Perlahan Dea memejamkan matanya.
Kecupan bibir Mas Bima yang ringan, namun seolah mampu membuat segala kalut dalam kepalanya menguap. Lenyap begitu saja.
Rasa sesak dalam dada Dea perlahan berganti menjadi rasa nyaman.Mas Bima melepas kecupan bibir itu. Menyentuh pipi Dea, menatap nya lembut. Sementara gadis itu hanya diam mematung dengan mata terpejam.
Temaram lampu cafe membuat kilau basah pada bibir ranumnya. Membantuk bayang tipis pada wajah cantik gadis itu.
"Gosh," gumam Mas Bima tak tahan untuk melumat bibir Dea.
Mas Bima memegangi tengkuk Dea dengan satu tangan, dan menggigit bibir indah itu. Lalu mengisapnya kuat- kuat.
"Mmhh??" Dea melenguh terpekik kaget. Refleks tangannya berpegangan pada kaos Mas Bima.
Nafas Dea memburu tatkala Mas Bima dengan lihainya melepas- dan memagut kembali bibir Dea. Menarik dan mengulur perasaan dalam dada gadis itu. Seperti bermain- main, namun membuat candu.
Yang membuat Dea tak pernah mampu melawan Mas Bima.-tik. tik.
Suara rintik hujan terdengar nyaring berjatuhan, pelan, membuat irama konstan pada atap cafe. Sementara Dea dan Mas Bima duduk di sofa semakin rapat.
Hawa dingin dan basah dari luar cafe merambat masuk, membawa ingatan Dea kembali ke satu tahun yang lalu.Di saat semua ini pertama kali dimulai.
--------
-tik. tik.
"Hujan ya?" Dea menggigit karet di mulut sambil tangannya terangkat mengikat rambut.
Malam itu cafe baru saja tutup tatkala hujan di luar mulai turun membasah. Tamu terakhir mereka baru saja meninggalkan meja beberapa menit lalu.
"Untung saja sudah gak ada tamu," Mas Bima berjalan balik dari pintu setelah memutar tanda papan close.
Dua orang staff mereka masih berbenah; si waitress mencuci cuttleries dan peralatan espresso. Sementar si waiter mulai mengepel lantai.
Dea berada di storage yang ada di belakang counter. Ia berdiri di depan rak dengan papan kertas, sedang melakukan inventory. Ia sudah membuat banyak catatan di beberapa bagian, dan tinggal menginput nya saja di excel.
"Tinggal satu terakhir," ujar Dea menatap malas sebuah box di pojok atas. Dea sengaja menghitungnya terakhir karena bagian itu memang paling susah di jangkau- karena tinggi Dea yang hanya 156 cm.
Dea berpegangan pada rak, lalu kakinya memanjat pada papan rak terbawah. Ia mendongak dan menjulurkan tangannya tinggi mencoba meraih box teratas.
"Duh susahnya," keluh Dea sambil berusaha menyentuh box itu. Kakinya berjinjit dan tangannya sampai gemetaran terentang, namun bahkan tak mampu menyentuhnya.
Dea menatap box itu lekat, sangat terfokus usahanya.
Namun box itu terlalu tinggi.
"..."
"Kalau gak bisa, bilang dong," ujar Mas Bima tepat dari belakang Dea. Tinggi badannya yang hampir 180 cm membuat lelaki itu dengan mudah menggapai box di atas rak.
"Mas?" Dea yang sedikit kaget dengan kemunculan Mas Bima, kehilangan keseimbangan dan terpeleset.
Membuat Dea melorot ke belakang, tepat ke badan lelaki yang berdiri di belakangnya.Kepala Dea menyentuh leher Mas Bima, punggung nya menempel di dada lelaki itu. Dan pantat Dea mendarat tepat di depan pinggangnya.
"Sorry. I was-"
Dea tak melanjutkan kalimatnya saat menyadari posisi nya yang sangat canggung saat ini; ia berada di antara Mas Bima dan rak storage.
