jam pertama adalah alkimia, salah satu pelajaran yang disukai ketiga anak itu. Kenapa? Karena biasanya mereka akan mengetahui bahan apa saja yang berbahaya dan memikirkan ide tentang petasan apa yang dapat mereka buat dari bahan-bahan itu.
Kali ini, Espe tidak akan melakukan praktek. Ia hanya akan melakukan teori tentang bubuk Bunga Cyra yang akan meledak saat didekatkan dengan alkohol. Espe tahu bahwa anak-anak sudah mendengar penjelasan itu, tapi ia tetap mengulanginya.
Mereka sekarang pasti sedang berpikir tentang petasan apa yang bisa mereka buat, pikir Espe saat menulis di papan. Apalagi dengan Festival Tahun Baru yang akan datang besok.
Omong-omong tentang Festival Tahun Baru, Espe belum membeli bahan masakan atau mendekorasi rumahnya. Ia telah berencana memasak Daging Manis untuk tahun baru, seperti tiap tahun baru. Espe sudah punya resepnya, tapi bahannya belum.
Espe jarang keluar dari rumahnya itu. Banyak bahkan mengira tidak ada yang tinggal di rumah Espe, karena saking jarangnya ia keluar. Ia hanya keluar untuk membeli bahan makanan di kota, itupun hanya terjadi sekali sebulan. Saat ia keluar juga, penampilannya penuh warna, kecuali dengan kantung matanya yang selalu sembap dan hitam. Ia bahkan tidak pernah mengajak murid-muridnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Truth
Short StoryApa rasanya ketika hal yang terakhir kamu inginkan untuk terjadi ternyata adalah kenyataan? Bagaimana jika hal paling tudak mungkin menjadi nyata? Bagaimana rasanya jika kalian akhirnya mengetahui bahwa kalian hidup dalam gelembung kebohongan? Inila...