"Sudah Bu," ujar seorang waitress sambil meletakkan gelas dan tatakan terakhir yang telah di cuci.
Seorang waiter juga nampak meletakkan peralatan mop dan lainnya dalam pantry. Ia lalu berbalik sambil memberi hormat ala militer. "Clean up station juga sudah Bu!"
Dea tersenyum, mengangguk kepada mereka berdua. Gadis itu menangkupkan kedua tangannya senang. "Baiklah, makasih ya. Hari ini emang agak rush, tapi terlewati dengan baik. Kalian bisa pulang sekarang."
"Asyiik," si waitress menatap jam tangannya. Di malam minggu seperti ini, dia bisa pulang jam 9 malam- lebih cepat satu jam dari jam operasional biasanya.
"Ini beneran Bu Dea enggak perlu bantuan kita?""Sore ini cafe rame banget. Aku rasa udah cukup ngerepotin kalian," Dea menggeleng.
Seperti biasa, di akhir bulan Dea selalu menutup cafe lebih cepat karena ia akan melakukan inventory dan rekap report. Lalu hari berikutnya cafe akan tutup sehari penuh.
"Oh iya," Dea merogoh kantong jeans nya, lalu menyodorkan dua lembar 50 ribuan kepada dua staff nya. "Ini bonus buat kalian. Buat malam minggu."
"Ugh, Bu Dea ini selain cantik, baik banget lagi," si waiter menerima nya sambil bercanda menggoda sang manager. "Aku nggak punya kesempatan nih? Aku rela banget loh jadi pacar ibu."
"Dih, ngarep!" si waitress menyikut dada waiter. "Bu Dea sih levelnya jauuuuuuh di atas mu, monyet!"
"Ya enggak apa dong berharap!" si waitress memprotes.
Dea hanya tertawa mendengar celoteh staff nya. Ia menepuk pundak mereka pelan. "Sudah, sudah. Kalian boleh pulang. Nanti keburu malam Minggu nya habis."
"Iya Bu, makasih!" si waiter dan waitress pun bergegas menuju pintu keluar. Denting lonceng kecil terdengar saat pintu cafe tertutup, menandakan bahwa para staff itu telah meninggalkan cafe untuk pulang.
Meninggalkan Dea, sang manager cafe sendirian untuk lanjut melakukan tugasnya malam ini.
Dea menghela nafas lega, bahwa hari ini telah selesai. Semenjak sore tadi Dreamy Cafe selalu penuh oleh para muda- mudi yang ingin menikmati kopi di tengah hawa dinginnya kota Batu- yang terletak di ketinggian pegunungan.
Dreamy adalah sebuah cafe kecil berkapasitas kurang dari 10 table. Walaupun kecil, namun Dreamy cafe tertata begitu apik dan nyaman. Belum lagi bahan- bahan yang digunakan, aneka menu yang disajikan, harga yang lumayan terjangkau dan pelayanan yang bagus membuat cafe itu menjadi tempat nongkrong favorit para mahasiswa di kampus dekat cafe.
Terlebih dengan kehardiran Dea sebagai manajer yang juga sering turun di untuk mengontrol operasional, tentunya menjadi daya tarik tersendiri bagi para lelaki pengunjung cafe.
Bagaimana tidak, di usianya yang baru menginjak 26 tahun, ia sudah memegang cafe itu sebagai manajer. Paras yang cantik elegan dan pembawaan sikap yang sangat ramah menjadikannya sebagai kembang di cafe itu.
Belum lagi secara fisik; lekuk tubuh nya adalah apa yang biasa disebut oleh perempuan sebagai bodygoal. Seragam berwarna cream dan celana jeans yang modest pun tak mampu menyembunyikan pesona Dea di mata para lelaki.
Tak sedikit yang mencoba untuk mendekati gadis itu, namun Dea selalu menganggap mereka sebagai angin lalu.
Dea sedag tak tertarik pada lelaki, kecuali satu.Hawa malam yang sedang di 17°C membuat malam itu lumayan menusuk. Membuat malam itu agak terlalu dingin bagi sebagian besar masyarakat. Jalanan di sekitar cafe pun nampak tak seramai biasa.
Dea yang berdiri di depan cafe, menggosok lengannya karena dingin. Rambut panjangnya berkibar oleh semilir angin. Nafasnya membuat uap putih yang mengepul di udara.
"Dingin banget gini, kira- kira dia jadi datang enggak ya?" gumam Dea pada dirinya sendiri sebelum berbalik masuk ke cafe.
Ia berjalan menuju jendela besar di depan, lalu menutup korden yang berwarna rustic itu. Ia juga memutar sign CLOSE yang tertempel di pintu, menandakan bahwa cafe tidak menerima tamu lagi malam ini.
Ia pun mematikan semua lampu, menyisakan beberapa saja untuk memberinya penerangan di dalam cafe.
Dea mengambil duduk di satu meja, menyilang kaki. Ia duduk di sofa yang posisinya berhimpitan dengan tembok, biasanya untuk tamu sejumlah 3-4 orang.
Ia meletakkan laptop dan berbagai berkas dalam satu bulan terakhir di atas meja itu.
Secangkir teh panas, sepiring kecil garlic bread dan sour cream ia pilih untuk menemaninya malam ini.
Tak lupa ia memutar playlist lagu favoritnya sejak kuliah, Lana Del Rey, sebagai background musik untuk mengusir sepi.
Dan tak butuh waktu lama bagi Dea untuk tenggelam dalam pekerjaannya.
Jarinya lancar mengetik dan mengklik kolom pada lembaran excel dihadapannya. Mencocokkan data, dan menginput berbagai hal dalam report tersebut.Sebenarnya Dea tak perlu melakukan ini sendirian.
Tapi gadis itu tak ingin merepotkan dia, maka Dea selalu berusaha setidaknya menyelesaikan sebagian besar report yang ada.
Sambil bersenandung kecil, ia mengerjakan ini dengan senang hati.
Beberapa lamanya waktu berlalu begitu saja, dengan Dea yang sangat terfokus pada apa yang ia lakukan.Ia sampai tak menyadari bahwa pintu cafe terbuka begitu saja.
Seorang lelaki berdiri sejenak di ambang pintu, memperhatikan Dea yang sedang sibuk bekerja sambil bernyanyi kecil mengikuti lagu Dark Paradise.
Lelaki itu tersenyum sambil menggelengkan kepala melihat Dea. Ia pun pelan menutup pintu dan berjalan mendekati gadis itu.
"Suaramu bisa bikin aku ketiduran, Dea," ujar si lelaki saat ia berdiri di belakang Dea. "Bagus banget."
Dea yang tersentak segera berbalik.
Matanya membulat lebar dengan sebuah senyum terkembang, menandakan bahwa Dea merasa senang dengan kedatangan lelaki itu."Mas Bima?"
KAMU SEDANG MEMBACA
CREAMY LATTE
Short StoryMalam telah meninggi, dan semua lampu- lampu telah dimatikan. Jalanan terlihat begitu lengang. Di saat semua staff telah pulang, Dea masih berada di tempat itu. Untuk menunggu kedatangan seseorang. Yang bersamanya akan menghangatkan malam. Sehangat...