Ia bisa merasakan sesuatu yang menempel tepat di belahan pantatnya. Dan Dea tak perlu menoleh untuk mencari tahu apa itu.Dengan sedikit kikuk Dea berpegangan kembali pada rak ketika tiba- tiba;
-PET!!
Kegelapan pekat seketika menyergap seluruh tempat itu.
"Aduh!!" si waitress terpekik dari counter barista. "Mati lampu!"
"Semua area sini mati," ujar si waiter masih memegang mop sambil melihat sekitar dari jendela cafe. Tak terlihat sama sekali lampu- lampu di kanan kiri mereka. "Pasti gara- gara hujan deras nih."
"..."
Dea yang masih berpegangan pada rak hendak menarik dirinya. Namun gerakannya terhenti.
Tangan kiri Mas Bima melingkar di perut Dea, menahannya pada posisi seperti itu. Tangan kanannya terangkat menahan pipi Dea, membuat gadis itu mendongak ke belakang.
Di mana sesuatu yang terasa kenyal tiba- tiba saja menyentuh bibir Dea.
Dea hanya terbelalak mematung dalam kegelapan store. Darahnya berdesir tatkala merasakan sapuan hangat nafas Mas Bima di pipi.Mas Bima tengah melumat bibirnya.
Dea bisa merasakan sesuatu yang menempel di belahan pantatnya itu membesar. Dan mengeras.
Jantung Dea mau meledak rasanya berada dalam situasi begini. Mas Bima yang biasanya sangat sopan dan profesional tiba- tiba saja berbuat spontan seperti ini.
"Hmmff.." Dea berusaha melepaskan dirinya.
Namun tangan Mas Bima justru melingkar di perut Dea semakin kuat. Membuat pantat Dea semakin menekan gundukan di belahannya itu. Lidah Mas Bima menyapu bibir Dea, memberi sapuan lembut di tengah nyeri karena Mas Bima menggigit kuat bibir ranum itu.
Ya ampun!!
Dea tak berkutik, terbagi antara hendak melepaskan diri, atau menyerah dalam ledakan sensasi yang baru pertama ia rasakan ini. Rasanya Dea mau pingsan.
Untung saja Mas Bima melepaskan ciumannya.
"Mas.." Dea terengah, berbisik dalam gelap. Tangan Mas Bima masih menahan pipinya mendongak. "Get off me."
"Nggak," jawab Mas Bima lirih. Bibirnya menyentuh bibir Dea saat ia berbicara. "Nggak akan."
Nada bicara Mas Bima terdengar dingin. Jauh berbeda dari biasanya."Ada mereka di luar," Dea mengigatkan Mas Bima bahwa ada dua staff yang masih bersama mereka.
"So?" tanya Mas Bima. "Makes it more exciting, no?"
"Kamu gila?" Dea menggeliat meronta. "Lepasin aku Mas."
Tangan Mas Bima yang memegangi perut Dea justru bergeser turun, menuju pangkal paha gadis itu. Tangan yang besar itu meraup bagian tengahnya, memijitnya lembut. Dea bisa merasakan hangat tangan itu menembus celana jeans nya.
Membuat pinggang gadis itu menggeliat, menekan- nekan pantatnya pada gundukan Mas Bima.
"Why?" Dea berusaha bicara di tengah nafasnya. Tangannya mencengkeram rak kuat- kuat.
"Why?" Mas Bima tersenyum melihat reaksi Dea.
"..."
"'Cause i'm the owner," Mas Bima kembali mengecup bibir Dea. Menikmati manis bibir tebal yang menggairahkan itu.
"I own you."
KAMU SEDANG MEMBACA
CREAMY LATTE
Short StoryMalam telah meninggi, dan semua lampu- lampu telah dimatikan. Jalanan terlihat begitu lengang. Di saat semua staff telah pulang, Dea masih berada di tempat itu. Untuk menunggu kedatangan seseorang. Yang bersamanya akan menghangatkan malam. Sehangat...