Janji 14 Tahun Lepas [IceLaze]

732 38 29
                                    

Ice x Blaze
Enjoy!

"Tangkap aku kalau bisa, wle!"

"Ih, curang! Aku 'kan belum hitung sama sekali!"

Dua anak kecil itu sedang berlarian di tengah lapangan rumput yang terasa sejuk pagi ini.

Ice dan Blaze, anak 8 tahun yang masih tak terlalu paham tentang apa itu kehidupan yang sebenarnya.

Anak kecil yang hanya memikirkan main, main, dan main saja. Apapun itu, pasti hanya main saja.

Memang seperti anak kecil pada umumnya, kan?

Blaze itu gesit, dia berlari dengan kencangnya menjauh dari Ice yang sedang mengejarnya.

Ice sedikit kewalahan dengan laju lari Blaze yang menurutnya sangat cepat, tak sebanding dengan laju larinya yang relatif lambat.

Blaze kecil menghentikan kegiatan berlarinya, membalikkan tubuhnya sambil memandangi Ice yang nampak sedang berjongkok kelelahan.

Blaze berjalan menghampiri Ice. "Hah..., udah ah Laze, aku capek!" seru Ice mengeluh pada Blaze yang hanya dibalas cengiran andalan Blaze.

Sesampainya menghampiri Ice, Blaze pun ikut berjongkok. "Maaf ya, Ice. Aku lupa kalau kamu gampang capek."

Ice menganggukkan kepalanya, ia mendudukkan dirinya di atas rerumputan lapangan ini.

Dada Ice narik turun, menetralkan napasnya akibat kelelahan, netra aquamarine-nya dapat menyoroti raut wajah Blaze yang nampak khawatir.

"Ga apa-apa, Laze." Ice tersenyum tipis menatap Blaze, berusaha 'tuk menenangi sahabat hiperaktif-nya itu.

Blaze membalas senyuman itu dengan cengirannya, memamerkan deretan giginya yang sangat rapi.

Ice sangat suka melihat sahabatnya tersenyum demikian, membuat ia merasa senang juga.

"Sini dong Laze duduk sama aku, jangan jongkok mulu. Emang ga capek?"

Blaze menggarukkan pipi kanannya yang tak gatal, kemudian ia ikut mendudukkan dirinya tepat di samping Ice.

Keduanya memandangi langit pagi hari ini, pula menikmati hembusan angin sejuk khas pada pagi hari.

Atensi Ice teralihkan pada suara meleter seekor bebek di seberang sana. Benar-benar suasana pagi yang tenteram, sepertinya.

"Ice...." Merasa namanya dipanggil, Ice mengalihkan pandangannya ke arah Blaze yang ada di sampingnya.

"Napa, Laze?" tanya Ice memandangi netra amber milik Blaze yang nampak selalu saja bersinar, indah.

"Nanti kalau kita udah besar, kita kerja bareng yok!"

Ice mengernyitkan dahinya. "Emang Laze mau kerja jadi apa?"

"Aku mau kerja jadi pilot, Ice. Keren banget bisa naik pesawat setiap hari," ucap Blaze antusias sambil menatap lekat langit yang ada di atasnya.

"Enak banget jadi pilot tau, Ice. Ayo jadi pilot bareng aku, Ice!"

Ice menggelengkan kepalanya menolak. "Ga mau, aku maunya jadi dokter. Dokter juga keren, bisa nyembuhin banyak orang."

Blaze mengerucutkan bibirnya kecewa. "Yah, entar kita ga bisa kerja bareng dong, Ice!" Blaze mulai sikap bersedekap dada sambil menatap Ice kecewa.

Ice tertawa kecil. "Nanti 'kan kalau Laze sakit, aku bisa sembuhin Laze," ucap Ice demikian agar membuat Blaze kembali ceria.

Blaze memejamkan matanya, lalu menganggukkan kepalanya setuju. "Oke, nanti aku juga bakal ajak Ice buat naik pesawat aku nanti. Nanti aku bakal bawa Ice Jalan-jalan ke luar negri, yey!"

One-shot(s)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang