Ch-1. Bertemu Kembali

30 9 0
                                    

Suara klakson bersahut menjadi satu di jalanan padat kota Bogor pada pagi hari

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suara klakson bersahut menjadi satu di jalanan padat kota Bogor pada pagi hari. Mau motor, bus, bahkan mobil pribadi sekalipun, tampaknya sedang tergesa-gesa untuk sampai di tempat tujuan masing-masing. Begitu pula dengan Anette Cahyanika. Wanita berusia dua puluh tujuh tahun itu terlihat gusar karena bus yang ditumpangi tidak juga melaju hampir sepuluh menit.

Kalau terus-terusan begini, aku bisa telat, nih. Mana ada breafing pagi sama owner restoran!

Wanita itu tampak gelisah—menggigit bibir bawah, mencengkeram besi pegangan bus, bahkan mengentak-entakkan sepatu. Dia benar-benar tidak sabar akan kemacetan yang terjadi.

Setelah lama berdiam dengan tidak tenang, akhirnya dia nekat menyeruak di antara sesaknya gerombolan. Aroma keringat dan wewangian parfum bercampur satu, menjadikan baunya menjadi perpaduan abstrak yang malah membuat Anette mual. Dia terus berjalan menghampiri sopir di bagian depan.

Sambil mendengkus, dia berseru, "Pak, ini kenapa nggak maju-maju busnya? Nggak tahu apa kalau saya mau kerja!"

"Eh, Neng, yang buru-buru juga bukan situ doang!" ketus sopir menjawab, "kamu pikir bus bisa terbang nerobos macet?!"

"Terus gimana ini?" gerutu Anette pelan. Dia menghela napas kasar berkali-kali sambil mengusap dahi yang sudah basah berkeringat. "Sial!"

Sang sopir menoleh, matanya menatap tajam pada Anette. "Malah ngumpat. Kalau nggak sabar sono jalan aja!" pekiknya terlihat tersinggung dengan sikap Anette.

Usiran terang-terangan itu membuat kekesalan Anette semakin menjadi-jadi. Dia nekat turun dari bus dan mulai melangkah di pinggiran trotoar. Sepuluh menit lagi jamnya absen dan dia tidak seharusnya telat. Terlebih hari ini adalah pertama kalinya dia akan bertemu dengan owner restoran sejak dia bekerja di sana.

Anette memutuskan berlari kecil, tidak memedulikan tatapan aneh orang-orang di sekitar. Jarak antara restoran dan tempatnya saat ini hampir dekat dan dia tidak ingin membuang-buang waktu untuk menunggu macet selesai.

Hampir dua ratus meter berlari, kini dia tahu penyebab macet yang tidak berkesudahan. Ternyata ada kecelakaan antara mobil dengan bus. Kedua kendaraan itu rusak parah dan menghalangi jalan tanpa bisa disingkirkan jika tidak menggunakan alat berat.

Mengabaikan rasa penasaran dan tidak memedulikan kaki yang mulai gemetar, dia terus berlari. Napasnya terengah-tengah dengan dada yang mulai sesak. Namun, saat kakinya tiba di halaman restoran, senyumnya tampak merekah.

Anette langsung masuk dari pintu belakang. Menyadari dapur dalam suasana kosong, dia yakin orang-orang telah berkumpul di ruang depan. Wanita itu melemparkan tasnya asal-asalan ke laci penyimpanan, langsung membuka pintu kasar dengan napas yang sudah terengah-engah.

"Maaf aku telat, jalanan macet ada kecelakaan," tutur Anette langsung bergabung bersama teman-temannya yang sudah berbaris rapi. Dia mendekati sang manajer—Kevin, untuk memberikan keterangan mengapa dirinya telat.

Kepentok Cinta MantanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang